Menu

Gus Mendem Gus Mendem Author
Title: Trinitas Dalam Budaya Mesir Kuno
Author: Gus Mendem
Rating 5 of 5 Des:
Budaya Mediterania kuno penuh dengan ekspresi keagamaan, dan konsep budaya Kemetik tentang "keluarga tuhan" ternyata memengaruhi ...
Budaya Mediterania kuno penuh dengan ekspresi keagamaan, dan konsep budaya Kemetik tentang "keluarga tuhan" ternyata memengaruhi pemikiran orang-orang Kristen awal.

Bagi kebanyakan orang, “Tritunggal” merupakan konsep Ketuhanan Kristen yang khas, merujuk pada Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Tetapi seperti yang ditulis oleh Ast. Professor studi Afrika-Amerika Jennifer Williams, banyak orang yang tidak tahu bahwa konsep ini bukan merupakan trinitas yang pertama. Kekristenan sebenarnya menjiplak gagasan dari orang Mesir kuno, dan dalam perkembangannya telah melakukan banyak perubahan yang signifikan.

Williams mencatat bahwa orang-orang Kristen awal menemukan inspirasi untuk membangun sistem spiritual mereka di antara agama-agama—atau keyakinan—di sekitar Mediterania. Wilayah itu penuh dengan cerita yang melibatkan kebangkitan, keselamatan, kelahiran dari perawan, dan tokoh sentral yang digambarkan sebagai putra Dewa tertinggi. 


Di Mesir kuno—atau Kemet, seperti yang dikenal masyarakat pada saat itu—salah satu konsep kuncinya adalah hubungan antara tiga dewa, Asar, Aset, dan Heru. (Kebanyakan orang saat ini lebih mengenal mereka dengan nama yang diberikan oleh orang Yunani: Osiris, Isis, dan Horus).

Seperti banyak Dewa Mesir, makhluk ilahi ini dimulai sebagai manusia. Asar adalah raja yang dihormati yang mati dibunuh oleh seorang perampas kekuasaan tetapi kemudian menjadi raja alam baka, atau alam spiritual. Istrinya, Aset, membawa putra mereka, Heru, bersembunyi, dan Heru akhirnya kembali untuk merebut takhta duniawi ayahnya.

Budaya kemetic bersandar pada prinsip Ma'at, atau ketertiban. Ini termasuk mengelompokkan para Dewa dalam ikatan pasangan atau keluarga, seperti halnya trinitas Asar-Aset-Heru.

Bagian dari Ma'at adalah prinsip kehadiran laki-laki dan perempuan yang saling melengkapi, baik di alam semesta maupun dalam masyarakat manusia. “Melakukan perubahan pada alam berwujud dan tidak berwujud biasanya membutuhkan lebih dari satu Dewa sehingga esensi dari satu Dewa tidak akan menguasai keseimbangan dunia yang terlihat dan tidak terlihat,” tulis Williams.

Orang Mesir mewariskan properti dan gelar secara matrilineal. Dan sementara pria biasanya menduduki posisi penting dalam tatanan formal otoritas politik, wanita kerajaan juga memiliki peran yang kuat dalam pengambilan keputusan.

Pada awal masa Kerajaan Tengah, sekitar 2040 SM, tulis Williams, sebagian besar wilyah Mesir pada umumnya menganut paham patriarkal, dan bentuk-bentuk perayaan terrkait sering terfokus pada Asar. Tetapi selama Kerajaan Baru, pada masa di mana para Ratu berkuasa yang dimulai sekitar tahun 1570 SM, Aset mendapat perhatian baru. Dia dikenal sebagai pelindung makhluk hidup dan penyembuh paling kuat di antara para Dewa. Seiring waktu, penyembahan Aset menyebar ke Yunani dan Romawi, khususnya di kalangan wanita. Identitasnya terkadang menyatu dengan dewi lain, seperti Astarte dan Hera.

Tapi Aset, dan trinitas Mesir pada umumnya, tidak tergambarkan secara jelas di dalam sistem ketuhanan Kristen yang mengadopsinya lalu muncul kemudian.

“Peran ayah dan anak cocok untuk Asar dan Heru,” tulis Williams. “Namun, peran Roh Kudus, entitas yang berdiam di dalam tubuh orang percaya atau tubuh Tuhan di alam nyata, tidak sesuai dengan peran Aset dalam Trinitas Kemetik.”


Aset, atau Isis, memang paralel dengan Perawan Maria dalam beberapa hal. Para seniman jelas meminjam gambar Aset dan Heru untuk membuat gambar ibu dan anak Kristen yang suci. Tetapi Kekaisaran Romawi, di mana konsep Trinitas Kristen berkembang antara abad pertama dan keempat Masehi, bersifat patriarki dan patrilineal, dan tidak memiliki konsep yang setara dengan Ma'at.

“Dewa feminin tidak akan diterjemahkan ke dalam sistem sosial-politik-spiritual baru yang berpusat pada Dewa-Dewa maskulin yang menjunjung tinggi patriarki,” tulis Williams.

Hal ini membuat Maria tidak memiliki kekuatan ilahi seperti Aset—dan menjadi alasan kenapa kemudian dia berada di luar sistem Tritunggal Kristen.


[Sumber: Daily Jastor]


Dari Author

Post a Comment

Post a Comment

 
Top