ISTILAH TEOLOGI BIBLIKA dapat digunakan dengan cara-cara yang berbeda. Meskipun dalam bagian ini penggunaannya difokuskan pada suatu metode khusus dalam studi teologi, namun harus dimengerti bahwa istilah itu secara luas digunakan untuk menunjuk pada suatu gerakan yang pada dasarnya antagonistik terhadap iman evangelikal. Penggunaan yang bersifat negatif di sini dimaksudkan dan dimunculkan sebelum adanya pembahasan tentang arti yang sah dari teologi biblika.
Pada awalnya, istilah ini digunakan untuk menjelaskan gerakan teologi biblika. Gerakan ini berawal dari liberalisme dan neo-ortodoksi. Gerakan ini muncul dalam karya tulis Walther Eichordt volume pertama tentang teologi PL di tahun 1933 yang berakhir dengan publikasi karya kedua von Rad tentang teologi PL yang diterbitkan pada tahun 1960.1 Brevard Childs menyatakan bahwa gerakan itu mengalami kematiannya pada tahun 1963 dengan dicetaknya buku Honest To God dari A. T. Robinson.
Gerakan ini pada awalnya merupakan reaksi terhadap liberalisme dan berusaha untuk kembali pada studi eksegesis Kitab Suci, khususnya penekanan pada studi kata-kata biblika. Karya Kittel yang bersifat monumental, yaitu sepuluh volume Theological Dictionary of the New Testament merupakan perkembangan dari gerakan itu.
Rupanya sebagai suatu gerakan, gerakan itu tidak pernah melepaskan diri dari pengaruh liberalisme; gerakan itu tetap memakai metode kritik historis. Misalnya, dalam mempelajari kitab Injil, penganut-penganut gerakan teologi biblika mengaplikasikan metode kritik historis dalam usaha untuk menemukan kata-kata Kristus mana yang sebenarnya merupakan kata-kata yang benar-benar dikatakan oleh-Nya.
Meskipun pada abad XVII dan XIX kelemahan pesan dari liberalisme disadari, namun gerakan itu tetap mempertahankan presuposisi liberalisme terhadap Alkitab. Penganut-penganut pandangan neo-ortodoksi mengenai pewahyuan, mengajarkan evolusi sebagai teori asal mula, dan lebih menekankan aspek manusiawi dari Alkitab daripada aspek Ilahinya.
Sebagai akibatnya, gerakan ini menghancurkan dirinya sendiri. Sebab, sangatlah tidak mungkin untuk melakukan studi eksegesis Kitab Suci secara serius dan pada saat yang sama menyangkali otoritas dari Kitab Suci itu sendiri?
Pemahaman lain dari istilah teologi biblika untuk menunjukkan Silam Metode di mana pengambilan bahan-bahannya berorientasi pada sejarah PL dan PB untuk menghasilkan suatu teologi. Naturnya adalah eksegesis, di mana bahan-bahan diambil dari Alkitab dan bukan dari pengertian teologi secara filosofis; studi ini menekankan pada peristiwa-peristiwa sejarah dari mana doktrin-doktrin itu diajukan; studi ini menyelidiki teologi yang muncul sesuai dengan periode sejarahnya (seperti era Nuh atau Abraham) atau dari para Penulis secara individu (seperti tulisan Paulus dan Yohanes).
Teologi biblika yang dijelaskan di atas dapat disebut sebagai “cabang ilmu teologi yang secara sistematis mempelajari perkembangan penyataan Allah dalam sejarah sebagaimana yang dinyatakan di Alkitab.”
SISTEMATISASI
Teologi biblika menyelidiki periode sejarah di mana Allah telah menya. takan diri-Nya, atau penekanan doktrinal dari penulis-penulis Alkitab yang berbeda dan kemudian disusun secara sistematis.
Teologi biblika, meskipun dipresentasikan secara sistematis, namun berbeda dengan teologi sistematik yang mengasimilasikan kebenaran dari seluruh Alkitab dan dari luar Kitab Suci, dalam proses menyistematiskan doktrin-doktrin Alkitab. Teologi biblika lebih sempit. Teologi biblika lebih terfokus untuk menekankan periode sejarahyang dinyatakan dalam PL atau tentang pengajaran eksplisit dari penulis tertentu di PB.
SEJARAH
Teologi biblika menaruh perhatian pada peristiwa penting dalam sejarah yang menyatakan doktrin-doktrin Alkitab. Apa yang dapat dipelajari dari er PL tentang pewahyuan? Apa situasi dan kondisi pada waktu penulisan Matius dan Yohanes? Apa situasi dan kondisi pembaca dari surat Ibrani? Hal-hal itu merupakan pertanyaan-pertanyaan penting yang akan menolong untuk menemukan penekanan doktrinal dari periode tertentu atau dari penulis ter tentu.
PROGRES DARI WAHYU
Doktrin ortodoksi yang telah lama dipegang oleh kaum evangelikal adalah kepercayaan mengenai wahyu yang bersifat progresif; Allah tidak menyatakan Semua kebenaran tentang diri-Nya sekaligus, melainkan sebagian demi sebagian kepada orang yang berbeda di sepanjang sejarah (lih. Ibr. 1:1).
Teologi biblika menelusuri wahyu yang progresif dan melihat bagaimana penyata Allah mengenai diri-Nya dinyatakan dalam era tertentu atau melalui penulis tertentu. Oleh karena itu, penyataan Allah tentang diri-Nva kepada Nuh dan Abraham jika dibandingkan tidaklah seprogresif penyataan kepada Yesaya. Buku PB yang ditulis sebelumnya, seperti Yakobus, merefleksikan Pandangan yang lebih primitif tentang gereja dibandingkan dengan bukubuku yang ditulis kemudian, seperti dalam surat-surat pastoral.
NATUR YANG ALKITABIAH
Berlawanan dengan teologi sistematik, yang mengambil informasi tentang Allah dari berbagai sumber dan sumber itu bisa yang mana saja, teologi biblika memiliki fokus yang lebih sempit yang mengambil informasi hanya dari Alkitab (dan dari informasi sejarah yang menjelaskan lebih luas tentang peristiwa-peristiwa sejarah di Alkitab).
Jadi natur dari teologi biblika adalah eksegetikal, yaitu mempelajari doktrin-doktrin dari berbagai periode sejarah atau mempelajari kata-kata dan pernyataan-pernyataan dari penulis-penulis tertentu. Hal ini memungkinkan orang yang mempelajari Alkitab untuk menentukan penyataan Allah tentang diri-Nya dalam periode sejarah.
HUBUNGAN DENGAN DISIPLIN ILMU LAIN
STUDI EKSEGETIKAL
Teologi biblika memiliki hubungan langsung dengan eksegesis (“menjelaskan; menafsirkan”), dapat dikatakan bahwa teologi merupakan hasil dari eksegesis. Eksegesis berdasar pada teologi biblika. Eksegesis bertugas untuk menganalisa teks Alkitab menurut metode literal-gramatikal-historikal.
pertama, Bagian yang harus dipelajari menurut arti yang umum dari suatu bahasa. Bagaimana kata itu atau kalimat itu pada umumnya dimengerti?
kedua, Bagian itu harus dipelajari menurut aturan tata bahasa; eksegesis menuntut penelitian dari kata benda, kata kerja, kata depan, dan lain-lain, untuk mendapatkan pengertian yang tepat dari bagian tersebut.
ketiga, Bagian itu harus dipelajari sesuai dengan konteks historisnya. Bagaimana situasi politik, sosial, dan konteks budaya pada waktu itu? Teologi biblika tidak diakhiri dengan eksegesis tetapi harus dimulai dengan eksegesis. Seorang teolog harus menganalisa teks secara tepat untuk mendapatkan pengertian yang benar dari apa yang ditulis oleh Matius, Paulus atau Yohanes. '
STUDI LATAR BELAKANG PENULISAN
Meskipun tujuan dari teologi biblika bukan untuk memberikan pembahasan yang rinci tentang hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang penulisan, namun beberapa pembahasan sangat penting karena kesimpulan dari suatu penafsiran kadang-kadang berkaitan secara langsung dengan studi tentang latar belakang penulisan. Latar belakang penulisan menentukan isuisu seperti penulis, tanggal penulisan, tujuan penulisan dan situasi kondisi serta tujuan penulisan.
Misalnya, penanggalan kitab Ibrani sangat penting, karena hal itu berkaitan dengan penderitaan macam apa yang sedang dialami oleh pembaca kepada siapa buku itu ditujukan. Penganiayaan menjadi sangat berat setelah Roma dibakar pada tahun 64 M.
Yang lebih penting adalah isu tentang tujuan dalarn Ibrani. Jika audiens dipahami sebagai orang yang belum percaya, maka kitab ini akan dipelajari dari sudut itu; apabila pembaca dimengerti sebagai orang Kristen Yahudi, maka kitab itu akan dimengerti secara berbeda. Contoh lain adalah pembaca Matius, Markus dan Lukas juga menentukan bagaimana penulis ini dievaluasi. Misalnya, pandangan teologis Matius harus dimengerti dari sudut bahwa ia menulis kepada orang Yahudi. Sudut pandang teologis si penulis jelas sangat berkaitan dengan isu-isu latar belakang penulisan.
Sumber: The Moody Handbook of Theology
Pengantar Teologi Biblika
Post a Comment