A. HABLUM MINALLAH
Hablum Minallah adalah interaksi antara seorang muslim dengan Allah SWT yang bersifat sangat pribadi, dilaksanakan melalui ibadah. Dengan kata lain, Hablum Minallah adalah aspek 'ubudiyah atau ritual ibadah seorang muslim kepada Allah SWT. Ibadah atau 'ubudiyah sering diartikan sebagai penghambaan dengan melaksanakan segala perintah dan larangan Allah SWT, menghambakan diri kepada-Nya, atau menyembah hanya kepada-Nya semata.
Ibadah atau 'ubudiyah berasal dari kata 'abada yang artinya hamba (hamba Allah). Imam Ghazali pernah ditanya mengenai 'ubudiyah. Ia menjawab: ubudiyah adalah kumpulan dari tiga hal, yakni:
1. Menunaikan perintah syariat;
2. Rela dengan ketentuan dan takdir serta pembagian rezeki dari Allah SWT; dan
3. Meninggalkan kehendak nafsu untuk mencari keridhaan Allah SWT.
Ibadah adalah tujuan penciptaan manusia oleh Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman-Nya,
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56).
Allah SWT juga berfirman,
“...... mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” (QS Al-Bayyinah: 5).
B. HABLUM MINANNAS
Hablum Minannas artinya adalah hubungan antara seorang muslim dengan sesama manusia dalam bentuk mu'amalah. Muamalah berasal dari kata aamala - yuamilu - muamalat, yang berarti perilaku atau sikap seorang Muslim terhadap orang lain. Muamalah adalah hubungan antar manusia (tanpa membedakan ras, suku, agama, dan keyakinan masing-masing) dalam interaksi sosial, seperti masalah harta, waris, niaga, dlsb. Muamalah mempunyai banyak cabang, di antaranya adalah politik, ekonomi, dan berbagai aspek sosial. Secara umum interaksi muamalah meliputi dua aspek pokok, yakni Adabiyah dan Madaniyah.
Aspek Adabiyah
Adalah interaksi muamalah yang berhubungan dengan etika, adab, tatakrama, akhlak, dan norma-norma yang berlaku umum meliputi sopan-santun, kejujuran, simpati dan empati terhadap sesama, serta hal-hal yang erat kaitannya dengan memelihara hubungan baik antar sesama. Hal ini sesuai dengan firman Allah,
“Sembahlah Allah SWT dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Nisa: 36).
Hal ini dipertegas oleh Rasulullah SAW dalam salahsatu sabda beliau;
“Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah bersabda: Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
Lebih spesifik, Rasulullah SAW mengingatkan,
“Dari Umar r.a. Rasulullah saw. bersabda: Jangan sampai seseorang kenyang sedang tetangganya kelaparan.” [HR. Ahmad].
Aspek Madaniyah
Meliputi segala aspek yang berhubungan dengan kebendaan, seperti halal haram, syubhat, madaratan, dlsb.
“Dari Abu 'Abdillah An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma, berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara yang samar-samar (mutasyabihat, syubhat), kebanyakan manusia tidak mengetahuinya, maka barangsiapa menjaga dirinya dari yang samar-samar (syubhat) itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya, dan barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram, seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang maka hampir-hampir dia terjerumus kedalamnya. Ingatlah setiap raja memiliki larangan dan ingatlah larangan Allah dan apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingat pulalah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.” [HR. Bukhari dan Muslim].
C. HABLUM MINAL ALAM
Sebagai agama Rahmatan Lil Alamin, Islam mengajarkan kepada manusia bahwa di antara tugas dan kewajiban yang menjadi fitrahnya, selain beribadah kepada Allah dan memelihara hubungan baik antar sesama, manusia juga berkewajiban memakmurkan bumi. Dalam hal ini bagaimana seharusnya manusia melestarikan dan mengelola alam dan lingkungan hidupnya sendiri dengan sebaik-baiknya. Hal ini sesuai dengan firman Allah,
“Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.” (QS. Hud: 61).
Dalam ayat ini terdapat kata Ùˆَ اسۡتَعۡÙ…َرَÚ©ُÙ…ۡ ada penambahan huruf sin dan ta’ itu mengandung sebuah perintah. Maksudnya Allah memerintah manusia agar memakmurkan bumi. Memakmurkan dalam arti memelihara, menyelamatkan, dan mengelolanya dengan baik dan benar, sehingga menghasilkan manfaat kemakmuran bagi manusia dan lingkungan.
Alam tidak boleh dirusak, sebab mereka punya kehidupan juga sebagaimana halnya manusia. Oleh karena itu, Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya,
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu.” (QS. Al-An’am: 38).
Bahkan lebih tegas lagi disebutkan dalam firman-Nya,
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Al-A’raf : 85).
Untuk turut memakmurkan alam ini, salahsatu yang dapat dan mudah dilakukan di antaranya adalah menanam pepohonan dan aneka tanaman pakan lainnya, karena selain turut memelihara ekosistem dan memberikan manfaat kepada makhluk Allah yang lain, hal tsb juga memberikan kebaikan bagi pelakunya sendiri sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam salahsatu hadits beliau,
“Tak seorang pun muslim yang menanam pohon atau tanaman, lalu dimakan oleh burung, manusia, atau hewan lainnya, kecuali akan menjadi sedekah baginya.” [HR. Bukhari].
Di samping itu Rasulullah SAW juga mengajarkan bahwa sesungguhnya kehidupan ini merupakan rangkaian siklus dan saling ketergantungan antara manusia, tumbuhan, hewan, dan alam. Terputusnya salahsatu mata rantai dari sistem ini akan mengakibatkan gangguan dalam siklus kehidupan masing-masing. Oleh karena itu, upaya untuk melestarikan kelangsungan kehidupan flora dan fauna merupakan hal penting, bahkan mutlak dilakukan oleh manusia dalam rangka menjaga dan memelihara kelangsungan hidup sesama makhluk Allah. Selain menggalakkan kegiatan penghijauan, perlu diperluas wilayah-wilayah cagar alam dan suaka margasatwa, serta pelarangan kegiatan perburuan liar. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam salahsatu hadits beliau,
“Tak seorang pun yang membunuh seekor atau lebih burung pipit tanpa hak, kecuali Allah akan memintai pertanggungjawabannya. Sahabat bertanya, wahai Rasulullah, apa haknya? Beliau menjawab: “Dia disembelih lalu dimakan, tidak dipotong kepalanya lalu dibuang.” [HR. Nasai dan Hakim].
Dengan demikian, Islam adalah agama yang perduli lingkungan. Agama yang mengajarkan agar manusia memanfaatkan dan mengelola alam dengan tetap menjaga kelestarian dan keberlangsungannya secara damai demi kesejahteraan seluruh makhluk. Sedangkan sebaik atau seburuk apa manusia menyikapinya, kelak masing-masing manusia akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah pada hari penghakiman di akhirat!
Hablum Minallah Yang Haq
Hablum Minallah Yang Bathil
Hablum Minannas (Muamalah)
Post a Comment