Al-Quran mengisahkan bagaimana pada suatu masa Nabi Ibrahim AS pernah melakukan petualangan mencari Tuhan, dan oleh sebagian orang -- termasuk oleh sebagian umat Islam sendiri -- kisah tsb dipahami secara keliru dengan asumsi bahwa Bapak Tauhid umat manusia tsb pernah Atheis, bahkan pernah Musyrik karena dianggap telah menuhankan Bintang, Bulan, dan Matahari yang dikiranya adalah Tuhan.
Saat melihat Bulan di malam hari dan Matahari di siang hari, beliau mengira itulah Tuhannya. Namun, ketika tiba waktunya Bintang, Bulan, dan Matahari itu masing-masing meredup dan tenggelam di balik bumi, beliau merasa kecewa. Kecerdasannya mengatakan bahwa Tuhan tentu tidak pernah meredup, tenggelam atau kehilangan jatidiri-Nya. Kemudian beliau pun mulai berpikir bahwa benda-benda langit yang tadinya beliau pikir adalah Tuhan tsb tentu ada penciptanya. Karena itu beliau pun mulai mencari Tuhan yang diyakininya pasti lebih dahsyat daripada Bintang, Bulan, dan Matahari, hingga akhirnya menemukan Allah Subhanahu Wata'ala, Tuhan sejati pencipta Bintang, Bulan, dan Matahari yang kemudian diyakininya sebagai satu-satunya Tuhan yang benar, Tuhan yang tidak ada sesuatu pun yang menyamai-Nya!
Namun sebagaimana dipahami oleh sebagian orang, bahkan oleh sebagian intelektual, kisah Nabi Ibrahim mencari Tuhan tsb dianggap mengisyaratkan suatu keadaan di mana beliau beriman dengan cara lebih dahulu berpikir; "siapa yang berhak untuk dijadikan sebagai Tuhannya".
Hal ini karena kisah Nabi Ibrahim AS mencari Tuhan mengillustrasikan seolah-olah beliau pernah tidak bertuhan -- atau kebingungan mencari Tuhan -- bahkan Musyrik karena "melafadzkan" ketuhanan Bintang, Bulan, dan Matahari.
Kenyataan yang sebenarnya tidak demikian. Kisah Bapak Tauhid sekaligus Bapak Para Nabi tsb sesungguhnya mewariskan pelajaran penting bagi umat manusia tentang kemahakuasaan Allah Subhanahu Wata'ala.
Cermati dan pahamilah makna firman Allah berikut:
وَكَذَٰلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ
“Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.” (QS Al-An'am:75)
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَىٰ كَوْكَبًا ۖ قَالَ هَٰذَا رَبِّي ۖ فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ
“Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, ''Inilah Tuhanku''. Maka, ketika bintang itu terbenam dia berkata, ''Aku tidak suka kepada yang terbenam.'' (QS Al-An'am:76)
فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَٰذَا رَبِّي ۖ فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ
“Lalu, ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, ''Inilah Tuhanku.'' Tetapi, ketika bulan itu terbenam dia berkata, ''Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.'' (QS Al-An'am:77)
فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَٰذَا رَبِّي هَٰذَا أَكْبَرُ ۖ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ
“Kemudian ketika dia melihat matahari terbit dia berkata, ''Inilah Tuhanku, ini lebih besar. Tetapi, ketika matahari terbenam, dia berkata, ''Wahai kaumku! Sungguh aku berlepas diri apa yang kamu persekutukan.'' (QS Al-An'am:78)
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.” (QS Al-An'am:79)
وَحَاجَّهُ قَوْمُهُ ۚ قَالَ أَتُحَاجُّونِّي فِي اللَّهِ وَقَدْ هَدَانِ ۚ وَلَا أَخَافُ مَا تُشْرِكُونَ بِهِ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبِّي شَيْئًا ۗ وَسِعَ رَبِّي كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا ۗ أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ
“Dan kaumnya membantahnya. Dia (Ibrahim) berkata, ''Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada (malapetaka dari) apa yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?” (QS Al-An'am:80)
Dalam terjemahan ayat-ayat di atas, yang sangat perlu untuk digarisbawahi adalah kalimat ''Inilah Tuhanku" (hadza Rabbi). Kalimat itulah sumber kesalapahaman di antara umat manusia. Padahal, kata hadza rabbi (inilah Tuhanku) bukan bermakna ikhbar (pernyataan), melainkan istifham atau istifham taubikhi (pertanyaan untuk menyangkal). Jadi, kalimat ''inilah Tuhanku'' semestinya ditulis dan dipahami sebagai ''inikah Tuhanku?''.
Imam Abu Hayyan al-Andalusi (W. 745H/1345M) menjelaskan perkara tsb dalam kitab tafsirnya An-Nahrul Mad:
''Perkataan Nabi Ibrahim, hadza rabbi, bukanlah pernyataan keyakinan bahwa bintang (zahrah), bulan (alqamar), dan matahari (alshams) adalah Tuhannya. Hal ini diibaratkan seperti ketika kalian melihat orang lemah yang tak mampu berdiri, lalu berkata hadza nashiri; inikah penolongku?''.
Jadi, benarkah nabi brahim AS pernah musyrik menuhankan Bintang, Bulan, dan Matahari?
Jawabnya, "TIDAK!"
Allah punya cara tersendiri dalam memperkenalkan jatidiri-Nya kepada nabi Ibrahim AS seperti tersirat dalam QS. Al-An'am: 75 di atas. Dan pada gilirannya cara Allah tsb telah mengantarkan Bapak Tauhid seluruh umat manusia itu pada keyakinan tak tergoyah tentang Allah Subhananhu Wata'ala, satu-satunya Tuhan yang benar!
Keyakinan itulah yang kemudian diwariskannya kepada umat Islam di seluruh dunia berdasarkan perintah Allah;
وَجَاهِدُوْا فِى اللّٰهِ حَقَّ جِهَادِهٖۗ هُوَ اجْتَبٰىكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ مِلَّةَ اَبِيْكُمْ اِبْرٰهِيْمَۗ هُوَ سَمّٰىكُمُ الْمُسْلِمِيْنَ ەۙ مِنْ قَبْلُ وَفِيْ هٰذَا لِيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ شَهِيْدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِۖ فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَاعْتَصِمُوْا بِاللّٰهِ ۗهُوَ مَوْلٰىكُمْۚ فَنِعْمَ الْمَوْلٰى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ ۔
"Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama. (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini, agar Rasul (Muhammad) itu menjadi saksi atas dirimu dan agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka laksanakanlah salat; tunaikanlah zakat, dan berpegangteguhlah kepada Allah. Dialah Pelindungmu; Dia sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong." (QS. al-Hajj: 78).
ثُمَّ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ أَنِ ٱتَّبِعۡ مِلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفٗاۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim, seorang yang hanif dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan” (QS. an-Nahl: 123).
Kewajiban mengikuti millah Ibrahim ini diberlakukan sebab ia merupakan manifestasi konkrit dari agama yang sebenarnya; dinan qiyaman (agama yang benar, yang lurus). Menyelisihi millah Ibrahim, berarti menyimpang dari kebenaran, dan umat Kristen berada dalam penyimpangan tersebut.
قُلۡ إِنَّنِي هَدَىٰنِي رَبِّيٓ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ دِينٗا قِيَمٗا مِّلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفٗاۚ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ
Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik” (QS. al-An’am: 161).
Maha Benar Allah Dengan Segala Firman-Nya.
Wallahu 'Alam Bisyawwab
Post a Comment
Post a Comment