Menu

Gus Mendem Gus Mendem Author
Title: Banjir Nuh versi Alkitab vs versi Al-Quran
Author: Gus Mendem
Rating 5 of 5 Des:
Catatan menarik dari potongan riwayat banjir Nuh versi Al-Quran dan versi  Bibel   PERTAMA, Al-Quran mengatakan banjir Nuh menenggelamkan um...

Catatan menarik dari potongan riwayat banjir Nuh versi Al-Quran dan versi Bibel
 
PERTAMA, Al-Quran mengatakan banjir Nuh menenggelamkan umat beliau yang kafir dan yang beriman di selamatkan. Sedangkan banjir yang sama dalam Bibel menenggelamkan bumi dan membunuh seluruh mahluk hidup, kecuali yang berada dalam bahtera nabi nuh.

Fakta dari sains modern menunjukkan tidak ada bukti secuilpun bahwa seluruh bumi pernah di genangi air, dan logikanya,.jika bumi dipenuhi oleh air mka pertanyaanya; darimana datangnya air tsb dan ke mana pula hilangnya?

KEDUA, Riwayat banjir Nuh dalam Al-Quran tidak kontradiktif dengan ayat-ayat lainnya sedangkan dalam Bibel banyak ditemui kontradiksi.

KETIGA, Dalam Al-Quran banjir Nuh tidak menyisakan kritik apapun sebab memang tidak bertentangan dengan fakta. Sedangkan dalam Bibel banjir Nuh konon katanya melenyapkan seluruh kehidupan, tapi faktanya peristiwa itu terjadi bersamaan dengan masa tumbuhnya kerajaan Mesir dan Babylonia, dan di berbagai tempat ditemui catatan sejarah dan peninggalanya yang membuktikan tidak pernah terjadi banjir sedahsyat banjir yang dikisahkan dalam Bibel.

KEEMPAT, Tidak ada kejanggalan dalam Al-Quran tentang cerita ini, tapi dalam Bibel meninggalkan banyak kejanggalan, antara lain, Abraham lahir 292 tahun sesudah banjir Nuh tapi pada jaman Abraham kehidupan manusia sudah pulih kembali dan sudah banyak kerajaan disana sini. Mungkinkah rentang waktu hanya 292 tahun memulihkan jumlah ras manusia yang konon katanya hanya tersisa seberapa pasang saja menjadi jutaan manusia dan dengan gemilang membangun puluhan kerajaan?

A. Kejanggalan Periwayatan Menurut Bibel

  • Mengapa cerita ini sampai dua kali menyatakan bahwa manusia telah menjadi jahat tetapi bahwa Nuh akan diselamatkan (Kejadian 6:5–8; 6:11–13)?
  • Apakah Nuh diperintahkan untuk memasukkan sepasang dari masing-masing binatang yang tidak haram ke dalam Bahtera (Kej. 6:19–20) ataukah tujuh pasang (Kejadian 7:2–3)?
  • Apakah banjir itu berlangsung empat puluh hari (Kejadian 7:17) atau 150 hari (Kejadian 7:24)?
  • Apa yang terjadi dengan burung gagak yang dikeluarkan dari Bahtera pada saat yang bersamaan dengan burung merpati itu dan "terbang pulang pergi, sampai air itu menjadi kering dari atas bumi" sekitar dua atau tiga minggu berikutnya (Kejadian 8:7)?
  • Mengapa naratif ini tampaknya mempunyai dua titik akhir yang logis (Kejadian 8:20–22 dan 9:1–17)?

B. Lama Dan Waktu Terjadinya banjir 

Di sini kita harus menambahkan bahwa lamanya banjir itu berbeda menurut sumbernya. Sumber Yahwist mengatakan 40 hari, sedangkan sumber Sakerdotal mengatakan 50 hari. Sumber Yahwist tidak memastikan pada umur berapa banjir itu dialami oleh Nuh, tetapi sumber Sakerdotal mengatakan bahwa banjir itu terjadi ketika Nuh berumur 600 tahun. 

Sumber Sakerdotal juga memberi penjelasan tentang tahun terjadinya banjir yaitu dengan tabel silsilahnya, baik dari sisi Adam maupun dari sisi Abraham. 

Oleh karena menurut perhitungan yang dilakukan atas dasar Kitab Kejadian, Nuh dilahirkan 1.056 tahun sesudah Adam (silahkan lihat tabel silsilah Abraham) maka banjir terjadi 1.656 tahun sesudah penciptaan Adam. Akan tetapi dilihat dari sisi Abraham, Kitab Kejadian mengisahkan terjadinya banjir pada 292 tahun sebelum lahirnya Abraham. 

Menurut Kitab Kejadian, banjir telah menenggelamkan seluruh umat manusia berikut seluruh makhluk hidup yang diciptakan oleh Tuhan sehingga kemudian semuanya mati di atas bumi. Setelahnya, kemanusiaan kemudian dibangun kembali, dimulai dari tiga orang putra Nuh dan isteri-isteri mereka sedemikian rupa, sampai tiga abad kemudian lahirlah Abraham. Adapun Abraham mendapati umat manusia pada masa itu sudah pulih kembali dalam kelompok bangsa-bangsa. Bagaimana mungkin dalam waktu yang relatif singkat, umat manusia yang nyaris punah dapat pulih kembali?

Fakta-fakta di atas ini praktis menghilangkan kepercayaan kita kepada Bibel yang nampaknya meriwayatkan peristiwa banjir tersebut secara sangat sembrono. Di samping itu, bukti-bukti sejarah menunjukkan pula ketidakserasian periwayatan Bibel tersebut dengan ilmu pengetahuan modern. Para ahli sejarah memperkirakan Abraham hidup  pada kisaran tahun 1.800 s.d 1.850 SM. Jika banjir terjadi 3 abad sebelum kelahiran Abraham seperti yang diterangkan oleh Kitab Kejadian dalam silsilah keturunan para Nabi, ini berarti bahwa banjir terjadi pada abad ke-21 atau ke-22 SM. sedangkan pada waktu itu, menurut catatan sejarah modern, di beberapa tempat di dunia ini tengah bermunculan berbagai peradaban manusia yang bekas-bekasnya masih dapat kita telusutri. 

Masa itu,  bagi Mesir merupakan periode sebelum Kerajaan Pertengahan (tahun 2.100 SM), kira-kira zaman peralihan pertama sebelum dinasti kesebelas, juga merupakan periode dinasti ketiga yang berkuasa di kota Ur atau Babylon.

Kita tahu dengan pasti bahwa tidak ada keterputusan dalam perkembangan kebudayaan umat manusia, jadi tidak ada pemusnahan ras manusia seperti yang dihayalkan oleh para pengarang dan editor Bibel.

C. Banjir Nuh versi Bibel Dan Kritik Yang Ditimbulkannya

Penyelidikan tentang riwayat Banjir menurut Perjanjian Lama dalam paparan ini telah membawa kita pada pernyataan-pernyataan seperti berikut:

Dalam Bibel tidak hanya terdapat satu riwayat tentang banjir ini, akan tetapi ada dua riwayat yang disusun dalam waktu yang berbeda:

Riwayat Yahwist dibuat pada abad ke-9 SM, sedangkan riwayat para pendeta (Sakerdotal), dibuat pada abad  ke-6  SM. Riwayat ini dinamakan “Sakerdotal” karena dibuat oleh pendeta-pendeta pada waktu itu. Dua riwayat tersebut tidak disusun terpisah akan tetapi bercampur; unsur-unsur riwayat yang satu dicampur dengan unsur-unsur riwayat yang lain, dalam paragraf-paragraf yang sebagian berasal dari riwayat yang satu dan sebagian lagi berasal dari riwayat yang lain.

Tafsiran Terjemahan kitab Kejadian karangan R.P. de Vaux, Guru Besar Sekolah Bible di Yerusalem menunjukkan pembagian daripada paragraf-paragraf antara dua sumber tersebut secara sempurna. 

Riwayat Banjir ini dimulai dan diakhiri dengan paragraf Yahwist. Dalam riwayat itu ada 10 paragraf Yahwist. Di antara tiap paragraf dengan lainnya, diselipkan sebuah paragraf Sakerdotal. Jadi jumlah paragraf Sakerdotal adalah sembilan. Mosaik teks tersebut tidak menunjukkan keserasian kecuali dari segi urutan riwayat, oleh karenanya terdapat kontradiksi-kontradiksi besar antara dua sumber tersebut. RP. de Vaux menulis: “itu adalah dua sejarah tentang Banjir.” 

Banjir dalam dua riwayat tersebut penyebabnya adalah faktor-faktor yang berlainan, dan lamanya waktu kejadian juga berlainan. Nuh dalam dua riwayat itu juga memuat ke dalam bahteranya beberapa jenis hewan yang jumlahnya juga berlainan.

Menurut pengetahuan modern, dalam keseluruhan riwayat banjir yang tertulis dalam Bibel tidak dapat diterima, karena dua alasan:

Perjanjian Lama melukiskan banjir itu melanda seluruh dunia. Tapi  paragraf-paragraf dari sumber-sumber Yahwist tidak menyebutkan waktu terjadinya banjir, sedangkan riwayat Sakerdotal menyebutkan suatu waktu yang menurut sejarah, banjir yang melanda seluruh permukaan bumi semacam itu tidak mungkin bisa terjadi.

Argumentasi yang menguatkan pendapat tersebut adalah seperti berikut: 
Riwayat Sakerdotal mengatakan bahwa Banjir terjadi ketika Nuh berumur 600 tahun. Kita mengetahui bahwa menurut silsilah keturunan dalam fasal 5 dari kitab Kejadian (juga menurut sumber Sakerdotal seperti disebutkan sebelumnya), Nuh lahir 1.056 tahun sesudah Adam. Dengan begitu maka Banjir itu terjadi pada tahun 1.656 sesudah penciptaan Adam. Di lain pihak, silsilah keturunan Abraham dalam kitab Kejadian (11, 10-32) menurut sumber yang sama memberi kesan kepada kita bahwa Abraham lahir 292 tahun sesudah banjir. Kita juga mengetahui bahwa Abraham hidup sampai kira-kira tahun 1850 S.M. Dengan begitu maka Banjir terjadi pada abad ke-21 atau ke-22 SM.
Lalu, bagaimana kita dapat mebayangkan Banjir luar biasa besar yang menenggelamkan dan membinasakan seluruh penghidupan di atas permukaan bumi (kecuali penumpang bahtera Nuh) terjadi pada abad ke-21 atau abad ke -22 SM, sedangkan menurut catatan sejarah justru pada waktu itu di beberapa bagian bumi ini tengah bekembang berbagai peradaban manusia yang bekas-bekasnya msih dapat kita lihat sampai sekarang. 

Bagi Mesir, umpamanya, waktu itu adalah zaman yang menyaksikan berakhirnya Kerajaan lama dan dimulainya Kerajaan Baru. Jika kita kembali ke catatan sejarah, tentu saja aneh sekali rasanya untuk mengatakan bahwa pada masa itu segala peradaban manusia telah dimusnahkan oleh Banjir. 

Dengan begitu maka dari segi sejarah, kita dapat mengatakan bahwa riwayat Banjir dalam Bibel sangat bertentangan dengan pengetahuan modern. Adanya dua riwayat berbeda untuk peristiwa yang sama adalah bukti yang nyata tentang manipulasi manusia terhadap Bibel.


Riwayat Al-Quran Tentang Banjir Nuh

Al-Qur’an menyajikan versi keseluruhan yang berlainan dan tidak menimbulkan kritik dari segi sejarah. Al-Qur’an tidak memberikan riwayat Banjir yang kontinyu/berkepanjangan. Beberapa ayat membicarakan hukuman yang diberikan kepada umat Nabi Nuh. Riwayat yang paling lengkap adalah: Surat 11 ayat 25 s/d 49, Surat 71 yang dinamakan surat Nuh mencerita-kan Nuh memberi nasehat kepada umatnya, begitu juga terhadap Surat 26 ayat 105 s/d 112.

Tetapi sebelum menyelidiki kejadian itu, kita perlu menempatkan Banjir yang diriwayatkan oleh Al-Qur’an dalam hubungannya dengan hukuman-hukuman Tuhan yang ditimpakan kepada kelompok-kelompok yang salah karena menyalahi perintah-Nya.

Jika Bibel menceritakan banjir dunia untuk menghukum seluruh kemanusiaan yang tidak patuh, sebaliknya Al-Qur’an menceritakan bermacam-macam hukuman yang dikenakan kepada kelompok-kelompok tertentu. Surat 25 ayat 35 s/d 39 sebagai contoh;

Allah berfirman,

“Dan sesungguhnya Kami telah memberikan al Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menjadikan Harun saudaranya, menyertai dia sebagai pembantu. Kemudian kami berfirman kepada keduanya: “Pergilah kamu berdua kepada kaum yang mendustakan ayat kami.” Lalu Kami membinasakan mereka sehancur-hancurnya. Dan (telah Kami binasakan) kaum Nuh tatkala mereka mendustakan rasul-rasul. Kami tenggelamkan mereka dan Kami jadikan (ceritera) mereka itu pelajaran bagi munusia dan Kami telah menyediakan bagi orang-orang zalim azab yang pedih. Dan (begitu pula Kami binasakan) kaum ‘Ad dan Tsamud dan penduduk Rass* dan banyak (lagi) generasi-generasi di antara kaum-kaum tersebut.” (QS. Al Furqaan: 35-39)

Surat 7 ayat 59 s/d 93 mengingatkan kepada hukum-hukum Tuhan yang menimpa kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud, Lut, dan Madyan, secara terpisah.

Dengan begitu maka Al-Qur’an menggambarkan Banjir sebagai suatu hukuman yang khusus untuk kaumnya Nuh. Ini merupakan perbedaan pertama yang pokok antara kedua riwayat.

Perbedaan pokok kedua adalah bahwa Al-Qur’an tidak menempatkan Banjir dalam suatu waktu dan tidak menerangkan berapa lama Banjir itu berlangsung. Sebab-musabab Banjir yang di hikayatkan Bibel dan Al-Qur’an hampir sama.

Riwayat Sakerdotal (Kejadian 7, 11) menyebutkan dua hal: sumber-sumber air memancarkan air banyak sekali, dan langit mencurahkan air yang kemudian bertemu dengan air lautan dimana Al-Qur’an menyebutkannya dalam Surat 54 ayat 11 dan 12, sebagai berikut:

“Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air maka bertemulah air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan.” (QS. Al-Qamar: 11-12)

Al-Qur’an sangat jelas dalam menyebutkan isi perahu; Allah memberi perintah kepada Nuh dan perintah itu dilaksanakan secara tepat dengan menempatkan dalam perahu beberapa jenis binatang yang akan berlangsung kehidupannya. 

Allah berfirman,

“Hingga bila perintah Kami datang dan dapur (permukaan bumi) telah memancarkan air, Kami berfirman: Muatkanlah kedalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina) dan keluargamu, kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan Kami terhadapnya dan (muatkanlah) pula orang-orang yang beriman. Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.” (QS. Huud: 40)

Seorang anak Nuh yang mendapat laknat Tuhan telah dikecualikan. Dalam hal ini ayat 45 s/d 46 dari surat tersebut menceritakan bahwa permohonan Nuh kepada Allah tidak dapat merubah keputusan Tuhan. Al-Qur’an menyebutkan bahwa di atas perahu, di samping keluarga Nuh minus anaknya, terdapat pula beberapa penumpang yang percaya kepada Tuhan.

Bibel tidak menyebutkan orang-orang itu di antara para penumpang-penumpang perahu. Menurut riwayat Sakerdotal: Nuh, keluarganya sendiri dengan tak ada kecualian, dan sepasang dari tiap-tiap jenis binatang. Riwayat Yahwist membedakan antara binatang-binatang suci dan burung di satu pihak dan di lain pihak binatang-binatang yang tidak suci. (terkait binatang suci, bahtera itu memuat 7 dari tiap jenis jantan dan betina, dan yang tidak suci hanya satu pasang). Menurut ayat Yahwist yang sudah dirobah (Keluaran 7, 8), sepasang dari tiap-tiap jenis, baik yang suci maupun yang tidak suci.

Riwayat banjir itu sendiri dimuat dalam Al-Qur’an surat 11 ayat 25 s/d 49, dan surat 23 ayat 23 s/d 30. Riwayat Bibel tidak menunjukkan perbedaan yang berarti tentang tempat perahu itu berhenti, menurut Bibel adalah di gunung Ararat (Kejadian 8, 4), sementara menurut Al-Qur’an tempat itu adalah Joudi 

Allah berfirman,

“Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Joudi, dan dikatakan: “Binasalah orang-orang
yang zalim .” (QS. Huud: 44)

Gunung Joudi ini adalah puncak tertinggi dari gugusan gunung Ararat di Armenia; tetapi tak dapat dijamin bahwa tak ada perubahan nama-nama untuk menyesuaikan antara kedua riwayat. 

R. Blachere berpendapat seperti itu. Menurut dia, banyak nama Joudi di Arabia, jadi persamaan nama mungkin buat-buatan. 

Secara definitif, terdapat perbedaan antara riwayat Quran dan riwayat Bibel.
Perbedaan-perbedaan itu ada yang tak dapat diselidiki secara ilmiah karena tak ada data-data positif, sementara jika kita harus menyelidiki riwayat Bibel dengan perantaraan data-data yang jelas, kita dapat menyatakan bahwa dalam meriwayatkan banjir dalam waktu dan tempat riwayat, Bibel sudah jelas tidak sesuai dengan hasil-hasil penyelidikan pengetahuan modern , sebaliknya, riwayat Al-Qur’an bersih dari segala unsur yang menimbulkan kritik secara objektif. 

dalam kurun waktu antara riwayat Perjanjian Baru dengan kurun waktu riwayat Al-Qur’an apakah manusia secara umum pernah memperoleh informasi yang menyajikan penjelasan yang benar tentang peristiwa banjir tsb? 

Jawaban atas pertanyaan itu adalah “Tidak!” 
Mereka menjawab demikian karena selama ini hanya bergantung pada informasi yang tertulis dalam Perjanjian Lama, karena satu-satunya dokumentasi yang dimiliki oleh umat ini tentang sejarah kuno hanya terdapat pada Perjanjian Lama.

Oleh karenanya, jika faktor manusia tidak dapat menjelaskan perubahan dalam riwayat ini, yakni perubahan yang sesuai dengan pengetahuan modern, maka kita harus menerima penjelasan lain, yaitu: faktor itu adalah wahyu yang datang kemudian, setelah wahyu sebelumnya yang sudah ditulis dalam Bibel mengalami perobahan di sana-sini oleh tangan-tangan jahil para penyesat yang tidak bertanggungjawab!


[Sumber: Amar Ma'ruf Nahi Munkar | Diperbaharui 3 Januari 2021]


Dari Author

Post a Comment

Post a Comment

 
Top