Mungkin sebagian kita masih meragukan tentang kehidupan setelah mati, bagaimana caranya Allah SWT mengembalikan tubuh kita yang telah hancur di dalam tanah serta mengembalikan ruh (yang dicabut dari tubuh saat kematian) bersatu kembali dengan tubuh kita. Sementara itu, betapa banyak pula manusia yang sangat ketakutan menghadapi kematian sehingga berharap dapat hidup selamanya untuk menikmati dunia dan segenap isinya.
Kehidupan setelah mati adalah hal yang mudah bagi Allah SWT, semudah Allah SWT menciptakan segala sesuatu dari tiada menjadi ada. Dalam kehidupan dunia pun kita bisa membuktikan adanya kebangkitan. Jika hidup di negara yang mengalami pergantian 4 musim, maka dapat kita saksikan tumbuh-tumbuhan yang tadinya subur menjadi layu (kuning), lalu berguguran dan pada akhirnya membeku di musim salju (bagaikan pohon yang mati). Saat musim semi tiba udara menjadi hangat, dedaunan mulai tumbuh, kuncup bunga berkembang dan rerumputan pun tumbuh subur kembali.
"DIAlah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu ke suatu negeri yang mati, lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu." (Qs. Faathir [35]: 9).
"Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-NYA, kamu melihat bumi itu kering tandus. Maka apabila Kami turunkan hujan pada permukaannya ia berubah menjadi subur. Sesungguhnya Tuhan yang Maha menghidupkan kembali orang-orang yang sudah mati. Sesungguhnya DIA Maha berkuasa atas segala sesuatu." (Qs. Fushshilat [41]: 39).
Seorang Badui memungut sekerat tulang, dan menantang Muhammad saw: “Hai Muhammad, siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang telah hancur luluh?”
Allah menjawab dengan firmanNYA,
"(Dan) Dia membuat perumpamaan bagi Kami, dan dia lupa kejadiannya. Ia katakan: “Siapa pula yang sanggup menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur luluh itu?” Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Allah yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Tahu tentang segala makhluk.” (Qs. Yaasiin [36]: 78-79).
Sangat mudah bagi Allah SWT menggabungkan kembali ciptaannya yang telah hancur, sedangkan dari yang tiada bisa ia ciptakan menjadi ada yakni bumi, langit dan seisinya.
Saat jabang bayi dalam kandungan lebih kurang selama 9 bulan, ia akan mengalami masa kegelapan, hidup didalam air dan tempat yang sempit didalam perut ibunya. Jika ia bisa berfikir dan berbicara, maka manusia dil uar (perut ibunya) dapat memberikan informasi kepadanya tentang kehidupan dunia yang penuh cahaya, tumbuh-tumbuhan hijau, interaksi sesama makhluk dan kenikmatan lainnya.
Maka ia tentu akan bertanya: “Untuk apa aku didalam perut yang gelap dan sempit ini, kenapa aku tidak segera dikeluarkan?”
Manusia diluar akan menjelaskan: “Engkau harus menjalani proses di sana (dalam perut) agar tubuhmu sempurna dan siap untuk menghadapi kehidupan dunia.”
Sang jabang bayi kemudian mengerti lalu akan berkata: “Baiklah, saya akan mempersiapkan diri sebaik mungkin menghadapi dunia yang penuh kenikmatan dan tantangan itu.”
Dialog diatas sebagai ilustrasi saja dari perpindahan dua alam, alam pra-kelahiran dan alam pasca kelahiran. Jika dianalogikan dengan kehidupan manusia (alam kehidupan) dan alam setelah kematian (kebangkitan), maka seharusnya dunia ini (alam kehidupan) merupakan persiapan yang matang untuk menghadapi alam kebangkitan yang abadi.
Jika kita memahami hakikat hidup ini yang sesungguhnya bersifat sangat sementara, dan memahami pula bahwa ada kehidupan yang abadi setelah kematian, maka kita akan berkata persis seperti jabang bayi tadi: “Baiklah, saya akan mempersiapkan diri sebaik mungkin dengan menjalankan semua perintah Allah SWT dan meninggalkan semua laranganNYA, agar saya siap menghadapi kehidupan setelah mati, dan mendapatkan kebahagiaan yang abadi.”
Masalahnya adalah, kadang-kadang kita melupakan ajaran Allah SWT dalam Al-Qur’an serta sunnah tentang kehidupan setelah mati, atau tidak ada manusia yang telah mengalami kematian yang dapat memberikan penjelasan kepada kita tentang kehidupan setelah mati itu. Jika kita selalu mengingat kematian dan kehidupan setelahnya, tentu kita akan berhati-hati dalam menjalani kehidupan dan selalu berjalan di atas “rel” yang telah ditentukan-NYA.
Orang yang selalu ingat akan kematian adalah orang-orang yang cerdas, karena ia selalu mempersiapkan diri menghadapi kematian itu. Dan ia tidak akan merasa takut terhadap kematian, karena kematian adalah gerbang kehidupan berikutnya yang indah dan abadi. Hanya manusia yang tidak punya bekal saja yang takut menghadapi kematian. Seseorang yang sangat mendambakan kematian akan berucap seperti Rasulullah SAW saat menghadapi sakratul maut: “Aku hanya ingin kembali keharibaan Allah!” Hal ini menunjukkan kerinduan yang sangat untuk bertemu Rabbnya.
Untuk itu, tidak seharusnya kita takut akan kematian karena hal itu hanya akan terjadi sekali saja dalam kehidupan kita. Lakukanlah persiapan yang matang untuk menghadapinya. Dan berharaplah agar pada saatnya nanti malaikat maut akan berkata kepada kita; "Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-NYA. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-KU, dan masuklah kedalam syurga-KU. (Qs. Al-Fajr [89]: 27-30).
Wallahualam.
[Sumer: HayatulIslam.Net | Oleh Azhari]
Post a Comment