Semoga Allah SWT senantiasa menjaga kita diatas agama yang lurus, agama yang Haq dan yang di ridhoi-Nya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita yang menjadi rahmat bagi sekalian alam, yaitu baginda Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassallam, juga kepada sahibul baitnya serta semua yang setia mengikuti risalah yang dibawa oleh beliau Shalallaahu Alaihi Wassallam sampai akhir jaman.
Mengetahui perkara-perkara yang dapat membatalkan wudhu' sangatlah penting. Pasalnya, wudhu’ merupakan salah satu syarat sahnya sholat atau dengan kata lain, Sholat tidak akan sah tanpa berwudhu’
Dalil:
Shahih Muslim No.176; Dari Abu Hurairah r.a., katanya Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: "Tidak diterima shalat seseorang (dari) kamu bila berhadas, sebelum dia ber-Wudhu' lebih dahulu." [HR.Bukhari & Muslim].
Hadas adalah perkara-perkara yang dapat membatalkan wudhu’.
Pada kajian kali ini kami sajikan pembahasan tentang perkara-perkara yang dapat membatalkan wudhu’. Tentunya pembahasan ini tak lepas dari perbedaan pendapat diantara para ‘ulama’ kita. Namun hal ini tidak menjadikan sempitnya dada kita . Justru hal ini akan menambah wawasan dan khazanah ilmu bagi kita sekalian. Semoga Allah SWT selalu mencurahkan rahmat-Nya kepada para ‘ulama kita.
PEMBATAL WUDHU’ MENURUT KESEPAKATAN ULAMA (IJMA’)
1. Keluarnya Sesuatu dari Qubul atau Dubur
Keluarnya sesuatu dari qubul (kemaluan), seperti buang air kecil, keluar air mani, madzi, wadi, darah haidh dan nifas, atau pun yang keluar dari dubur, seperti buang angin dan buang air besar, secara ijma’ (kesepakatan ‘ulama’) semuanya itu dapat membatalkan wudhu’.
Dalilnya adalah firman Allah SWT dalam ayat yang menyebutkan perkara yang mengharuskan wudhu’ bila seseorang ingin mengerjakan sholat: “...... atau salah seorang dari kalian kembali dari tempat buang air.....” (QS Al-Maidah :6)
2. Jima’ (senggama)
Jima’ yaitu hubungan suami-istri dengan bertemunya dua alat kelamin (senggama). Hal ini secara ijma’ dapat membatalkan wudhu’ walaupun tidak keluar air mani. Bahkan jima’ ini merupakan hadats besar yang tidak cukup menghilangkannya atau mensucikannya hanya dengan wudhu’, tetapi harus di sempurnakan dengan mandi. Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: “Jika telah bertemu dua alat kelamin (laki-laki dan perempuan), maka diwajibkan mandi.” [HR. Ahmad No. 24832, Dari Ummul Mukminin ‘Aisyah r.a.]
3. Hilang Akal
Seperti gila, pingsan, mabuk, di bius , dan lain-lain.
PERKARA-PERKARA SEPUTAR PEMBATAL WUDHU’
1. Tidur
Tidur, tidak secara mutlak dapat membatalkan wudhu’. Namun, tidur yang dapat membatalkan wudhu’ adalah tidur yang lelap sehingga apabila keluar hadats ia tidak sadar (tidak merasakannya) karena lelap tidurnya itu. Tidur semacam ini dapat membatalkan wudhu’. Namun bila tidurnya itu masih dalam kondisi sadar, yaitu bila keluar hadats ia akan tahu dan merasakannya. Maka tidur semacam ini tidak membatalkan wudhu’. Sebagaimana hadits Anas bin Malik r.a.: “Dahulu, dimasa Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam, para shahabat pernah menunggu sholat ‘Isya’ hingga kepala mereka terangguk-angguk (disebabkan rasa kantuk yang sangat). Kemudian mereka sholat tanpa berwudhu’.” [HR.Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan di shahihkan oleh Al Imam Ad-Daraquthni]
2. Menyentuh kemaluan
Mayoritas ‘ulama’ berpendapat bahwa menyentuh kemaluan secara langsung (tanpa pembatas), baik itu dengan syahwat maupun tidak, merupakan perkara yang dapat membatalkan wudhu’. Mereka berdalil dengan hadits Busrah bin Shafwan, Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: “Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, maka janganlah sholat hingga berwudhu’.” [HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Muqbil]
3. Makan Daging Unta
Makan daging unta termasuk perkara yang membatalkan wudhu’ berdasarkan hadits Jabir bin Samurah r.a.: “Bahwa ada seorang shahabat bertanya kepada Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam,: “Apakah saya harus berwudhu’ karena makan daging kambing? Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam menjawab: “Jika engkau suka, (maka lakukanlah).” Kemudian ia bertanya lagi: “Apakah saya harus berwudhu’ karena makan daging unta?.” Shalallaahu Alaihi Wassallam menjawab: “ Ya!” [HR. Muslim]
4. Darah Istihadhoh
Istihadhoh ialah suatu penyakit yang berupa keluarnya darah putih kekuning-kuningan seperti lendir dan gatal, yang keluar terus-terusan melalui jalan keluarnya haid (‘v) walau pun tidak pada masa haid. Istihadhoh itu adalah semacam penyakit (keputihan atau pektay). Mayoritas ‘ulama’ berpendapat bahwa darah istihadhoh ini dapat membatalkan wudhu’. Mereka berdalil dengan hadits Fatimah binti Abi Hubays yang mengalami istihadhoh, Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: “Berwudhu’lah tiap kali engkau hendak shalat.” [HR. Al-Bukhari No.226)]
5. Darah (Non-Haid)
Yang dimaksud dengan darah disini adalah darah yang keluar dari tubuh selain dari kemaluan. Seperti darah akibat luka, mimisan, dan karena sebab yang lainnya. Sedangkan hukum darah yang keluar dari kemaluan adalah sebagaimana kajian yang telah lewat.
Apakah darah yang keluar selain dari kemaluan dapat membatalkan wudhu’?
Al Imam Al Baghowi menyatakan bahwa mayoritas para shahabat dan tabi’in berpendapat bahwa darah tidak membatalkan wudhu’. Ini juga merupakan pendapat Al Imam Malik, Asy Syafi’i, Ibnu Taimiyah, An-Nawawi, dan yang lainnya.
Dalil yang menunjukkan bahwa darah tidaklah membatalkan wudhu’, baik sedikit maupun banyak, adalah hadits tentang shahabat Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam yang bernama ‘Abbad bin Bisyir r.a.. Beliau tetap melanjutkan sholatnya walaupun darahnya terus mengalir akibat luka tikaman anak panah pada tubuhnya. [HR. Al-Bukhari secara mu’allaq, Ahmad secara maushul, dan Abu Dawud. Hadits ini dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahihah Sunan Abu Dawud].
Seandainya perkara tersebut membatalkan wudhu’, niscaya beliau akan diperintah untuk mengulangi sholatnya. Bahkan dahulu para shahabat sering terjun ke medan tempur (jihad) hingga badan dan pakaian mereka berlumuran darah, namun tidak dinukilkan sama sekali bahwa perkara tersebut dapat membatalkan wudhu’.
6. Muntah
Sebagian ‘ulama berpendapat bahwa muntah dapat membatalkan wudhu’. Demikianlah pendapat Abu Hanifah dan para pengikutnya. Mereka berdalil dengan hadits ‘Aisyah r.a., bahwasanya Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: “Barangsiapa yang muntah, atau keluar darah dari hidung (mimisan), atau muntah yang keluar dari tenggorakan (gumoh), atau keluar madzi, maka berpalinglah dari sholatnya lalu berwudhu’. Kemudian teruskanlah shalatnya tersebut selama ia tidak berbicara.” [HR.Ibnu Majah dan didho’ifkan Asy Syaikh Al Albani]
Sementara mayoritas ‘ulama berpendapat bahwa muntah bukan termasuk pembatal wudhu’. Adapun hadits ‘Aisyah diatas, dilemahkan oleh banyak para ‘ulama, seperti Al Imam Asy Syafi’i, Ahmad bin Hambal, Ad Daraquthni, Ibnu Ma’in dan yang lainnya. Oleh karena itu, perkara tersebut tidaklah dapat membatalkan wudhu’ selama tidak ada dalil yang abash baik dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah yang shahihah. Inilah pendapat yang dipilih Al Imam Asy Syafi’i, Imam Malik, Al Imam An-Nawawi dan yang lainnya. (Lihat Nailul Author 1/210)
Al Imam An-Nawawi berkata: “Tidaklah batal wudhu’ karena keluarnya sesuatu dari selain dua jalan (qubul atau pun dubur) seperti berdarah akibat luka, bekam, muntah dan mimisan, baik keluarnya banyak ataupun sedikit.” (Al Majmu’, 2/63)
Apabila seorang muntah, meski pun hal itu tidak membatalkan wudhu’, namun disunnahkan untuk berwudhu’, sebagaimana hal ini telah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Berkata Abu Darda, “Bahwasanya Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam muntah, maka beliau berbuka (dengan sebabnya) dan kemudian berwudhu.” [Shahih Tirmidzi no.87]
7. Menyentuh Wanita
Ada sebuah permasalahan yang banyak ditanyakan oleh baik kaum laki-laki maupun kaum wanita, yaitu bilamana seorang wanita bersentuhan dengan kaum laki-laki setelah berwudhu’, maka batal atau tidakkah wudhu’nya? Dan sedemikian pula sebaliknya, batalkah wudhu’ seorang laki-laki bila menyentuh kaum wanita setelah berwudhu’? Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita simak kajian di bawah ini:
Seorang ulama besar dan terkemuka yaitu Imam Al Imam Asy Syafi’i Rahimuhullah, dan ulama’ lainnya berijtihad bahwa menyentuh wanita adalah termasuk pembatal wudhu’. Mereka berdalil dengan firman Allah SWT: “Atau kalian ‘menyentuh’ wanita…” (QS An-Nisaa:43)
Tekstual dari ayat diatas menunjukkan “menyentuh” wanita termasuk pembatal wudhu’. Inilah ijtihad mereka. Semoga Allah SWT merahmati mereka semua.
Sebagian ‘ulama yang lainnya berpendapat bahwa hal itu tidaklah membatalkan wudhu’. Mereka menafsirkan kata “menyentuh” pada ayat tersebut dengan artian Jima’ (senggama), seperti pendapat dari para shahabat dan ulama besar seperti: Ibnu Abbas, Ali bin Abi Thalib; Ubay bin Ka’ab; Mujahid;, Thawus; Al Hasan Al Basri, ‘Ubaid bin ‘Umair; Said bin Jubair; Asy Sya’bi, Qotadah; dan, Muqatil bin Hayyan. (Lihat Nailul Author 1/218, Taudhilhul Ahkam 1/291, dan Tafsir Ibnu Katsir 2/222)
Tafsiran mereka ini diperkuat dengan Hadits ‘Aisyah r.a., beliau berkata: “Saya pernah tidur di depan Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam yang ketika itu beliau sedang shalat dalam keadaan kedua kakiku di arah kiblat beliau, maka ketika hendak sujud, beliau menyentuhku dengan ujung jarinya hingga akupun menekuk kedua kakiku. Bila beliau berdiri, aku kembali membentangkan kedua kakiku.” [HR. Al-Bukhari no. 328 dan Muslim no.512]
Dalam hadits yang lain, ‘Aisyah juga mengabarkan sbb: “Di suatu malam,aku pernah kehilangan Rasulullah dari tempat tidurku. Maka aku pun meraba-raba mencari beliau hingga kedua tanganku menyentuh bagian dalam kedua telapak kaki beliau yang ketika itu sedang dalam keadaan sujud dan sedang berdo’a: Ya Allah, aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemurkaan-Mu, dan dengan maaf-Mu dari hukuman-Mu. Dan aku berlindung kepada-Mu dari-Mu. Tidaklah dapat aku menghitung pujian atas-Mu sebagaimana yang Engkau puji terhadap diri-Mu.” [HR. Muslim No.486]
Oleh karena itu seorang ulama ahli tafsir dari kalangan penganut madzhab Syafi’iyyah yaitu Al Imam Ibnu Katsir menafsirkan kata “menyentuh” itu adalah jima’ (senggama) berdasarkan hadits diatas.
Dan berdasarkan ke dua hadits diatas itu pula, kita mendapat jawaban yang terang bahwa seorang wanita bila bersentuhan dengan kaum laki-laki setelah berwudhu’, maka wudhu’nya tidaklah batal dan inilah pendapat yang benar, Insya’ Allah.
Inilah beberapa perkara terkait dengan pembatal-pembatal wudhu’. Mudah-mudahan penjelasan ini bermanfaat bagi pembaca dan juga bernilai di sisi Allah SWT.
Wallahu ’alam Bishawwab.
Alhamdulillah, segala puja dan puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Robbul ‘Alamin. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassallam beserta keluarga, istri, para shahabatnya serta pengikut mereka dalam kebajikan hingga datangnya hari pembalasan nanti.
"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka."
Ø¥ِÙ†ّ اللَّÙ‡َ ÙˆَÙ…َÙ„َائِÙƒَتَÙ‡ُ ÙŠُصَÙ„ُّونَ عَÙ„َÙ‰ النَّبِÙŠِّ ÙŠَا Ø£َÙŠُّÙ‡َا الَّØ°ِينَ آمَÙ†ُوا صَÙ„ُّوا عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„ِّÙ…ُوا تَسْÙ„ِÙŠ ماً َ
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi.
Hai orang-orang yang beriman, ber-Shalawatlah kamu untuk Nabi
dan ucapkanlah Salam penghormatan kepadanya.”
(QS Al-Ahzab [33]:56)
Dari Buletin Islam Al-Ilmu Edisi No:02/I/VI/1429
assalamualaikum mohon izin download gambar. terima kasih
ReplyDelete