Sifat Wudhu Rasulullah SAW
Para pembaca yang mulia,
Semoga Allah SWT senantiasa menjaga kita diatas agama yang lurus, agama yang Haq dan yang di ridhoi-Nya. “Inad- diina indal laahil islam”
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, utusan Allah yang menjadi rahmat bagi sekalian alam, yaitu baginda Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassallam, juga kepada keluarga beliau serta seluruh umat yang setia mengikuti risalah yang dibawa oleh beliau Shalallaahu Alaihi Wassallam sampai akhir jaman.
Wudhu' merupakan suatu amalan rutinitas yang selalu lekat dengan pribadi muslim. Ibadah sholat tidak akan sah dan tidak diterima di sisi Allah tanpa berwudhu’ sebelumnya, bagi seorang yang berhadats.
Dalil:
HR Bukhari:6440-Muslim No.440; Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda:
"Allah tidak akan menerima shalat seseorang diantara kalian bila berhadats sampai dia ber-Wudhu'." (Shahih Muslim No.176).
Dari Abu Hurairah r.a., katanya Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: "Tidak diterima shalat seseorang kamu, bila berhadas, sebelum dia ber-Wudhu' lebih dahulu."Demikianlah wudhu’ memiliki peranan penting dalam keabsahan sholat. Hanya saja wudhu’ itu tidak hanya terkait dengan amalan sholat saja, bahkan ia terkait juga dengan amalan-amalan selainnya.Sehingga wudhu’ pun selalu lekat dan menjadi ciri khas pada diri seorang muslim.
Pada topik kali ini, akan disajikan pembahasan tata cara wudhu’ sesuai dengan bimbingan sunnah Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam, dengan harapan amalan wudhu’ yang selalu lekat dan kerapkali dilakukan oleh seorang muslim akan membuahkan rahmat dan ganjaran dari Allah Azza wa Jalla.
Humran, maula (pelayan) Utsman bin Affan pernah melihat Utsman bin Affan r.a. meminta air wudhu’. Kemudian beliau berwudhu’ dengan cara menuangkan air pada kedua telapak tangan nya, lalu beliau r.a. mencucinya sebanyak tiga kali. Kemudian Utsman r.a. mengambil air dari bejana dengan tangan kanannya, lalu beliau r.a. berkumur-kumur (madhmadhah) dan beristinsyaq (menghirup air ke hidung). Setelah itu beliau mencuci wajahnya tiga kali, lalu mencuci kedua tangannya sampai kedua sikunya tiga kali. Kemudian mengusap kepalanya, kemudian beliau mencuci kedua kakinya sebanyak tiga kali. Setelah itu Utsman bin Affan r.a. berkata: “Demikianlah aku melihat Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam berwudhu’ seperti cara yang aku lakukan, kemudian Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: “Barang siapa yang berwudhu' seperti wudhu’ku ini (sesuai dengan bimbinganku), sesudah itu dia sholat dua raka’at dengan penuh konsentrasi, tidak memikirkan yang lainnya, pasti ia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lampau" (HR.Muslim-No. 332)
Dari 'Utsman bin Affan r.a., katanya dia mendengar Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: "Setiap orang muslim, apabila tiba waktu sholat wajib, lalu dia wudhu' sesempurna mungkin, sesudah itu dia sholat se-khusu' mungkin, niscaya Allah menghapus dosa-dosanya yang telah lalu selama dia tidak berbuat dosa besar. Demikianlah halnya sepanjang masa." (Shahih Muslim-No. 179)
Berikut ini penjelasan kaifiyyah (tata cara) wudhu’ yang dipetik dari hadits diatas disertai penjelasan dari hadits-hadits yang lain yaitu sebagai berikut:
1. Berniat
Dengan kalimat : “NAWAITU WUDHU’A LIRAF’IL HADATSIL ASHGHORI ADA’AN LILLAAHI TA’ALA” (“Aku berniat bersuci dari hadas kecil karena Allah Ta’ala”)
Niat, merupakan syarat utama dari semua amalan ibadah. Niat itu tempatnya ada di dalam qolbu (hati) tanpa diucapkan dengan lisan. Al Hafidz Ibn Hajar Al Asqalani Asy Syafi’i berkata: “Niat itu tempatnya dalam hati” [Lihat Fathul Bari hadits no.1]
2. Basmalah
Demikian pula, hendaknya membaca basmalah (بِسْÙ…ِ اللهِ الرَّØْمنِ الرَّØِيمِ) terlebih dahulu sebelum berwudhu’. Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: “Tidaklah sempurna wudhu’ tanpa membaca basmalah.” (HR Abu Dawud no.92 dari shahabat Abu Hurairah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
a. Mencuci kedua telapak tangan
Setelah membaca basmalah disunnahkan mencuci kedua telapak tangan sebelum berkumur-kumur. Al Imam An Nawawi Asy Syafi’i mengatakan:”Ulama telah bersepakat bahwasanya mencuci kedua tangan hukumnya sunnah.” (Syarah Shahih Muslim,3/89)
b. Madhmadah & Istintsar
Setelah mencuci kedua telapak tangan, kemudian berkumur-kumur (madhmadhah) dan beristinsyaq (menghirup air ke hidung). Bermadhmadhah dan beristinsyaq dilakukan dengan menggunakan tangan kanan dan secara bersamaan (tidak terpisah). Berdasarkan hadits Humran, maula Utsman r.a. dalam satu riwayat, “Kemudian beliau r.a. mengambil air dari bejana dengan tangan kanannya, lalu beliau r.a. bermadhmadhah dan beristinsar.” (HR.Muslim-No. 332)
Al Imam An Nawawi dalam Al Minhaj Syarh Sahih Muslim mengatakan sesungguhnya tidak ada dalil yang shahih yang menunjukkan keterpisahan antara madhmadhah dengan isytinsyaq. Adapun hadits yang menyebutkan adanya pemisahan antara keduanya yang diriwayatkan Thalhah bin Musharrif dari bapaknya dalam Sunan Abu Dawud adalah hadits dhaif (lemah). Sebagaimana penjelasan Al Hafidz Ibnu Hajar Asy Syafi’i dalam kitabnya Bulughul Maram. Sehingga tidak bisa dijadikan dalil (sandaran) dalam menetapkan sebuah hukum. Istintsar (mengeluarkan air dari hidung) dilakukan dengan tangan kiri sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ali bin Abi Thalib r.a. dalam Sunan An Nasaa’i.
3. Membasuh wajah
Berikutnya, mencuci wajah. Batasan wajah yang harus dicuci adalah dari awal tempat tumbuhnya rambut kepala (bagian atas dahi) hingga dagu.Dan antara telinga kanan hingga telinga kiri termasuk rahang, sebagaimana penjelasan Al Imam Asy Syafi’i dalam Al Umm (jilid 1/77). Saat mencuci wajah , disunnahkan bagi yang telah tumbuh jenggotnya untuk menyela-nyelanya hingga mengenai kulit wajahnya. Shahabat Utsman bin Affan r.a.menceritakan: “Dahulu Rasulullah menyela-nyela jenggotnyaketika berwudhu’.” (HR.At Tirmidzi, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah) .
Namun bila jenggot itu lebat hingga ttidak tampak lagi kulit wajah tempat tunmuhnya jenggot, maka diwajibkan membasuh bagian yang Nampak darinya saja, sebagaimana penjelasan Al Imam Asy Syafi’i dalam kitabnya Al Umm (jilid 1/78),Asy Syaikh Al Utsaimin dan para ulama yang lainnya.
4. Mencuci kedua tangan
Setelah mencuci kedua tangan, Batasan tangan yang harus dicuci adalah mulai dari dari ujung jari jemari sampai siku. Dan siku juga termasuk bagian tangan yang harus dicuci. Hal ini diperjelas dari riwayat Nu’aim bin Abdillah Al Munjir r.a. yang pernah melihat Abu Hurairahberwudhu’ dengan mencuci tangannya hingga melewati suku. Kemudian Abu Hurairah berkata: “Demikianlah aku melihat cara wudhu’ Rasulullah berwudhu’.” (HR Muslim no.246)
Ketika mencuci tangan , hendaknya menyela-nyela jari jemari. Sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam, dalam hadits Laqith bin Shobirah r.a.:”Jika engkau berwudhu’, maka sempurnakanlah! Dan hendaknya engkau menyela-nyela antara jari-jemari.” (HR Abu Daud, At-Thirmidzi, An-Nasa’i dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’)
5. Mengusap kepala
Berikutnya, mengusap kepala. Kepala cukup dengan diusap saja tanpa dicuci, sebagaimana wudhu’ Nabi Shalallaahu Alaihi Wassallam yang dipraktekkan oleh Utsman r.a dalam hadits di atas dan juga sebagaimana kandungan surat Al-Maidah, ayat ke-6: “Dan usaplah kepala kalian,” Kepala wajib diusap seluruhnya. Sebagaimana pendapat yang dikuatkan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar Asy Syafi’i dalam Fathul Baari (1/363), berdasarkan sebuah hadits dari Abdullah bin Zaid bin Ashim r.a. ketika beliau mencontohkan wudhu’ Nabi Shalallaahu Alaihi Wassallam: “Beliau memulai mengusap dari bagian depan kepalanya dengan kedua tangannya hingga ketengkuknya, kemudian beliau mengusap lagi dari tengkuknya hingga ke posisi awal ketika mengusap (bagian depan kepala).” (HR. Al Bukhari no.185 dan Muslim no. 235)
6. Mengusap kedua telinga
Setelah mengusap kepala, maka langsung mengusap kedua telinga tanpa harus mengambil air baru lagi. Hukum mengusap kedua telinga adalah wajib, karena telinga merupakan bagian dari kepala. Sebagaimana hadits Ibnu Abbas, Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam berkataa: “Kedua telinga adalah bagian dari kepala.” (HR Abu Daud, At-Thirmidzi, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah)
7. Mencuci kedua kaki
Berikutnya, mencuci kedua kaki sampai mata kaki. Batasan kaki yang harus dicuci sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Al-Maidah ayat ke-6: “ .. dan cucilah kaki kalian hingga mata kaki.”
Dan juga diperjelas dalam hadits dari shahabat Abu Hurairah r.a. ketika beliau berwudhu’ sampai anggota bagian kaki, beliau mencuci kaki kanan sampai hampir masuk betis, kemudian beliau berkata: “Demikianlah aku melihat cara wudhu’ Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam”. (HR.Muslim no.245)
Sehingga mata kaki juga termasuk bagian kaki yang harus dicuci. Disaat mencuci kedua kaki hendaknya menyela-nyela jari-jemari kaki dengan jari kelingking. Hal tersebut dijelaskan dalam sebuah hadits dari sahabat Al Mustaurid bin Syaddad, beliau berkata: “Saya melihat Rasulullah menyela-nyela antara jari-jemari kakinya dengan jari kelingking ketika berwudhu.” (HR.Abu Daud, An-Nasa’i dan Ibnu Majah, hadits ini disahkan oleh Asy Syaikh Al-Albani, permasalahan ini telah dijelaskan secara panjang lebar oleh Al Imam Asy Syafi’i dalam kitabnya yang ternama yaitu Al Umm (jilid 1/81)
Sunat melebihkan wudhu’ dari batas wajib.
Dari Nu’aim bin Abdullah Al Mujmir r.a. katanya: “Aku melihat Abu Hurairah mengambil wudhu’. Mula-mula dicucinya muka-nya melebihi batas wajib dengan sempurna bagus. Kemudian dicucinya tangannya yang kanan hingga masuk ke lengan, kemudian tangannya yang kiri hingga masuk lengan juga. Sesudah itu disapunya kepalanya. Kemudian dicucinya kaki kanannya hingga masuk ke betis dan begitu juga dgn kaki kirinya. Kemudian setelah itu ia berkata: “Begitulah kulihat Rasulullah Shallahu’alaihi Wasalam berwudhu’.” Lalu disampaikannya sabda Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam. “Pada hari kiamat kelak, anda semua akan tampakbercahaya-cahaya gilang gemilang karena anda menyempurnakan wudhu’ anda sebagus-bagusnya. Karena itu lebihilah batas-batasbatas tertentu yang diwajibkan mencucinya ketika berwudhu’.” (Shahih Muslim no.192).
8. Berdo’a sesudah berwudhu’
Guna menyempurnakan amalam wudhu’ yang mulia ini, Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam mengajarkan kepada kita do’a setelah berwudhu’. Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: “Tidaklah seorang diantara kalian berwudhu’, lalu mengucapkan: “Asyhadu an la ilaha illallah wahdahu la syarikalah wa asyhadu ana Muhammadan ‘abduhu warasuluh..” (HR.Muslim no.234) Atau dengan tambahan: “Allahumaj’alni minattawwabina wa ja’alni minal muthathohiriin.” (HR..At Tirmidzi no.50) "Kecuali akan dibukakan dibukakan baginya delapan pintu Al-Jannah (surga), dan diberikan kebebasan baginya untuk masuk dari pintu mana yang ia suka.”
Akhirul kata, demikianlah kaifiyyah (tata cara) wudhu’ yang dipetik dari hadits Humran maula Utsman r.a dan diperjelas dengan hadits-hadits lainnya. Namun ada catatan penting yang terkait dengan hadits Humran diatas. Tampak dari hadits itu bahwa setiap anggota wudhu’ yang dicuci itu dilakukan sebanyak tiga kali. Para ulama menjelaskan itu bukanlah batasan yang mutlak. Namun boleh dilakukan sekali sebagaimana dalam riwayat Al-Bukharino.157dari shahabat Ibnu Abbas r.a.,dan juga boleh dua kali sebagaimana dalam riwayat Al Bukhari no. 158 dari shahabat Abdullah bin Zaid r.a.
Namun, akan lebih afdhol dilakukan tiga kali agar wudhu’ kita menjadi lebih sempurna sebagaimana yang biasa di lakukan Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam yang menganjurkannya agar melebihkan wudhu’ dari batas wajib sebagaimana hadits berikut ini:
Dari Nu’aim bin Abdullah Al Mujmir r.a. katanya: “Aku melihat Abu Hurairah mengambil wudhu’. Mula-mula dicucinya muka-nya melebihi batas wajib dengan sempurna bagus.Kemudian dicucinya tangannya yang kanan hingga masuk ke lengan, kemudian tangannya yang kiri hingga masuk lengan juga Sesudah itu disapunya kepalanya. Kemudian dicucinya kaki kanannya hingga masuk ke betis dan begitu juga dgn kaki kirinya. Kemudian setelah itu ia berkata: “Begitulah kulihat Rasulullah Shallahu’alaihi Wasalam berwudhu’.” Lalu disampaikannya sabda Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam., “ Pada hari kiamat kelak, anda semua akan tampak bercahaya-cahaya gilang gemilang karena anda menyempurnakan wudhu’ anda sebagus-bagusnya. Karena itu lebihilah batas-batas batas tertentu yang diwajibkan mencucinya ketika berwudhu’.” (Shahih Muslim no.192).
Kecuali mengusap kepala, dalam hal ini ada perbedaan ijtihad diantara ulama. Sebagian mereka membolehkan mengusap kepala lebih dari sekali. Mereka berdalil dengan keumuman hadits Utsman bin Affan r.a dalam riwayat Muslim no.230 dan juga hadits dalam Sunan Abi Dawud no.96, bahwa Nabi SAW mengusap kepala sebanyak tiga kali. Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa mengusap kepala cukup sekali. Berdasarkan hadits dari Ali Bin Abi Thalib r.a “Dan Rasulullah mengusap kepalanya sekali usapan”. (HR.Muslim, Abu Daud no.99, At Tirmidzi no.48)
Terkait dengan permasalahan diatas maka kami menasihati diri kami dan saudara-saudara kami seiman agar selalu menilai dan menyikapi setiap permasalahan itu secara ilmiyah berdasarkan bimbingan Al-Qur’an dan tuntunan As-Sunnah agar mendapat ridha dari Allah SWT. Betapa indah nesihat Al Imam Asy Syafi’i Imam Besar Ahlus Sunnah ketika beliau berkata: “Jikalau kalian mendapati dalam kitabku suatu pendapat yang menyelisihi sunnah Rasulullah, maka ikutilah sunnah Rasulullah tersebut dan tinggalkan pendapatku tadi.” (Al Majmu’, 1/63)
Wallahu A’lam Bis Showab.
Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Azza wa Jalla. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassallam beserta keluarga dan shahabatnya.
Ø¥ِÙ†ّ اللَّÙ‡َ ÙˆَÙ…َÙ„َائِÙƒَتَÙ‡ُ ÙŠُصَÙ„ُّونَ عَÙ„َÙ‰ النَّبِÙŠِّ ÙŠَا Ø£َÙŠُّÙ‡َا الَّØ°ِينَ آمَÙ†ُوا صَÙ„ُّوا عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„ِّÙ…ُوا تَسْÙ„ِÙŠ ماً
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi.
Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
(QS Al-Ahzab [33]:5)
Tidak ada dalam hadits dan ahli sunnah yang mengajarkan niat dg melafalkan niat seperti di atas.
ReplyDelete