Menu

Gus Mendem Gus Mendem Author
Title: Menyikapi Petunjuk Allah
Author: Gus Mendem
Rating 5 of 5 Des:
Segala puji hanya milik Allah Azza wa Jalla, Tuhan seru sekalian alam. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan-Nya kepada junjungan kita, bagi...


Segala puji hanya milik Allah Azza wa Jalla, Tuhan seru sekalian alam. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan-Nya kepada junjungan kita, baginda Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam beserta ahlul bait-nya, para shahabat Salaffus Shalih, para tabi'in, tabi'ut tabi'in serta seluruh umat Islam yang setia dan menegakkan ajaran-risalah beliau hingga akhir zaman.


Firman Allah SWT:

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ وَمِنْهُم
مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
"Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah.Yang demikian itu itu adalah karunia yang amat besar." (QS Fathir [35]: 32).

Ada tiga tipe umat terkait sikap mereka terhadap Alquran:
  1. Dhalimun Linafsih,
  2. Muqtashid, dan
  3. Saabiq Bil Khairaat.

Dhalim linafsih artinya orang yang menganiaya diri sendiri, yaitu mereka yang meninggalkan sebagian amalan wajib dan melakukan sebagian yang diharamkan, seperti misalnya:
  • orang menjalankan salat tetapi korupsi,
  • menjalankan saum Ramadan tetapi suka riya,
  • pergi salat Jumat tetapi menggunjing orang,
  • membayar zakat tetapi menyakiti tetangga,
  • membelanjai istri tetapi juga menyakitinya,
  • berhaji tetapi menzalimi karyawan.

Pendek kata, Dhalimun linafsih adalah orang yang terpadu dalam dirinya kebaikan dan keburukan, yang wajib kadang ditinggalkan, yang haram kadang diterjang.

Muqtashid artinya orang pertengahan, yaitu mereka yang menunaikan seluruh amalan wajib dan meninggalkan segala yang haram, walau terkadang masih meninggalkan yang sunah dan mengerjakan yang makruh.

Seluruh kewajiban ia penuhi, baik kewajiban pribadi (seperti salat, zakat, puasa, dan haji) maupun kewajiban menyangkut hak orang lain (seperti berbakti pada orang tua, menafkahi istri, berbuat adil, dan seterusnya).Yang haram ia tinggalkan, seperti, mencela, mengumpat, memeras, dan seterusnya. Ia kadang meninggalkan amalan sunah dan kadang melakukan hal yang makruh. Bukan berarti orang semacam ini tidak pernah berbuat dosa, tetapi jika ia berbuat dosa Allah mengampuni dosanya lantaran taubat atau hal lain yang menghapuskannya.

Saabiq Bil Khairaat artinya orang yang beregegas dalam kebaikan, yaitu mereka yang menunaikan seluruh yang wajib dan sunah, meninggalkan yang haram dan makruh, juga sebagian yang mubah.

Syaikhul Islam dalam Majmu' Fatawa menulis, "Saabiq bil khairaat adalah mereka yang mendekatkan diri (bertaqarrub) dengan segenap kemampuannya untuk menunaikan yang wajib dan yang sunah serta meninggalkan yang haram dan makruh, walaupun ini tidak menutup kemungkinan golongan muqtashid, dan saabiq bil khairaat mempunyai dosa yang dihapuskan darinya, baik itu dengan taubat, amalan yang bisa menghapus dosa, musibah, atau yang lain". 

Perhitungan Mereka di Akhirat
Abu Darda mendengar Rasulullah saw bahwa:
  • Kelompok Saabiqun adalah mereka yang akan masuk janah (surga) dengan tanpa hisab.
  • Kelompok Muqtashid adalah mereka yang akan dihisab dengan hisab yang ringan (hisaban yasiira).
  • Kelompok Dhalimun adalah mereka yang mendapat rintangan sepanjang mahsyar, kemudian Allah menghapus kesalahannya karena rahmat-Nya, hingga mereka berkata, 

وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ إِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٌ شَكُورٌ 
الَّذِي أَحَلَّنَا دَارَ الْمُقَامَةِ مِن فَضْلِهِ لَا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌ وَلَا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٌ 
"Dan mereka Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Rab kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (jannah) dari karunia-Nya; didalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu." (QS Fathir [35]: 34--35). (R Imam Ahmad).

Di Mana Posisi Kita?
Dalam Tafsir Ibnu Katsir halaman 534 disebutkan bahwa suatu ketika ibunda Aisyah r.a. ditanya oleh Uqbah bin Shuhban al-Hinai tentang ayat di atas. Beliau menjawab, "Wahai anakku, mereka berada di janah. Adapun sabiq bil khairat adalah mereka yang telah berlalu pada masa Rasulullah saw., Rasulullah menjanjikan untuk mereka janah. Adapun muqtashid adalah mereka yang mengikuti jejaknya dari kalangan sahabatnya sehingga bertemu dengan mereka. Adapun dhalim linafsih adalah seperti aku dan kalian?."

Komentar ibunda Aisyah r.a. yang mengelompokkan dirinya ke dalam dhalim linafsih, tentu sebuah ketawadhu'an, sebagaimana dinyatakan oleh Uqbah bin Shuhban, menurutnya, Ibunda Aisyah justru termasuk pemuka sabiq bil khairat. Namun, bagi kita tidak ada alasan untuk tidak menyatakan diri kita sebagai muqtashid apalagi sabiq bil khairat.
Tampaknya yang tersisa bagi kita adalah posisi dhalimun linafsih. Betapa tidak? Setiap hari kita selalu bergelimang dosa. Terlalu banyak kewajiban yang kita tinggalkan, juga terlalu banyak larangan yang kita terjang. Setiap waktu kita sering melihat hal yang tidak boleh dilihat, mendengar hal yang tak boleh didengar, dan berucap ucapan yang dilarang.
Tiga kelompok di atas memang akhirnya dinyatakan akan masuk janah, karena mereka adalah umat Muhammad saw. yang bertauhid. Namun, bagi kelompok dhalim linafsih sungguh berada pada posisi terancam. Mengapa? untuk dapat memasuki janah, kelompok ini harus melewati proses hisab yang berat. Beruntung jika mendapat ampunan dan rahmat Allah, hingga selamat dalam meniti shirat, jika tidak, api neraka akan turut menjilati tubuh sebagai pembalasan atas dosa yang dilakukan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Fatawa menulis, "Dhalimun linafsih termasuk dalam kelompok orang-orang yang beriman, mereka mendapatkan walayah (kecintaan) dari Allah sebatas iman dan takwanya, dan sekaligus mendapatkan adawah (permusuhan) sebatas kefajirannya. Yang demikian itu karena pada seseorang bisa jadi terkumpul kebaikan-kebaikan yang menjanjikan pahala dan kejelekan-kejelekan yang menjanjikan siksa, sehingga seseorang mungkin saja diberi pahala dan disiksa. Ini adalah pendapat seluruh sahabat, para imam dan Ahlus Sunnah wal-Jamaah yang menyatakan bahwa siapa pun yang dihatinya ada seberat zarah dari iman, tidak akan kekal di neraka."

Semoga kita termasuk golongan yang mendapat rahmat dan ampunan Allah, hingga terhindar dari panasnya api neraka. Wallahu a'lam. (Abu Zahrah)


[Dari: Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia]

Dari Author

Post a Comment

 
Top