Salah satu metode penyerangan Barat terhadap kebudayaan dan ajaran Islam adalah dengan mengadakan berbagai penelitian dan penyelidikan mengenai Islam. Para misionaris merupakan peneliti barat pertama yang hadir di berbagai negara Islam dan melakukan penelitian mengenai Islam dan aspek-aspek kehidupan umat Muslim. Di masa lalu, motivasi terpenting para misionaris adalah motivasi agama. Sebagian besar tulisan-tulisan mereka mengenai Islam menggunakan berbagai sumber dari abad pertengahan dengan memperhatikan kondisi waktu itu, misalnya perang Salib dan interaksi antara Islam dan Kristen di Andalusia dan Spanyol pada abad 10-11 M.
Berbagai tulisan diterbitkan agar orang-orang Kristen Eropa berpandangan buruk terhadap Islam. Tujuan utama para misionaris pada tahun-tahun tersebut ialah untuk menjauhkan orang-orang Kristen dari mengenali Islam yang sebenarnya. Para misionaris tersebut berupaya memunculkan citra Islam yang negatif dan gambaran wajah Islam yang telah tercoreng dan karenanya tidak dapat diterima di kalangan masyarakat Barat. Namun kemudian, tentu saja, setelah terjadinya Renaisance motivasi politik dan ekonomi menjadi bercampur-baur dengan motivasi agama.
Pada tahun-tahun ini, terbentuklah kelompok baru dari kalangan peneliti Barat yang disebut sebagai orientalis atau ahli ketimuran, yang secara lahiriah mengadakan penelaahan dan penelitian mengenai Islam dengan cara dan metode ilmiah. Namun beberapa waktu kemudian terbukti bahwa penelitian ini menghasilkan penulis-penulis yang menulis tentang Islam dengan cara-cara menyimpang dan tendensius. Mereka berusaha menciptakan keragu-raguan terhadap agama-agama samawi.
Para misionaris selalu berusaha menciptakan keragu-raguan terhadap Islam dan menghapuskan kesucian agama Ilahi ini. Mereka mengenalkan agama Islam sebagai sebuah agama duniawi yang jauh dari nuansa dan eksistensi Ilahi. Mereka menginginkan agar proses tahrif atau penyelewengan yang terjadi pada sejarah dua agama Ilahi terdahulu, yaitu Yahudi dan Kristen, juga terjadi dalam sejarah agama Islam.
Sebagaimana kita ketahui, dalam sejarah Yahudi dan Kristen, tampil sebuah kelompok yang mengklaim diri sebagai pendukung utama agama. Orang-orang tersebut, meski secara lahiriah menjaga dan berpegang teguh pada risalah mereka, yaitu Taurat dan Injil, namun secara bertahap menyampaikan khutbah-khutbah yang bertentangan dengan kitab suci mereka.
Penyimpangan dalam kedua agama ini terlihat secara jelas dan bahkan diakui oleh para pemuka gereja dengan dikeluarkannya sebuah perintah dari Paus untuk membentuk sebuah komisi penyelidikan khusus guna menyusun penafsiran baru terhadap Injil. Masalah ini dilaporkan oleh berbagai kantor berita pada tahun 1993. Komisi penelitian itu menyebutkan bahwa setelah mengadakan pengkajian dan mengamatan berbagai segi terhadap berbagai versi kitab Injil, disimpulkan bahwa isi kitab tersebut tidak relevan dengan hukum-hukum Ilahi.
Surat kabar Australia “The Australian” terbitan Sydney pada tahun 1995 telah melaporkan bahwa Dewan Yahudi dan Kristen Australia mengusulkan penghapusan nama orang-orang Yahudi dari Injil, kemudian diganti dengan nama-nama sebagian penduduk Baitul Maqdis. Surat kabar Australia ini menulis bahwa revisi terhadap berbagai pasal Injil yang bertujuan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan umat manusia dewasa ini, mendapatkan reaksi keras dan luas dari kalangan orang-orang Kristen.
Para misionaris dengan memunculkan berbagai keraguan terhadap kitab suci umat Muslim, yakni Al-Qur’anul Karim, berusaha mengurangi nilai kesucian kitab Ilahi ini. Para misionaris ini meyakini bahwa melalui cara tersebut, apa yang terjadi dalam agama yahudi dan Kristen juga akan terjadi dalam agama Islam. Oleh karena itu, salah satu cara propaganda kelompok misionaris dan orientalis ini adalah berusaha agar orang-orang Islam menerima bahwa Nabi saw memiliki guru orang-orang Yahudi dan Kristen. Hal ini dinyatakan oleh David Shamuel Margoliuth, seorang dosen di Universita Oxford yang hidup antara tahun 1858 sampai 1940.
Dalam bukunya yang berjudul Mohammad and The Rise of Islam dia menulis bahwa Jabir adalah seorang guru yang mengajar Nabi Muhammad. Lalu, setelah dia mendengar wahyu Ilahi yang disampaikan oleh nabi Muhammad, yaitu beberapa ayat dari Surat Yusuf, jabir pun akhirnya masuk Islam. Fakta yang ditulis Margoliuth ini memiliki kontradiksi. Bagaimana mungkin seseorang yang awalnya adalah guru nabi, kemudian bisa dipengaruhi oleh muridnya dan memeluk agama Islam?
Metode dakwah kaum Misionaris, selalu menyelewengkan Islam dan berupaya untuk merendahkan nilai-nilai Islam serta menunjukkan wajah buruk Islam yang jauh dari peradaban umat Muslim yang sesungguhnya. Hendry Jesp seorang propagandis AS, menyebut umat Islam tidak berperadaban. Ia menulis:
"Islam telah memberikan pukulan yang telak terhadap kebudayaan dan peradaban manusia. Tidak bisa dilupakan bahwa dalam periode kegelapan Abad Pertengahan, dimana saat itu Eropa berada di bawah kekuasaan Gereja, sehingga tak seorang pun dapat berbicara dengan Ilmu, namun umat Muslim telah berpengalaman dan menjadi bukti sejarah, betapa mereka yang senantiasa dibawah ajaran-ajaran Islam, telah tampil menjadi pelopor pada salah satu periode berkembangnya Ilmu dan Peradaban Sejarah Ummat Manusia."
Ny. Dr. Zigrid Hunakeh seorang peneliti Jerman dalam sebuah buku yang berjudul Kebudayaan Islam di Eropa, menyinggung berbagai kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Industry umat Muslim. Dalam mukaddimah bukunya ia menulis:
"Meski Dunia Islam berkembang di Eropa spanjang 1400 tahun, namun berbagai informasi mengenai peradaban Islam sangat sedikit yang mereka (orang Eropa) peroleh bila dibandingkan dengan berbagai peradaban lainnya. Meski demikian, kebanyakan informasi mengenai Islam adalah salah. Dan ini merupakan dosa orang-orang Barat dalam penulisan sejarah yang senantiasa mencegah menjelaskan hakikat. Para penulis sejarah Kristen sengaja melakukan penyelewengan yang serius terhadap umat Islam sehingga mahakarya-mahakarya yang bersumber dari Peradaban Islam nampak menjadi remeh dan tidak berarti. Bahkan para penulis sejarah baru juga melakukan tekhnik meremehkan semacam ini, sekecil apapun konspirasi yang nampak mereka tutup mulut dan membiarkan hal itu terus berlanjut."
Ny. Dr. Zigrid Hunakeh dalam lanjutan pernyataannya menulis:
"Tak seorangpun dapat bercerita bahwa sesungguhnya pada abad-abad perengahan tetangga Eropa yang paling dekat adalah kaum Muslimin, kaum yang selama 800 tahun menjadi pelopor dunia peradaban. Berkembangnya peradaban Islam mencapai dua kali lipat peradaban Yunani, sehingga mempengaruhi dunia barat. Siapa yang berbicara mengenai kenyataan ini, dan siapa pula yang kemudian disebut-sebut mengenainya di dalam sejarah?"
Peneliti Jerman ini menandaskan:
"Yang penting kita harus jujur mengenai kebenaran peradaban Islam. Ini tentang sikap seseorang terhadap kebenaran yang hakiki, dimana masyarakat Eropa hingga saat ini tidak mampu menjadi juri yang jujur dan tidak memihak, apalagi menunjukkan rasa hormat terhadap kenyataan tersebut. Mereka bahkan menutupi kepalanya dan tidak menjelaskan peranan mendasar umat Muslim dalam pembangunan peradaban Eropa. Mereka, umat Muslim itu, telah merajut berbagai perangkat Peradaban. Mereka semua dengan segala kemampuannya telah berkecimpung dalam hal tersebut, sehingga mereka semua berhak unuk mendapatkan ucapan terima kasih."
Dengan memperhatikan aktifitas para misionaris semacam ini, nampaknya secara maksimal mereka berusaha melakukan propaganda tentang kehebatan ajaran Kristen, meski sesungguhnya mereka memiliki berbagai informasi (terbatas) mengenai keunggulan ajaran-ajaran Islam yang dapat ditelusuri dari sejarah perkembangan peradaban penganut Agama Ilahi ini. Karena itu, barangsiapa yang tidak mengenal cara dan teknik-teknik debat para misionaris pastilah tidak mengerti tujuan delegasi-delegasi yang konon membawa berita gembira dari Tuhan ini (Bersambung).
Post a Comment
Post a Comment