Pada bagian sebelumnya kita telah menyimak aktifitas kelompok misionaris Kristen yang telah berlangsung selama bertahun-tahun, bahkan berbad-abad, yakni dengan berbagai cara "menyusupkan" utusan-utusan mereka ke tengah-tengah masyarakat Islam. Mereka telah berhasil membentuk lembaga-lembaga yang terorganisir rapi, dengan apa kemudian secara sistematis dan tiada henti berupaya menciptakan berbagai keraguan di dalam keyakinan umat muslim akan ajaran Islam. Untuk itu, selanjutnya mari coba kita lihat usaha lain mereka yang terbilang sangat "rendah", yakni melakukan penyelewengan terhadap penerjemahan Al-Quran.
Sebagian besar dari terjemahan Al-Qur’an ke dalam berbagai Bahasa Eropa yang telah bertahun-tahun dilakukan oleh para misionaris dan kelompok orientalis ini jauh dari kebenarannya yang hakiki. Peneliti seperti Marakachi dari Italia, memperoleh inspirasi untuk menerjemahkan Al-Qur’an dari para misionaris. Andre Duryer (1580-1660) seorang warga Burgan Prancis telah menerbitkan sebuah terjemahan sederhana mengenai Al-Qur’an dalam bahasa Prancis dengan judul Alcoron Mahomet. Dia bekerja sebagai pedagang dan melaksanakan urusan-urusan Konsuler Prancis di negara-negara Timur. Buku Duryer ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa Eropa, dan selama lebih dari satu abad telah menjadi sumber pengetahuan masyarakat Eropa tentang Islam.
Setelah itu, muncul tokoh lain bernama Arthur John Arberry (1905-1969) seorang Inggris ahli masalah timur yang dengan menyebutkan berbagai contoh kekurangan dalam terjemahan Andre Duryer, lalu menulis:
“Inilah pandangan penterjemah yang tendensius, fanatik, dan memiliki keyakinan terhadap Al-Qur’an. Terjemahan Andre sangat jauh dari kebenaran dan tidak melakukan penelaahan yang mendalam.”
George Sale (1697-1736), satu lagi orang Inggris ahli masalah timur dan juga seorang penerjemah Al-Qur’an, juga menulis:
“Selama bertahun-tahun bahkan berabad-abad, berbagai informasi yang diperoleh oleh masyarakat Eropa mengenai Islam dan Al-Qur’an bersumber dari kelompok-kelompok Kristen fanatik. Dengan dasar tendensi dan dendam, mereka mengetengahkan berbagai alasan yang dibuat-buat. Sifat dan perilaku umat Muslim yang baik, dilupakan samasekali. Namun, apabila mereka membicarakan keburukan umat Muslim, mereka justru menampilkan kekurangan itu sebesar gunung."
Salah satu cara yang ditempuh oleh kelompok misionaris ialah melakukan berbagai penerjemahan Al-Qur’an ke dalam berbagai bahasa daerah secara tidak sempurna dan kurang, lalu menerbitkan dan membagi-bagikannya di antara kabilah-kabilah dan suku-suku yang jauh. Misalnya, sewaktu kelompok misionaris Kristen masuk ke Afrika, mereka langsung mencetak Injil dan terjemahan sebagian dari surat-surat Al-Qur’an. Sudah barang tentu para misionaris menterjemahkan Al-Qur’an sedemikian rupa sesuai dengan kehendak mereka, kemudian dibagi-bagikan kepada masyarakat setempat. Tujuan utama kelompok misionaris ini adalah agar warga pribumi mengerti bahwa Al-Qur’an telah diselewengkan, sehingga mereka dapat membandingkan dan mengesankan sedemikian rupa bahwa Kristen lebih baik dari Islam.
Sekalipun kelompok misionaris ini telah berupaya dalam bidang tersebut, namun berbagai peristiwa sejarah dan berlalunya zaman telah menunjukkan betapa para misionaris tersebut tidak berhasil mencapai tujuannya. Karena itulah penduduk asli Afrika tidak menggubris pernyataan dan perbuatan mereka, bahkan mereka memalingkan wajah mereka. Hasil dari perbuatan kelompok misionaris yang memutarbalikkan fakta ini justru adalah semakin berkembangnya Islam di Afrika. Bahkan Islam menyebar ke benua Amerika dari Afrika. Contoh-contoh gerakan ini juga dapat dilihat di Asia. Misalnya di Libanon pendeta Kristen yang fanatik bernama Yusuf Haddad, telah menerbitkan puluhan buku Islam dan Al-Qur’an yang banyak mengandung ayat-ayat yang diselewengkan.
Perlu diketahui bahwa pertentangan yang ada di dunia Kristen sendiri telah melahirkan empat versi Injil yang saling berbeda, yaitu Injil Markus, Johanes, Lukas, dan Matius. Sementara di dunia Islam hanya ada satu kitab suci, yakni Al-Qur’anul Karim. Kitab yang sejak diturunkan kepada Nabi Muhammad saw hingga detik ini isinya tidak sedikitpun berubah, dan tidak ada perbedaan samasekali antara satu dengan yang lain (meski dicetak di berbagai negara - terutama yang dicetak di Madinah) baik pada ayat maupun kalimat-kalimatnya. Ini merupakan saalahsatu bukti bahwa ia merupakan wahyu Allah swt yang betul-betul sangat terpelihara untuk disampaikan kepada umat manusia dari generasi ke generasi.
James A. Mechz, seorang wartawan surat kabar, menulis: "Al-Qur’an bukan seperti Injil. Ia tertulis dalam bentuk untaian indah, tapi bukan syair, dan bukan pula sajak-sajak biasa. Isi Al-Quran dapat memberikan kenikmatan dan gelora iman kepada yang mendengarnya!"
Upaya kelompok misionaris untuk mencoreng citra dan ajaran-ajaran Al-Qur’an ini, memiliki berbagai alasan yang berbeda-beda. Di antaranya adalah usaha untuk menutup-nutupi kekurangan dan kelemahan ajaran Kristen, takut kehilangan kekayaan dan kedudukan di dunia, serta karena kebodohan dan fanatisme yang tidak logis. Namun demikian, ada juga orang-orang orientalis yang berusaha secara obyektif mengetahui hakikat ajaran Islam yang cemerlang ini. Misalnya dalam menghadapi orang-orang seperti Ignaz Goldziher (1850-1921) seorang Orientalis asal Hungaria, Hertwick Hirchfield, menyebutkan bahwa Al-Qur’an bukanlah sebuah ajaran tunggal, ia menulis:
"Sejak saat kami menemukan bahwa Al-Qur’an merupakan sumber berbagai ilmu pengetahuan, tidak perlu diherankan lagi bila seluruh permasalahan yang berhubungan dengan langit dan bumi, kehidupan manusia, perdagangan, dan berbagai jenis transaksi dimuat dalam Al-Qur’an dengan sangat baik dan mengagumkan. Melalui cara inilah Al-Qur’an menghadapi berbagai masalah yang besar dan penting. Perkembangan ilmu pengetahuan yang menakjubkan yang dipelopori oleh dunia Islam yang selama 5 abad telah memberikan pengaruh positif pada dunia kemanusiaan, secara tidak langsung membuat kita berhutang budi pada dunia Islam ini.
Pada berbagai ayatnya, Al-Qur’an berkali-kali memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk mengajak umatnya agar memperhatikan masalah maknawi. Pada bagian lain, ayat-ayat Allah ini menyeru umat manusia untuk membantu dan berbuat baik kepada orang lain. Al-Qur’an juga menciptakan berbagai perkembangan yang besar dalam penelitian kedokteran, bahkan secara global dan tersirat memberi petunjuk kepada dunia kedokteran. Dengan alasan itulah Nabi Mohammad saw dalam menyifati Al-Qur’an, berkata, “Al-Qur’an itu secara lahiriah indah dan secara batiniah mengandung makna yang sangat dalam. Ayat-ayatnya memiliki makna yang tak akan pernah berakhir dan tidak pernah ketinggalan zaman.” (Bersambung).
Post a Comment
Post a Comment