Menu

Gus Mendem Gus Mendem Author
Title: 8 Alasan Al-Quran merupakan Kitab Tercanggih di Bumi
Author: Gus Mendem
Rating 5 of 5 Des:
Kitab suci Al-Qur’an adalah kitab suci yang akan terjaga kemurniannya. Allah SWT telah berjanji bahwa Dia yang menurunkan Al-Qur’an dan Dia...
Kitab suci Al-Qur’an adalah kitab suci yang akan terjaga kemurniannya. Allah SWT telah berjanji bahwa Dia yang menurunkan Al-Qur’an dan Dia juga yang menjaganya. Janji Allah ini tertulis dalam Al-Quran:
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya.”  (QS.Al-Hijr [15]:9)

SEJARAH MUSHAF AL-QUR'AN
Pada masa Rasulullah SAW, ketika ada ayat Al-Qur’an yang turun, untuk memudahkan dalam menghafal, Rasulullah SAW meminta juru tulisnya untuk mencatat dan menunjukkan posisi ayat tersebut dalam surat-surat Al-Qur’an. Para juru tulis Rasulullah SAW di antaranya Ali bin Abu Thalib, Zaid bin Tsabit, dan Ubai bin Ka’ab.

Ketika zaman Khalifah Abubakar, terjadi peperangan di Yamamah tahun 12H. Pada perang tersebut ada 70 qari dan sekaligus hafidz (penghafal Al-Qur’an) sahabat Rasulullah SAW yang gugur. Atas usulan dari Umar bin Khattab, tulisan-tulisan Al-Qur’an yang tercecer di sana-sini dikumpulkan menjadi satu.

Tulisan-tulisan tersebut tercerai berai karena ditulis di pelepah kurma, daun lontar, batu, dan sebagainya. Di lingkungan sahabat, belajar Al-Qur’an dengan mengandalkan kekuatan hafalan mereka.

Selanjutnya pada masa Khalifah Utsman, dibentuklah panitia penulisan Al-Qur’an untuk dibukukan jadi mushaf. Melalui kerja keras, berdasarkan hafalan dari para sahabat Rasulullah SAW yang masih hidup dan kumpulan tulisan-tulisan yang ada, akhirnya tugas berat tersebut dapat diselesaikan.

Ada 5 mushaf induk sebagai panduan dan disebarkan ke Makkah, Syria, Basrah, Kufah, dan 1 lagi tetap berada di Madinah. Mushaf inilah yang kemudian disalin dan disebarluaskan ke seluruh dunia.

Pada tahun 1436M ditemukan mesin cetak oleh Johannes Guttenberg. Dari penemuan ini akirnya ditemukan mesin cetak dengan huruf Arab pada tahun 1486M.

Pada tahun 1684M dalam upaya untuk mempelajari Islam dan bahasa Arab, Al-Qur’an mulai dicetak di Hamburg. Kegiatan serupa juga dilakukan di Bavaria, Rusia, dan Qazan. Seterusnya pada tahun 1834M telah ada cetakan khusus Al-Qur’an di kota Luziq.

Pada tahun 1890M di Kairo, dicetak mushaf Al-Milkhallalaty yang mematuhi rasm ‘ustmany dan diberi tanda waqf. Hal serupa dilakukan oleh para ulama Al-Azhar pada tahun 1923M. Setelah cetakan pertama tersebut, dilakukan lagi pemeriksaan dengan lebih teliti pada mushaf. Kegiatan ini dipimpin langsung Syeikhul Azhar untuk cetakan yang kedua.

Kerajaan Saudi pun tidak mau ketinggalan. Dengan biaya yang cukup tinggi dimulailah proyek Mushaf Makkah Al-Mukkaramah dengan membeli mesin cetak dari Amerika Serikat. Setelah proses penulisan dan koreksi selama 5 tahun, yang melibatkan ahli khat ternama, para ulama, serta masyikhah Al Azhar.

Pada tahun 1947M dimulai percetakan Al-Qur’an ukuran besar dan selesai tahun 1949M. Setelah itu, baru dicetak untuk berbagai ukuran. Di tahun 1984M di atas tanah 250.000 m2 dibangunlah percetakan Al-Qur’an terbesar di dunia, yang berada di Madinah Al-Munawwarah.

MUKJIZAT AL-QUR'AN
Selain terjaga keasliannya, Al-Qur’an setidaknya memiliki 8 Keistimewaan, yaitu :

1. Keajaiban pada susunan ayat dan huruf-hurufnya
2. Keajaiban pada kisah-kisahnya,
3. Dapat dihapalkan,
4. Mengajarkan Ahlaq serta Kebaikan,
5. Tidak kontradiktif antar ayat,
6. Tidak bertentangan dengan Sains,
7. Memiliki bahasa yang indah,
8. Dapat dipraktekkan di setiap waktu,

Ke-8 kecanggihan ini, berkumpul di dalam satu kitab (Al-Qur’an), yang rasanya mustahil bisa ditiru oleh kitab-kitab lainnya.

Benarlah, bahwa Allah SWT yang menurunkan Al-Qur’an dan sekaligus menjaganya. Bacaan Al-Qur’an juga tidak mungkin diganti, karena ada begitu banyak orang yang hafal Al-Qur’an di seluruh dunia.

Jadi, janji Allah SWT pasti akan selalu dilaksanakan. Sangatlah rugi bagi kita umat Islam, yang tidak mau mencintai dan mempelajari dengan sungguh-sungguh, apa isi dari Al-Qur’an.

SEJARAH PENCETAKAN AL-QUR'AN
Al-Qur’an pertama kali dicetak dengan the movable type, (jenis mesin cetak yang ditemukan oleh Johannes Gutenberg sekitar 1440M di Mainz, Jerman) oleh Paganino & Alessandro Paganini (ayah dan anak, keduanya adalah ahli pencetakan dan penerbitan), pada bulan Agustus 1538 di Venice, Italia (sekarang lebih dikenal dengan Venesia. Sarjana Islam menyebut kota ini dengan al-Bunduqiiyah). Sebagian informasi menyatakan bahwa cetakan ini konon tidak beredar karena dilarang Gereja Katolik. Akhirnya cetakan tersebut dimusnahkan.

Namun informasi lain menyatakan bahwa, cetakan Al-Qur’an yang dibuat oleh Paganino dan Alessandro Paganini akan dikirim ke Imperium Ottoman. Ketika Alessandro Paganini pergi ke Istanbul untuk menjual produknya (Al-Qur’an cetakan), Kaisar Ottoman tidak menyambutnya dengan hangat karena banyak kesalahan di dalamnya, apalagi yang mencetak adalah orang yang dianggap kafir (non-muslim). Memang, sultan Ottoman, Bayazid-II (1447 atau 1512M) dan Salim-I (1470-1520M) pernah mengeluarkan larangan penggunaan buku-buku yang dicetak. Namun kebenaran isu ini masih tetap perlu diteliti lebih lanjut.

TERJEMAH AL-QURAN PERTAMA
Pelarangan peredaran Al-Qur’an sudah berlangsung berabad-abad semenjak Paus Clemens VI sekitar 1309M. Hingga akhir, Al-Qur’an boleh dicetak dan diedarkan apabila disertai komentar penyangkalan dan kritikan atas kebenaran isi Al-Qur’an. Hal ini mendorong dicetaknya terjemah Al-Qur’an. Terjemah Al-Qur’an pertama kali ke dalam bahasa Latin dicetak di Nurenberg pada 1543M.

Terjemahan Al-Qur’an bahasa Latin dipersiapkan di Toledo oleh Robert of Ketton (Robertus Ketenensis), dibantu oleh seorang native Arab dan diedit oleh teolog Zurich, Theodore Bibliander. Edisi ini terdiri dari tiga bagian: Al-Qur’an itu sendiri; sejumlah pembuktian kesalahan Al-Qur’an oleh sarjana terkemuka; dan sejarah Turki. Edisi ini sukses besar dan dicetak ulang pada 1550M.

Ada juga cetakan-cetakan bagian Al-Qur’an, yakni Surah Yusuf. Cetakan surah Yusuf ini dilakukan oleh orientalis Belanda Thomas Epernius (1584-1624M) pada 1617 di Leiden. Awalnya Surah Yusuf dijadikan sebagai bahan latihan untuk pelajaran bahasa Arab. Pada tahun tersebut Epernius telah mendidirikan percetakannya dengan tipe Arabic, yang disebut dengan ‘Erpenian type’, sebuah landmark dalam sejarah tipografi Eropa tentang Arab.

Pencetakan Al-Qur’an berikutnya dilakukan di Hamburg pada 1694M oleh Abraham Hinckelmann yang memberikan kata pengantar dengan bahasa Latin. Empat tahun kemudian, yakni 1698, Al-Qur’an cetakan edisi Latin diterbitkan oleh Ludovico Maracci dengan tujuan teologis, dimana edisi ini dilengkapi dengan teks Arab dan terjemah bahasa Latin dan penolakan atas Islam oleh Ludovico Maracci.

Pada tahun 1701M orientalis Andreas Acoluthus dari Breslau mempublikasikan sebuah lembaran untuk sebuah poliglot Al-Qur’an, yang di dalamnya di mencetak Surah Pertama Al-Qur’an dalam bahasa Arab, Persia dan Turki.

Pada tahun 1787M, Yang Mulia Ratu Rusia Tsarina Catherin-II memerintahkan agar Al-Qur’an dicetak dengan tujuan politis, seperti toleransi keagamaan. Dia ingin agar keturunan Muslim Turki mudah mengakses kitab suci tersebut. Al-Qur’an cetakan ini di-tahqiq oleh sarjana-sarjana Islam dan diberi kutipan-kutipan keterangan dari kitab-kitab tafsir. Kemudian edisi ini dicetak lagi pada tahun 1789, 1790, 1793, 1796 dan 1798.

Pendirian percetakan di dunia Islam tertunda karena para sultan di Kekaisaran Ottoman melarang penggunaan buku-buku yang dicetak oleh orang Eropa—yang menurut mereka kafir. Oleh sebab itu, penerbitan untuk mencetak buku-buku didirikan pada akhir abad ke-15 di Constantinopel dan kota-kota lainnya di Imperium Ottoman.

Baru kemudian pada tahun 1787M Kekaisaran Ottoman mencetak Mushaf Al-Quran dan diterbitkan di St. Petersburg, Rusia. Edisi cetakan ini lebih dikenal dengan edisi Malay Ustmani.

Edisi ini lalu diikuti oleh percetakan lainnya. Di kota Volga, Kazan, Al-Qur’an pertama kali dicetak pada tahun 1801M (ada pula yang menyatakan pada tahun 1803M). Persia (Iran) mulai mencetak Al-Qur’an pada tahun 1838M. London pada tahun 1833M. India pada tahun 1852M, dan Istanbul pada tahun 1872M.

Pada tahun 1834M, Al-Qur’an dicetak di Leipzig dan diterjemahkan oleh orientalis Jerman, Gustav Leberecht Flügel. Mungkin cetakan Al-Qur’an yang lebih baik dibandiingkan dengan edisi-edisi yang dicetak orang-orang Eropa sebelumnya. Edisi ini dilengkapi dengan concordance (pedoman penggunaan) Al-Qur’an yang dikenal dengan ‘Flugel edition’. Terjemahan Flugel membentuk fondasi penelitian Al-Qur’an modern dan menjadi basis sejumlah terjemahan baru ke dalam bahasa-bahasa Eropa pada tahun-tahun berikutnya. Edisi ini kemudian dicetak lagi pada tahun 1841, 1855, 1867, 1870, 1881 dan 1893.

Namun edisi ini dinilai masih memiliki banyak kecacatan, terutama pada sistem penomeran surah yang tidak sesuai dengan yang digunakan umat Islam umumnya.

AL-QURAN CETAKAN MESIR
Pada tahun 1798M, percetakan dimulai di Mesir. Pada saat itu Napoleon Bobaparte (1769-1821) berkampanye dengan mencetak leaflet dan pamflet-pamflet dekrit-dekrit dan peraturan Napoleon. Namun ketika Muhammad Ali Basha menjadi penguasa Mesir pada 1805, dia memulai lagi kerja percetakan pada 1819M dan percatakan itu dinamai “al-Matba‘ah al-Ahliyah” (The National Press).

Namun pencetakan Al-Qur’an di Mesir baru dimulai tahun antara 1923-1925M. Edisi ini dicetak dengan percetakan modern. Edisi Mesir ini menjadi mushaf standar dimana bacaan Al-Qur’an sudah diseragamkan. Edisi Mesir adalah salah satu dari ratusan versi bacaan Al-Qur'an (qiraat) yang beredar sepanjang sejarah perkembangan kitab suci ini. Edisi itu sendiri merupakan satu versi dari tiga versi bacaan yang bertahan hingga zaman modern. Yakni masing-masing, versi Warsh dari Nafi yang banyak beredar di Madinah, versi Hafs dari Asim yang banyak beredar di Kufah, dan versi Al-Duri dari Abu Amr yang banyak beredar di Basrah. Edisi Mesir adalah edisi yang menggunakan versi Hafs dari Asim. Edisi Mesir ini juga dikenal dengan edisi Raja Fadh karena dialah yang memprakarsainya.

Di Asia Tenggara, Al-Qur’an dicetak sendiri oleh orang daerah. Pada tahun 1848M, menurut penelitian Abdurrazak dan Proudfoot, Muhammad Azhari, orang asli Sumatera membuat sebuah litografi Al-Qur’an yang kemudian dia cetak pada tahun 1854. Kisahnya, setelah kembali dari pengembaraannya di Makkah, dia mampir di Singapura memberi peralatan dan perlengkapan percetakan.

Selanjutnya, pada tahun 1947M untuk pertama kali Al-Qur’an dicetak dengan teknik cetak offset yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf yang indah. Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang kaligrafer Turki yang terkemuka, Badiuzzaman Sa’id Nursi (1876-1960M). Kemudian sejak tahun 1976 Al-Qur’an dicetak dalam berbagai ukuran dan jumlah oleh percetakan yang dikelola oleh pengikut Sa’id Nursi di Berlin (Jerman).

Mulai abad ke-20 pencetakan Al-Qur’an sudah ditangani oleh umat Islam sendiri dan menjamur di negara-negara Islam. Pada tahun 1984M berdirilah percetakan khusus Al-Quran “Majma’ Malik Fahd Li Thibaah Mushaf Syarif”, percetakan terbesar di dunia, yang memang hanya mencetak Al-Quran saja. Letaknya di kota Madinah. Lembaga ini berada di bawah Kementerian Agama Kerajaan Arab Saudi.

Madinah Al-Munawwarah sebagai tempat percetakan Al-Qur’an ini karena Madinah adalah kota Al-Qur’an. Semenjak edisi Raja Fadh ini, Al-Qur’an mulai dicetak dengan berbagai ukuran, bentuk, jenis kaligrafi, hiasan (ornamen) dan penambahan keterangan-keterangan lainnya, sebagaimana yang kita temukan sekarang ini.

Raja Fahd, disebut Pelayan dua kota suci, memilih Madinah Al-Munawwarah sebagai tempat percetakan Al-Qur’an ini karena Madinah adalah kota Al-Qur’an, di sana Qur’an ditulis, diharkati, dan dari sana dibagi-bagikan ke seluruh penjuru dunia. Peletakan batu pertama dilaksanakan pada 16 Muharram 1403 atau 2 November 1982M. Dan komplek ini mulai beroperasi pada bulan Safar 1405 atau Oktober 1984. Komplek seluas 1.250 m2 terletak di pinggir jalan dari Madinah ke arah Tabuk. Komplek banguan ini dilengkapi dengan kantor, perawatan, percetakan, gudang, pemasaran, tarnsportasi, asrama. Juga di samping masjid komplek ada klinik, perpustakaan dan kantin.

Untuk meyakinkan bahwa hasil cetakan sama sekali tak ada kesalahan maka cetakannya harus melalui beberapa tahapan: Para ulama ahli mengawasi teks dengan mengawi volume yg hendak dicetak, dan setiap volume harus ditandatangani untuk meyakinkan keabsahan dan izin mencetak. Ketika mulai dicetak pada jam tertentu sehingga hasil cetakan muncul dari alat yang bekerja rata-rata 5 menit, lalu para lajnah yang terdiri atas para ulama ahli mengoreksi cetakan ini sehingga tak ada kesalahan. Bila ada kesalahan alat langsung dimatikan. Setelah dicetak, volume diserahkan ke bagian pengumpulan, penjahitan dan penjilidan. Proses ini berjalan di bawah pengawasan para ahli. Mushaf yang telah dijilid diletakkan di dalam troli yang memuat 900 mushaf. Lalu diambil salah satu contoh dari setiap troli, diperiksa halaman per halaman.

Bila ditemukan kesalahan lajnah divisi pengawas memberi pengumuman. Troli kemudian dibawa ke divisi pengawasan terakhir (jumlah pekerjanya 750 orang). Mereka meneliti setiap naskah, lalu bila sudah oke diberi stempel “telah diperiksa”. Lalu divisi peneliti mengambil beberapa mushaf yang sudah distempel untuk diperiksa kembali. Setelah selesai melewati rangkaian setiap cetakan lalu ditulis dalam sebuah laporan lengkap tentang naskah yang telah disahkan, dan yang dapat catatan serta yang hilang.

[Gus Mendem | Dari berbagai sumber]

Dari Author

Post a Comment

 
Top