Boleh jadi yang satu ini sering kita lupakan, yakni apa yang sudah sejak lama diisyaratkan oleh orang-orang shaleh terdahulu; para salafush shalih, bahwa sesungguhnya amalan orang tua sangat berpengaruh pada keshalehan anak-anaknya.
Orang tua yang shaleh niscaya akan mendatangkan manfaat kepada anaknya di dunia, bahkan sampai di akhirat. Sebaliknya, orang tua yang gemar berbuat maksiat akan memberi pengaruh buruk terhadap pendidikan akhlak anak-anaknya.
Oleh karena itu, orang tua yang menginginkan anak-anak yang shaleh hendaknya selalu beramal shaleh dengan ikhlas, hanya mengaharapkan ridha Allah semata dengan tentunya senantiasa bersandar pada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Selalulah berdoa! Insya Allah, harapan mendapatkan anak-anak yang shaleh akan diijabah sebagaimana Allah mengabulkan dan memelihara orangtua dan anak-anak yang shaleh seperti dicontohkan dalam kisah berikut ini.
Kisah Dua Anak Yatim
Diriwayatkan dalam kisah Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS yang penuh pelajaran berharga. Semoga kita dapat memetik pesan moral di dalamnya.
Diriwayatkan dalam kisah Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS yang penuh pelajaran berharga. Semoga kita dapat memetik pesan moral di dalamnya.
Allah Ta’ala berfirman ,
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ
“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu.” (QS. Al Kahfi : 82)
Suatu saat Nabi Musa dan Khidr –‘alaihi salam melewati suatu perkampungan. Lalu mereka meminta kepada penduduk di kampung tersebut makanan dan meminta untuk dijamu layaknya tamu. Namu penduduk kampung tersebut enggan menjamu mereka. Lalu mereka berdua menjumpai dinding yang miring (hampir roboh) di kampung tersebut. Khidr ingin memperbaikinya. Kemudian Musa berkata pada Khidr,
لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا
“Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.” (QS. Al Kahfi: 77).
Namun apa kata Khidr?
Khidr berkata,
Khidr berkata,
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا
“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh.” (QS. Al Kahfi : 82)
Lihatlah! Allah Ta’ala telah menjaga harta dan simpanan anak yatim ini, karena apa? Allah berfirman (yang artinya), “sedang ayahnya adalah seorang yang saleh.” Ayahnya memberikan simpanan kepada anaknya ini, tentu saja bukan dari yang haram. Ayahnya telah mengumpulkan harta untuk anaknya dari yang halal, sehingga karena keshalehannya ini Allah juga senantiasa menjaga anak keturunannya.
Hendaknya Orang Tua Senantiasa Memperhatikan yang Halal dan Haram
Oleh karena itu, hiasilah diri dengan amal shaleh bukan dengan berbuat maksiat. Carilah nafkah dari yang halal bukan dari yang haram. Perbaguslah makanan, minuman, dan pakaian hingga saat kita menengadahkan tangan untuk berdo’a pada Allah, maka tangan-tangan dan hati yang memohon itu bersih. Jika amal sholeh dilakukan dengan cara ini, niscaya Allah akan senantiasa memperhatikan dan Insya Allah, akan mengabulkan doa orangtua yang mengnginginkan anak-anak yang shaleh. Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman,
Oleh karena itu, hiasilah diri dengan amal shaleh bukan dengan berbuat maksiat. Carilah nafkah dari yang halal bukan dari yang haram. Perbaguslah makanan, minuman, dan pakaian hingga saat kita menengadahkan tangan untuk berdo’a pada Allah, maka tangan-tangan dan hati yang memohon itu bersih. Jika amal sholeh dilakukan dengan cara ini, niscaya Allah akan senantiasa memperhatikan dan Insya Allah, akan mengabulkan doa orangtua yang mengnginginkan anak-anak yang shaleh. Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman,
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Ma’idah : 27)
Cobalah kita renungkan, bagaimana mungkin kita boleh berharap do’a-do'a kita akan diijabah oleh Allah jika hasil usaha, makan dan minum yang kita peroleh berasal dari perbuatan yang tidak diridhai Allah seperti misalnya menipu orang lain, korupsi, dan perbuatan-perbuatan maksiat lainnya, atau bahkan dengan berbuat syirik?!
Sebaik-Baik Teladan adalah Salafush Shalih Terdahulu
Lihatlah saudaraku - para ayah dan bunda - perkataan orang-orang shaleh terdahulu ini. Semoga Allah senantiasa memberi petunjuk kepada kita untuk selalu beramal sholeh.
Lihatlah saudaraku - para ayah dan bunda - perkataan orang-orang shaleh terdahulu ini. Semoga Allah senantiasa memberi petunjuk kepada kita untuk selalu beramal sholeh.
Sebagian mereka berkata, “YA BUNAYYA LA’AZIDUNNA FI SHOLATI MIN AJLIKA"
[Wahai anakku, sungguh aku menambah shalatku karenamu].”
[Wahai anakku, sungguh aku menambah shalatku karenamu].”
Sebagian ulama mengatakan, “Maksudnya adalah aku memperbanyak shalat dan memperbanyak do’a untukmu, wahai anakku, dalam setiap shalatku.”
Jika orang tua senantiasa mentadaburi kitabullah, membaca surah Al-Baqarah, surat Al- Falaq, surah An-Naas (Al-Maw’idzatain), atau surah dan amalan lainnya, niscaya malaikat akan turun ke rumah di mana ayat-ayat suci Al-Quran dilantunkan, karena dihidupkannya bacaan kitab suci Al-Qur’an, sedangkan syaitan akan kabur dari rumah tsb!
Tidak diragukan lagi bahwasanya turunnya malaikat ke rumah-rumah seperti ini akan menghadirkan ketenangan dan mendatangkan rahmat bagi seisi rumah, dan sudah barang tentu akan membawa pengaruh yang baik pula pada anak-anak, yang niscaya akan mendapat keselamatan.
Akan tetapi bila orangtua melalaikan amalan baik ini, maka akan berakibat kebalikannya. Syaitan akan senang menghampiri dan tinggal rumah tersebut karena rumah semacam ini tidak dihidupkan dengan dzikir pada Allah. Apalagi bila rumah ini dihiasi dengan berbagai bentuk gambar makhluk bernyawa, musik yang hingar bingar berikut hal-hal yang terlarang lainnya.
Selaku orangtua, marilah kita membiasakan diri untuk introspeksi. Hiasilah hari-hari kita dengan mentadaburi kitabullah. Hiasilah rumah kita dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an. Hiasilah hari-hari kita dengan puasa sunnah, shalat sunnah, shalat malam dan amalan lainnya. Jauhilah berbagai macam maksiat dan perbuatan-perbuatan terlarang yang memasuki rumah kita.
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Shallalallahu 'alayhi wasalam bersabda;
“Tidaklah setiap anak yang lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi .... "
[Hadits diriwayatkan oleh Al-Imam Malik t dalam Al-Muwaththa` (no. 507); Al-Imam Ahmad t dalam Musnad-nya (no. 8739); Al-Imam Al-Bukhari t dalam Kitabul Jana`iz (no. 1358, 1359, 1385), Kitabut Tafsir (no. 4775), Kitabul Qadar (no. 6599); Al-Imam Muslim t dalam Kitabul Qadar (no. 2658)]
Semoga Allah senantiasa memberkahi pendengaran, penglihatan, dan bathin istri, suami, dan anak-anak kita.
Artinya, kitalah yang menjadikan anak-anak kita seperti apa adanya mereka sekarang ini!
Semoga Allah senantiasa memberkahi pendengaran, penglihatan, dan bathin istri, suami, dan anak-anak kita.
Amin, Ya Arhamar Rahimin.
***
Pogung Kidul, 5 Dzulqo’dah 1429
Post a Comment