Seorang imam masjid di London, setiap hari pergi pulang dari rumah ke masjidnya dengan menumpang bus umum yang sama.
Tarif menumpang bus ini biasanya dihitung berdasarkan radius zona yang dilalui, dibayar menggunakan karcis, oyster card (kartu langganan), atau langsung secara tunai kepada sopir karena di sana bus umum hanya dilayani oleh supir tanpa bantuan kondektur. Aturannya, setelah bayar ke supir (atau menempelkan sebentar karcis atau kartu ke panel scanner), baru kemudian cari tempat duduk yang kosong.
Karena hari itu sang imam tidak membawa uang pas (biasanya koin), maka saat naik bus ia pun membayar dengan selembar uang kertas, menerima kembalian dari supir, lalu duduk di bangku belakang yang kosong.
Di tempat duduknya, diam-diam dia menghitung uang kembalian dari supir dan menyadari ternyata berlebih 20 sen!
Sejenak dia berpikir, "Hmmm ... uang ini saya kembaliin atau nggak ya? Ah, cuma 20 sen ini … tokh supir kafir itu nggak tau bahwa dia sudah kasih saya kembalian lebih? Kembaliin, atau masukin saja ke kotak amal di masjid ya?"
Sementara asyik menimbang-nimbang begitu, bus pun sampai di tempat tujuan. Sang imam segera beranjak untuk turun, buru-buru berjalan melewati pak supir.
Ternyata dalam kepalanya kelebihan uang kembalian yang 20 sen tadi masih tetap simpang siur antara akan dikembalikan atau tidak.
Namun ketika sampai di dekat supir, mendadak ia merogoh sakunya lalu mengulurkan 20 sen yang ada padanya kepada supir sambil berkata:
“Ini .... uang kembalian dari anda tadi, berlebih 20 sen”.
Hanya beberapa saat setelah menerima 20 sen itu, tanpa disangka tanpa dinyana, sambil tertawa renyah sang sopir menepuk keras bahu sang imam seraya berkata:
“YES! You're the man!”
“Maksud anda?” Tanya sang imam masjid bingung.
“Bukankah anda imam masjid yang di sana tadi?” Tanya sopir sambil menunjukkan jempol jarinya melalui bahu ke arah belakang.
“Betul” Jawabnya.
Sang supir berkata, “Sebenarnya sudah sejak lama saya diganggu rasa bimbang antara mengikuti keinginan untuk mengunjungi masjid anda guna belajar serba sedikit tentang Islam atau tidak, sebelum mungkin nantinya memutuskan untuk memeluk Islam. Tapi memperhatikan anda sering naik bis ini, timbul keinginan saya untuk menguji anda sebagai imam masjid, apa benar Islam itu seperti yang saya dengar; umatnya ramah, bersahabat, jujur, amanah, dan lain sebagainya? Karena itu tadi sengaja saya beri anda kembalian berlebih, dan coba tebak! Ternyata keraguan saya selama ini terjawab! Anda boleh catat ini, malam nanti saya akan mengunjungi mesjid anda untuk masuk Islam!” Katanya mantap sambil siap-siap untuk meneruskan perjalanannya.
Sementara itu, sesaat setelah turun dari bus, sang imam merasakan kedua lututnya seakan-akan lumpuh! Lemas, tidak kuat lagi menahan tubuhnya yang bergetar seolah baru saja dikejutkan oleh bantingan pintu yang ditutup sangat keras di depan hidungnya!
Berpegang kuat pada salahsatu tiang penyangga halte di dekatnya agar tidak jatuh terduduk, sambil memandang ke langit dengan mata yang berlinang air ia berdoa, "Ya Allah, ampuni hamba! Hampir saja hamba menjual agama-MU dengan harga hanya 20 sen!"
oooOOooo
Sampai di sini, saya pikir tentunya anda bisa mengerti dan setuju kenapa ajaran Islam melarang manusia menyepelekan hal sekecil apa pun yang terjadi dalam keseharian hidupnya, bukan?
YA! Karena boleh jadi sesungguhnya hal-hal kecil itu justru merupakan "sesuatu" yang sangat besar dalam kehidupan kita yang fana ini, atau boleh jadi pula sebaliknya!
Allah berfirman:
"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."(QS. Al-Baqarah: 216)
Post a Comment