[Tayang ulang - September 10, 2011 at 9:18pm]
Saya masih ingat masa kecil saat belajar mengaji di madrasah (semacam sekolah "ekstra kurikuler" untuk anak-anak muslim di kampung halaman saya) dulu. Setidaknya sekali dalam seminggu kami mendapat kesempatan untuk melupakan sejenak bagaimana "membosankanya" belajar membaca Al-Qur'an dan mengkaji - pada taraf kemampuan berfikir anak kecil - tentang hakikat dan dasar-dasar ajaran Islam.
Sebab hari itu adalah saatnya anak-anak mendengarkan pak guru bercerita tentang berbagai kisah teladan islami demi memuaskan permintaan murid-muridnya yang dengan penuh minat saling berdesakan di sekelilingnya sambil tak bosan-bosannya berteriak-teriak; "Lagi, ... lagi, ... ceritakan yang lainnya lagi ustadz!" setiap kali beliau menyelesaikan sebuah kisah.
Salahsatu kisah teladan yang masih membekas dalam di hati saya adalah ini:
Syahdan pada jaman Rasululllah Salallahu'alaihi Wasallam dulu, di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap hari selalu berseru kepada orang-orang yang lalu lalang di dekatnya dengan kalimat-kalimat yang hampir sama, “Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad! Muhammad adalah orang gila, pembohong, dan tukang sihir. Oleh karena itu, jauhilah dia. Apabila kalian mendekatinya, maka kalian pasti akan celaka karena dipengaruhinya!"
Namun ia tidak pernah menyadari bahwa (mungkin sekali) karena itu, setiap pagi Rasulullah Salallahu'alaihi Wasallam selalu mendatanginya dengan membawakan makanan. Dan tanpa berucap sepatah kata pun beliau dengan lemah lembut dan penuh kesabaran menyuapkan makanan yang dibawanya itu kepada sang pengemis. Sementara itu, orang yang beliau suapi itu tiap sebentar tak bosan-bosannya menyerukan kalimat-kalimat penuh fitnah tentang diri Rasulullah Salallahu'alaihi Wasallam di hadapan beliau sendiri!
Kebiasaan Rasulullah Salallahu'alaihi Wasallam ini tercatat sebagai salahsatu amal beliau (bila tidak sedang bepergian atau berperang) hingga beliau wafat.
Sepeninggal Rasulullah Salallahu'alaihi Wasallam, maka praktis tidak ada lagi orang yang setiap pagi datang membawakan makanan bagi pengemis Yahudi buta itu.
Masih dirundung duka atas wafatnya Rasulullah Salallahu'alaihi Wasallam, suatu hari, sahabat terdekat beliau, yakni Abubakar r.a, berkunjung ke rumah putrinya Aisyah r.a, yang dinikahkannya kepada sahabat yang sangat disayanginya itu.
Beliau bertanya kepada Aisyah r.a, “Anakku, adakah kebiasaan orang terkasihku yang belum aku kerjakan?”
Aisyah r.a, menjawab, “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu pun kebiasaan Rasulullah Salallahu'alaihi Wasallam yang belum ayah lakukan kecuali satu.”
“Apakah Itu?”, tanya Abubakar r.a, takjub.
“Setiap pagi sahabat ayah itu selalu pergi ke ujung pasar membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang duduk di sana." kata Aisyah r.a.
Keesokan harinya, Abubakar r.a, pun pergi membawa makanan ke pasar dengan maksud untuk diberikan kepada pengemis buta yang diceritakan oleh putrinya itu. Abubakar r.a, menemukan sang pengemis di tempatnya biasa berada dan tentu saja, harus menahan rasa jengkel mendengar sang pengemis rupanya masih tetap menyerukan fitnah yang sama atas diri Rasulullah Salallahu'alaihi Wasallam. Namun karena sudah menjadi niat, maka beliau pun menghampiri sang pengemis seraya coba memberinya makan. Namun ketika baru saja mulai menyuapinya, tiba-tiba saja si pengemis marah sambil menghardik, “Hey, siapakah engkau?!"
Sejenak Abubakar r.a, tertegun, lalu ragu-ragu menjawab, “Aku adalah orang yang biasa datang padamu.”
“Bukan! Engkau pasti bukan dia!” Bantah si pengemis buta dengan keras.
“Apabila dia datang kepadaku, tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah pula mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangi dan menyuapiku itu selalu menghaluskan makanannya dulu sebelum disuapkan padaku. Dan cara dia menyuapiku sangat berbeda dengan caramu!!” lanjut pengemis buta itu dengan bersungguh-sungguh.
Mendengar itu, Abubakar r.a, tidak dapat lagi menahan air matanya. Maka sambil menangis beliau pun berkata , “Memang aku bukan orang yang biasa datang padamu. Aku hanya salahseorang dari begitu banyak sahabat-sahabatnya. Tapi orang mulia itu kini telah tiada. Dan tahukah engkau bahwa dia adalah Muhammad Rasulullah Salallahu'alaihi Wassalam yang setiap hari engkau nistakan itu?”
Bagai mendengar petir di siang bolong, seketika itu juga pengemis buta itu menjatuhkan dirinya berlutut sambil ikut menangis karena penyesalan yang amat sangat. Ia merasa begitu malu pada dirinya sendiri karena telah berlaku sangat tidak pantas kepada orang yang selama ini diam-diam telah demikian baik padanya. Orang yang tak pernah berkata-kata padanya tapi senantiasa memperlakukannya dengan penuh kasih sayang.
Di tengah-tengah isaknya, pengemis Yahudi buta itu terdengar seolah berbicara pada dirinya sendiri, “Benarkah dia Muhammad? Orang yang setiap hari kuhina dan kufitnah dengan keji, tapi tak sekalipun dia menegur apalagi memarahiku? Sebaliknya, tak bosan-bosan pula dia setiap pagi mendatangiku dengan membawa makanan? Jadi, selama ini ternyata dialah orang yang setiap hari memberiku makan? Dia menyuapiku dengan laku yang amat sabar. Dia begitu baik, dia begitu mulia, dia .... dia .... "
Maka sejurus kemudian, tanpa ragu sedikitpun sang pengemis lalu mengahadapkan wajahnya kepada Abubakar r.a, seraya berkata, "Wahai Tuan, saat ini juga, bimbinglah aku untuk mengikuti ajaran Muhammad!“
Pengemis Yahudi buta itu pun akhirnya bersyahadat di hadapan Sayidina Abubakar r.a, dan sejak hari itu ia menjadi seorang Muslim yang taat.
Post a Comment