Dalam Al-Quran, kabilah Quraisy ini diabadikan dalam surat yang disebut sebagai surat Quraisy. Kabilah ini menurut Ibnu Khaldun dalam al-Muqaddimah-nya merupakan suku terkuat di masa prakenabian dan di masa pasca kenabian. Dengan membaca sepak terjang suku ini melalui teori ashabiyyah-nya yang terkenal, Ibnu Khaldun berkesimpulan bahwa dakwah agama Islam tidak akan berkembang pesat tanpa sokongan dari suku terkuat ini. Namun sebenarnya apa yang dimaksud oleh Al-Quran dengan suku Quraisy ini dan apa pentingnya mereka dalam Islam sehingga nama suku ini diabadikan dalam satu surat tersendiri dalam Al-Quran.
Untuk membahas suku ini, tulisan ini hanya merangkum data-data kesejarahan dari as-Sirah an-Nabawiyyah karya Ibnu Hisyam mengenai asal usul nama Quraisy dan berikut beberapa perbedaan pendapat di dalamnya.
Munculnya Quraisy dalam literatur kesejarahan dimulai dengan Qushayy bin Kilab, kakek Nabi keempat yang hidup di pertengahan Abad Kelima Masehi, yakni seratus lima puluh tahun sebelum kelahiran Muhammad, sang Rasul. Nasab Qushayy ini sampai ke Fihir yang dalam sejarah sering disebut sebagai Quraisy. Kemudian ahli sejarah melacak asal-usul Fihir ini sampai ke Adnan, leluhur Arab Utara.
Jadi, nasab kakek Nabi yang keempat ini dapat diurutkan demikian;
Qushayy bin Kilab bin Murrah bin Kaab bin Luayy bin Ghalib bin Fihir (terkenal dengan sebutan Qurasiy) bin Malik bin an-Nadr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Maad bin Adnan.
Para ahli sejarah menyebut pohon nasab dan asal-usul Qusyayy melalui jalur ini sampai ke Ismail bin Ibrahim AS dengan beberapa pendapat perbedaan di kalangan mereka.
Nama Quraisy digunakan baik sebelum masa dakwah kenabian, di masa kenabian maupun setelah masa kenabian Muhammad SAW. Quraisy mencakup kumpulan kabilah-kabilah yang asal-usulnya bernasabkan Fihir seperti telah disebut di atas. Ketika tinggal di Mekkah dan menancapkan dominasinya di kota ini, Quraisy merupakan gelar kesukuan tersendiri yang membedakannya dari kabilah-kabilah Arab lainnya.
Dalam literatur kesejarahan, yakni dalam hubungannya dengan suku Arab lainnya, kita akan sering menemukan istilah Quraisy dan Arab (Quraisy wa al-Arab) yang menunjukkan adanya keistimewaan yang pertama di atas yang kedua. Kita akan coba melihat kabilah Quraisy ini dari dekat. Hal demikian karena dengan memahami kabilah ini kita akan melihat sejauh mana respon suku ini terhadap dakwah Nabi Muhammad SAW terutama ketika di Mekkah.
Kabilah-kabilah yang tinggal di Mekkah di masa dakwah Nabi Muhammad SAW ialah;
- Banu al-Harits bin Fihir (Quraisy)
- Banu Muharib bin Fihir
- Banu Amir bin Luayy bin Ghalib bin Fihir
- Banu Adiyy bin Kaab bin Luayy bin Ghalib bin Fihir
- Banu Jumah bin Amru bin Hashish bin Adiyy bin Kaab bin Luayy
- Banu Sahm bin Amru bin Hashish bin Adiyy bin Kaab bin Luayy,
- Banu Taym bin Marrah bin Kaab bin Luayy
- Banu Makhzum bin Yaqdzhah bin Marrah bin Kaab bin Luayy,
- Banu Zahrah bin Kilab bin Marrah bin Kaab bin Luayy,
- Banu Asad bin Abdul Uzza bin Qushayy bin Kilab bin Marrah bin Kaab bin Luayy,
- Banu Abdi Dar bin Qushayy bin Kilab,
- Banu Abdi Manaf bin Qushayy bin Kilab.
Abdu Manaf ini memiliki empat anak yang masing-masingnya bernama al-Mutthalib, Naufal, Abdu Syams dan Hasyim. Hasyim ini merupakan ayah dari Abdul Mutthalib. Sementara Abdul Muttalib sendiri ialah ayahnya Abdullah dan Abdullah sendiri ialah bapaknya Nabi Muhammad SAW. Kumpulan suku-suku Quraisy ini tinggal sendiri-sendiri di Mekkah tanpa ada otoritas yang terpusat.
Otoritas suku-suku yang tanpa pusat ini, meski berpengaruh tapi tidak koersif ada di masing-masing kepala suku yang memiliki leluhur yang sama dan tinggal berdampingan di pedalaman kota Mekkah, sementara itu suku-suku selain yang disebut di atas yang tinggal di pinggiran kota Mekkah disebut juga sebagai Qurasiy Dzhawahir, atau Quraisy Pinggiran.
Qushayy bin Kilab dalam as-Sirah an-Nabawiyyah karya Ibnu Hisyam disebut sebagai keturunan Bani Kaab bin Luayy pertama yang memiliki kekuasaan berpengaruh dan ditaati oleh kaumnya. Beberapa sumber kesejarahan menyebut awal kisah Qushayy berkuasa ini diawali dengan kehidupan masa kecilnya di kalangan pamannya (akhwal) yang bertempat di Qudhaah, salah satu negeri yang berbatasan dengan Suriah. Ketika sudah menjadi dewasa, ia tinggal di Mekkah dan menikahi puteri Halil al-Khuzai yang saat itu menjadi pimpinan di Mekkah.
[Sumber: bincangsyariah]
Post a Comment