DALAM BERBAGAI DISKUSI lintas agama, khususnya antara Islam dan Kristen, soal ritual khitan (sunat) sering dimunculkan orang, umumnya kaum Muslim mempertanyakan mengapa ajaran Kristen tidak lagi mementingkan sunat sebagaimana yang diajarkan dalam Perjanjian Lama, sebagai suatu tanda perjanjian antara Tuhan dengan nabi Abraham dan keturunannya sampai kepada Yesus Kristus? Sebab sebagai pengikut Yesus, umat Kristen seharusnya juga melaksanakannya.
Sebaliknya, sanggahan yang umumnya diberikan oleh Kristen adalah bahwa sunat hanya diwajibkan bagi Abraham dan keturunannya (atau kemudian dipersempit lagi menjadi kaum Yahudi sesuai alkitab Perjanjian Lama), sedangkan mereka sebagai orang non-Yahudi tidak terkena kewajiban tersebut, ini juga berdasarkan alkitab Perjanjian Baru, sesuai dengan ajaran yang disampaikan Paulus.
Kisah tentang asal-muasal kewajiban sunat bersumber dari Kitab Kejadian pada Alkitab Perjanjian Lama (PL) yaitu ketika menceritakan kisah keluarga nabi Ibrahim.
Dalam kronologis ceritanya, dimulai kitab Kejadian 12 ketika Tuhan berfirman memerintah Abraham (ketika itu masih bernama Abram) untuk pergi dari negerinya ke suatu tempat yang akan ditunjuk Tuhan, di situ Tuhan sudah mulai memberikan janji kepada Abraham
[Kejadian 12:2] Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.
[Kejadian 12:7] Ketika itu TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman: "Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu."
Berdasarkan dari apa yang dijanjikan Tuhan tersebut, kita bisa melihat kata ‘bangsa’ dan ‘negeri’, ini bisa diartikan ‘kekuasaan untuk memerintah’ atau bisa juga diartikan ‘dominasi untuk mendiami suatu wilayah’, jadi Tuhan telah menjanjikan Abraham bahwa kelak dia dan anak keturunannya akan berdiam dalam suatu wilayah, berkuasa, mempunyai kesempatan mencari nafkah dengan mengelola wilayah tersebut. Namun terlihat ini masih merupakan janji ‘sepihak’ dan belum berbentuk perjanjian.
[Kejadian 13:14] Setelah Lot berpisah dari pada Abram, berfirmanlah TUHAN kepada Abram: "Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan,
[Kejadian 13:15] sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya.
[Kejadian 13:16] Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya, sehingga, jika seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmupun akan dapat dihitung juga.
[Kejadian 13:17] Bersiaplah, jalanilah negeri itu menurut panjang dan lebarnya, sebab kepadamulah akan Kuberikan negeri itu."
Di sini janji Tuhan mulai lebih terperinci:
Sebaliknya, sanggahan yang umumnya diberikan oleh Kristen adalah bahwa sunat hanya diwajibkan bagi Abraham dan keturunannya (atau kemudian dipersempit lagi menjadi kaum Yahudi sesuai alkitab Perjanjian Lama), sedangkan mereka sebagai orang non-Yahudi tidak terkena kewajiban tersebut, ini juga berdasarkan alkitab Perjanjian Baru, sesuai dengan ajaran yang disampaikan Paulus.
Kisah tentang asal-muasal kewajiban sunat bersumber dari Kitab Kejadian pada Alkitab Perjanjian Lama (PL) yaitu ketika menceritakan kisah keluarga nabi Ibrahim.
Dalam kronologis ceritanya, dimulai kitab Kejadian 12 ketika Tuhan berfirman memerintah Abraham (ketika itu masih bernama Abram) untuk pergi dari negerinya ke suatu tempat yang akan ditunjuk Tuhan, di situ Tuhan sudah mulai memberikan janji kepada Abraham
[Kejadian 12:2] Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.
[Kejadian 12:7] Ketika itu TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman: "Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu."
Berdasarkan dari apa yang dijanjikan Tuhan tersebut, kita bisa melihat kata ‘bangsa’ dan ‘negeri’, ini bisa diartikan ‘kekuasaan untuk memerintah’ atau bisa juga diartikan ‘dominasi untuk mendiami suatu wilayah’, jadi Tuhan telah menjanjikan Abraham bahwa kelak dia dan anak keturunannya akan berdiam dalam suatu wilayah, berkuasa, mempunyai kesempatan mencari nafkah dengan mengelola wilayah tersebut. Namun terlihat ini masih merupakan janji ‘sepihak’ dan belum berbentuk perjanjian.
PERJANJIAN TUHAN DENGAN ABRAHAM JILID-1
Dalam Kejadian 13 sekali lagi Tuhan menyatakan janji kepada Abraham:[Kejadian 13:14] Setelah Lot berpisah dari pada Abram, berfirmanlah TUHAN kepada Abram: "Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan,
[Kejadian 13:15] sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya.
[Kejadian 13:16] Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya, sehingga, jika seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmupun akan dapat dihitung juga.
[Kejadian 13:17] Bersiaplah, jalanilah negeri itu menurut panjang dan lebarnya, sebab kepadamulah akan Kuberikan negeri itu."
Di sini janji Tuhan mulai lebih terperinci:
- Wilayah tersebut terbentang "sejauh mata memandang" dari posisi Abraham pada waktu itu (tanah Kanaan, sesuai Kejadian 13:12)
- Jumlah keturunan Abraham "seperti debu tanah banyaknya’"
- Wilayah tersebut merupakan wilayah yang dijalani (disinggahi) oleh Abraham.
[Kejadian 15:18] Pada hari itulah TUHAN mengadakan perjanjian dengan Abram serta berfirman: "Kepada keturunanmulah Kuberikan negeri ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat:
[Kejadian 15:19] yakni tanah orang Keni, orang Kenas, orang Kadmon,
[Kejadian 15:20] orang Het, orang Feris, orang Refaim,
[Kejadian 15:21] orang Amori, orang Kanaan, orang Girgasi dan orang Yebus itu."
Jadi perjanjian antara Abraham dengan Tuhannya adalah dengan tanda perjanjian berupa pengorbanan binatang lembu, kambing, domba dan burung (Kejadian 15:9)
PERJANJIAN TUHAN DENGAN ABRAHAM JILID-2
Sampai di sini kronologis ceritanya sangat runtut dan logis. "Kekacauan" alur cerita terjadi pada kisah selanjutnya. Setelah diselingi kisah keluarga Abraham, yaitu antara istrinya Sarai dan "budak" perempuannya Hagar pada Kejadian 16, cerita soal perjanjian antara Tuhan dengan Abraham muncul lagi pada Kejadian 17.
[Kejadian 17:2] Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau, dan Aku akan membuat engkau sangat banyak."
Rupanya Tuhan merasa perlu untuk mengulang perjanjian yang sudah diadakan sebelumnya, dalam perjanjian JILID-2 ini tercantum "hak dan kewajiban" kedua-belah pihak:
[Kejadian 17:4] "Dari pihak-Ku, inilah perjanjian-Ku dengan engkau: Engkau akan menjadi bapa sejumlah besar bangsa.
[Kejadian 17:6] Aku akan membuat engkau beranak cucu sangat banyak; engkau akan Kubuat menjadi bangsa-bangsa, dan dari padamu akan berasal raja-raja.
[Kejadian 17:7] Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu.
[Kejadian 17:8] Kepadamu dan kepada keturunanmu akan Kuberikan negeri ini yang kaudiami sebagai orang asing, yakni seluruh tanah Kanaan akan Kuberikan menjadi milikmu untuk selama-lamanya; dan Aku akan menjadi Allah mereka."
Hak dan kewajiban Tuhan kelihatannya banyak mengulang kembali dari apa yang terdapat pada perjanjian JILID-1, cuma di sini terlihat ada yang "menyempal" yaitu ayat Kejadian 17:8, yang menyebut khusus tanah Kanaan, berbeda dengan perjanjian sebelumnya yang menyebut wilayah yang lebih luas. Mengapa terjadi perubahan? Kita bisa melihat kelanjutan ceritanya begini:
[Kejadian 17:18] Dan Abraham berkata kepada Allah: "Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!"
[Kejadian 17:19] Tetapi Allah berfirman: "Tidak, melainkan isterimu Sarailah yang akan melahirkan anak laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai dia Ishak, dan Aku akan mengadakan perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya.
[Kejadian 17:20] Tentang Ismael, Aku telah mendengarkan permintaanmu; ia akan Kuberkati, Kubuat beranak cucu dan sangat banyak; ia akan memperanakkan dua belas raja, dan Aku akan membuatnya menjadi bangsa yang besar.
[Kejadian 17:21] Tetapi perjanjian-Ku akan Kuadakan dengan Ishak, yang akan dilahirkan Sara bagimu tahun yang akan datang pada waktu seperti ini juga."
REKAYASA HAK PERJANJIAN ISMAEL DAN ISHAK
Ooo..ternyata rupanya ini menyangkut Ismail dan Ishak! Terlihat jelas adanya upaya "penggiringan" cerita untuk mengeluarkan Ismail dari perjanjian JILID-1 dengan membuat perjanjian JILID-2, dan ini terkait dengan penguasaan tanah Kanaan tempat di mana mayoritas bangsa Yahudi berdiam. Ini diperkuat lagi dengan adanya ayat lain pada kitab Keluaran:
[Keluaran 2:24] Allah mendengar mereka mengerang, lalu Ia mengingat kepada perjanjian-Nya dengan Abraham, Ishak dan Yakub.
Setelah menggiring hak perjanjian tersebut kepada Ishak dan menyingkirkan Ismail, maka "giringan" selanjutnya adalah kepada Yakub anak Ishak dan menyingkirkan saudara kembar tuanya Esau. Pihak Kristen di sini memperikan alasan bahwa pembatalan perjanjian tersebut karena Esau dikatakan "tidak menghargai" perjanjian tersebut. Dalam Kejadian 25 dan 27 digambarkan hak tersebut dicabut dari Esau justru karena dia ditipu 2 kali oleh Yakub. Dengan giringan tersebut maka lengkaplah dasar "konstitusional" dari anak keturunan Yakub untuk memonopoli tanah Kanaan dan kebenaran ajaran Abraham!
Berbeda dengan perjanjian sebelumnya, perjanjian JILID-2 ini dikukuhkan dengan tanda yang lain, yaitu "sunat" atau khitan.
[Kejadian 17:9] Lagi firman Allah kepada Abraham: "Dari pihakmu, engkau harus memegang perjanjian-Ku, engkau dan keturunanmu turun-temurun.
[Kejadian 17:10] Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat;
[Kejadian 17:11] haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan kamu.
Posedur sunat diterangkan sangat jelas, menyebutkan mana bagian yang harus dipotong, siapa saja yang harus disunat, umur berapa harus disunat, dan apa konsekuensinya jika tidak disunat:
[Kejadian 17:12] Anak yang berumur delapan hari haruslah disunat, yakni setiap laki-laki di antara kamu, turun-temurun: baik yang lahir di rumahmu, maupun yang dibeli dengan uang dari salah seorang asing, tetapi tidak termasuk keturunanmu.
[Kejadian 17:13] Orang yang lahir di rumahmu dan orang yang engkau beli dengan uang harus disunat; maka dalam dagingmulah perjanjian-Ku itu menjadi perjanjian yang kekal.
[Kejadian 17:14] Dan orang yang tidak disunat, yakni laki-laki yang tidak dikerat kulit khatannya, maka orang itu harus dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya: ia telah mengingkari perjanjian-Ku."
Isi perjanjian JILID-2 ini ternyata banyak menimbulkan pertanyaan, seperti di antaranya:
- Kewajiban sunat yang ditujukan pada "kamu dan keturunanmu, berada di antara kamu" menjadi kontradiksi dengan pengecualian kepada Ismail, apakah Ismail termasuk di dalamnya atau tidak? Di sini kelihatan seolah Tuhan tidak cermat dalam membuat perjanjian, dan ternyata Ismail "katut" alias ikutan disunat juga (Kejadian 17:23, dan Kejadian 17:25), para netters Kristen berdalih bahwa ketika sunat tersebut dilakukan, kebetulan Ismail berada dalam rumah, maka sesuai perjanjian harus ikut disunat sekalipun tidak termasuk dalam perjanjian, artinya di sini memakai satu ayat dan membuang, atau mengabaikan ayat yang lain, padahal dua-duanya berasal dari Tuhan.
- Memasukkan kalimat "dibeli dengan uang dari salah seorang asing, tetapi tidak termasuk keturunanmu, orang yang engkau beli dengan uang" ke dalam perjanjian. Apakah artinya mereka dan keturunan mereka juga termasuk keluarga Abraham dan diberi hak atas tanah Kanaan? Menurut penafsiran salah seorang netters Kristen, para orang yang dibeli tersebut tidak punya hak, mereka disunat karena kebetulan berada dalam rumah Abraham dan menjadi "property"nya. Penafsiran ini juga terlihat berbenturan dengan janji Tuhan yang ada pada Kejadian 17:7 yang sama sekali tidak menyentuh adanya orang di luar Abraham dan keturunannya (harap diingat, dalam perjanjian JILIOD-2 tersebut sudah jelas disebut adanya hak dan kewajiban kedua-belah pihak).
- Penyebutan ketentuan waktu disunat umur 8 hari juga menimbulkan masalah, apakah sunat bagi si bocah merupakan tanda perjanjian antara dia sendiri dengan Tuhan, atau antara orang-tuanya dengan Tuhan, mengingat si bocah masih belum mengerti mengapa "burungnya" dipotong. Bagaimana kalau ternyata si bocah setelah besar dan mengerti tidak mau ikut perjanjian (seperti kasus Esau) misalnya? Ada pendapat menarik dari netters Kristen di sini yang menyatakan itu adalah tanda perjanjian antara orang-tuanya dengan Tuhan. Di sini juga muncul pertanyaan: Bagaimana halnya dengan orang-tua yang tidak punya anak laki-laki? Apakah perjanjian tersebut bisa dilakukan tanpa tanda yang sudah disyaratkan? Ada yang menjawab bahwa bagi keluarga yang tidak punya anak laki-laki, ya, tidak perlu adanya tanda sunat. Tapi bukankah dengan demikian syarat perjanjian tersebut lagi-lagi tidak terpenuhi (ingat adanya hak dan kewajiban kedua-belah pihak yang tertulis secara jelas).
TUHAN RAGU-RAGU
Cerita tentang perjanjian ini ternyata juga "tidak nyambung" dengan cerita selanjutnya:
[Kejadian 18:10] Dan firman-Nya: "Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara, isterimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki." Dan Sara mendengarkan pada pintu kemah yang di belakang-Nya.
[Kejadian 18:11] Adapun Abraham dan Sara telah tua dan lanjut umurnya dan Sara telah mati haid.
[Kejadian 18:12] Jadi tertawalah Sara dalam hatinya, katanya: "Akan berahikah aku, setelah aku sudah layu, sedangkan tuanku sudah tua?"
Ternyata Sara tidak tahu tentang firman Tuhan sebelumnya yang menginformasikan dia akan mempunyai anak yang dinamai Ishak (Kejadian 17:19), apakah Firman Tuhan tersebut ditujukan hanya kepada Abraham dan beliau tidak memberitahukannya kepada istrinya?
[Kejadian 18:17] Berpikirlah TUHAN: "Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Kulakukan ini?
[Kejadian 18:18] Bukankah sesungguhnya Abraham akan menjadi bangsa yang besar serta berkuasa, dan oleh dia segala bangsa di atas bumi akan mendapat berkat?
[Kejadian 18:19] Sebab Aku telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikan-Nya kepadanya."
Melalui kalimat yang LUCU karena menggambarkan Tuhan yang terlihat bimbang, kita diinformasikan bahwa ternyata Abraham-pun juga merasa heran ketika diberitahu bahwa istrinya Sara akan melahirkan anak di hari tuanya. Kesan yang muncul sekitar perjanjian JILID-2 ini adalah cerita tersebut dikarang belakangan dan disisipkan. Seandainya Kejadian 17 kita hapus semuanya, maka cerita antara Kejadian 15, 16 dan 18 terlihat "masih agak nyambung".
Maka marilah kita mencoba meneliti sumber informasinya. Kitab Kejadian terdapat dalam Perjanjian Lama khususnya dalam 5 Kitab Musa [pentateuch] atau yang biasa disebut Taurat yang pada mulanya dipercayai ditulis nabi Musa AS. Namun dalam perkembangan selanjutnya -- bahkan para ahli Alkitabpun tidak lagi mempercayai ini -- sekalipun dalam 5 kitab tersebut dinyatakan memang ada yang berasal dari ajaran nabi Musa.
Hal ini tidak perlu diceritakan panjang lebar karena sudah banyak disampaikan orang, mari kita mengambil intinya saja bahwa: Kitab Kejadian merupakan tulisan dari kaum Yahudi, jauh setelah jaman Musa dan sekalipun banyak juga bersumber dari ajaran nabi tersebut, namun tidak sedikit yang berasal dari karangan para Rabi Yahudi yang tentu saja dipengaruhi oleh situasi sosial politik pada saat karangan tersebut dibuat. Termasuk di sini perilaku para pemuka agamanya. Adapun mengenai bagaimana karakter umat Yahudi sesudah kematiannya, nabi Musa sendiri sudah meramalkan:
[Kejadian 31:26] "Ambillah kitab Taurat ini dan letakkanlah di samping tabut perjanjian TUHAN, Allahmu, supaya menjadi saksi di situ terhadap engkau.
[Kejadian 31:27] Sebab aku mengenal kedegilan dan tegar tengkukmu. Sedangkan sekarang, selagi aku hidup bersama-sama dengan kamu, kamu sudah menunjukkan kedegilanmu terhadap TUHAN, terlebih lagi nanti sesudah aku mati.
[Kejadian 31:29] Sebab aku tahu, bahwa sesudah aku mati, kamu akan berlaku sangat busuk dan akan menyimpang dari jalan yang telah kuperintahkan kepadamu. Sebab itu di kemudian hari malapetaka akan menimpa kamu, apabila kamu berbuat yang jahat di mata TUHAN, dan menimbulkan sakit hati-Nya dengan perbuatan tanganmu."
SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DARI REKAYASA INI?
Ramalan nabi Musa terhadap umatnya tersebut jelas terkait dengan kekhawatiran beliau terhadap Taurat. Di sini kita bisa bertanya: Siapakah yang sebenarnya akan mengambil keuntungan besar dengan adanya perjanjian JILID-2 ini? Jawaban yang lugas tentulah YAHUDI!
Cerita soal perjanjian JILID-2 tersebut kelihatannya sengaja dikarang untuk "melegalisir" monopoli Yahudi terhadap kebenaran ajaran Abraham melalui perjanjiannya dengan Tuhan, namun disajikan dengan kurang cermat sehingga menimbulkan kesan tambal-sulam.
Dan ini pada awalnya justru menyulitkan para pengikut Yesus Non-Yahudi. Dalam Kisah Para Rasul kita bisa melihat serangan "Yahudi-sunat" ini kepada pengikut Yesus tentang monopoli kebenaran berdasarkan Taurat (Yesus menyatakan bahwa keberadaan beliau bukan untuk melenyapkan ataupun merubah hukum Taurat, dan memastikan tidak satu iota-pun dari Taurat yang akan hilang):
[Kisah 15:1] Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ: "Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan."
Ini menunjukan Yahudi "memperalat" sunat untuk menunjukkan monopolinya terhadap ajaran Taurat dan secara gamblang menyatakan bahwa tidak ada keselamatan di luar Yahudi yang sudah menggenggam hak monopoli perjanjian Tuhan dengan Abraham.
Paulus sebagai orang yang sedang giat-giatnya mempromosikan ajaran Kristen terhadap Non-Yahudi, tentu saja merasa terhambat dan terhalangi oleh adanya pernyataan ini. "Target market" Paulus adalah orang Yunani dan Romawi yang dari sononya memang "takut" disunat, dan pernyataan Yahudi ini akan bisa membuat ajaran yang disodorkannya tidak laku dan tidak dibeli orang, dan Paulus bakalan bangkrut! Maka dia pun kemudian mengeluarkan penafsirannya tentang sunat, diantaranya ada pada Roma 5. Intinya dia menyatakan bahwa keselamatan bukan ditentukan oleh sunat atau tidak sunat (ini sebenarnya banyak kemiripan dengan ajaran Islam) namun penafsiran selanjutnya terlihat mengarah menjadikan Yesus sebagai penyelamat, dengan dasar argumentasi yang rumit mengaitkan antara "iman kepada Yesus dengan nilai suatu perbuatan"
[anda dapat menyimak tulisan sdr. Amor yang dengan sangat baik menyampaikan "‘pelintiran" Paulus soal iman dan perbuatan terkait dengan sunat Abraham ini di sini]
"Titik ekstrim" Yahudi yang menyatakan keselamatan terkait dengan pelaksanaan hukum Taurat dibalas dengan "titik ekstrim" lainnya dari Paulus yang menyatakan bahwa keselamatan tergantung pada iman kepada Yesus. Saking berapi-apinya, Paulus pun menyampaikan ancaman ini:
[Galatia 5:2] Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu.
[Galatia 5:3] Sekali lagi aku katakan kepada setiap orang yang menyunatkan dirinya, bahwa ia wajib melakukan seluruh hukum Taurat.
[Galatia 5:4] Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia.
Ini terlihat sebagai suatu ajaran yang kebablasan dan menyulitkan penganut Kristen di jaman modern ini, dimana perkembangan ilmu pengetahuan ternyata memberikan bukti sunat sangat baik bagi kesehatan. Maka ini menjadi buah simalakama bagi umat Kristen yang ingin bersunat dengan alasan kesehatan karena takut "kualat" seperti yang diancam oleh Paulus.
Pada waktu itu bantahan-bantahan Paulus memang banyak ditujukan kepada ajaran Yahudi karena memang Islam belum muncul. Ketika ajaran Islam mulai diajarkan oleh nabi Muhammad SAW dan isinya banyak mengkoreksi, baik ajaran Yahudi maupun Kristen, maka "moncong senjata" pun dialihkan.
Yahudi dan Kristen yang tadinya "gontok-gontokan" soal keyakinan masing-masing seakan-akan menemukan musuh bersama yang membuat mereka terlihat kompak kembali. Dan yang paling seru adalah bahwa urusan sunat yang tadinya menjadi "senjata andalan" Yahudi dalam menghadapi Kristen justru banyak dijadikan oleh umat Kristen untuk menyerang Islam.
Perjanjian JILID-2 yang menyingkirkan Ismail yang dalam ajaran Islam merupakan nenek moyang kaum Quraisy, sukunya nabi Muhammad SAW, digunakan untuk menyatakan bahwa ajaran Islam "tidak punya tempat" dalam sejarah perkembangan ajaran Tuhan.
Kristen di satu sisi menentang sunatnya, tapi di lain pihak mengakui perjanjiannya. Dan agar mereka dapat berada di posisi aman dalam kasus ini, maka ajaran Paulus soal sunat pun digunakan dengan penafsiran yang penuh dengan gaya AKROBATIK!
Tidakkah rekayasa ayat-ayat alkitab ini selalu menarik untuk disimak?
Wallahu 'alam bis shawab.
[Sumber: answering-ff.org | Panda]
Post a Comment