Persentase populasi Muslim di Eropa akan meningkat lebih dari dua kali lipat sampai 2050. Demikian hasil studi yang dilakukan Pew Research Center di 30 negara Eropa.
Survei yang dilakukan Pew Research Center mencakup 28 negara Uni Eropa ditambah Norwegia dan Swiss. Hasil survei ini bisa kembali memicu debat tentang migrasi dan Islam di Eropa. Ada tiga skenario yang digunakan.
- Pertumbuhan populasi biasa, artinya tanpa imigran dan pengungsi.
- Pertumbuhan populasi dengan migrasi dan
- Pertumbuhan populasi dengan migrasi dan arus pengungsi.
Untuk skenario pertama, artinya jika sama sekali tidak ada migrasi atau migrasi dihentikan saat ini juga (konsep "zero migration”), populasi Muslim diproyeksikan naik menjadi menjadi 7,4 persen pada tahun 2050, dari 4,9 persen tahun 2016. Di Jerman, populasi Muslim akan mencapai hampir 9 persen tahun 2050, dari 6 persen saat ini.
Namun para peneliti menegaskan, sangat sulit untuk memprediksikan perkembangan populasi, dan proyeksi hanya mungkin dilakukan beradasarkan hipotesa-hipotesa tertentu. Misalnya faktor-faktor yang mendorong adanya migrasi saat ini terutama adalah konflik di Afrika dan Timur Tengah. Berapa besar arus migrasi juga sangat tergantung pada kebijakan politik setiap negara, yang bisa berubah-ubah.
Jika migrasi dihentikan saat ini juga, populasi Muslin di Eropa tetap akan tumbuh lebih cepat dari pada populasi seara keseluruhan. Hal itu terjadi karena adanya perbedaan struktur usia dan fertilitas antara warga Muslin dan non-Muslim Eropa. Populasi Muslim di Eropa rata-rata lebih muda (30,4 tahun) daripada non-Muslim (43,8 tahun). Artinya, makin banyak juga perempuan Muslim pada usia subur.
Para peneliti memprediksikan, rata-rata seorang ibu Muslim akan melahirkan 2,6 anak. Sedangkan ibu non-Muslim di Eropa rata-rata hanya melahirkan 1,6 anak. Memang tidak semua anak yang lahir akan mengkuti agama orang tuanya. Namun para ahli mengatakan, anak-anak di kalangan Muslim cenderung mengikuti agama orang tuanya.
Skenario migrasi tingkat 'sedang' dan 'tinggi'
Di bawah dua skenario lainnya, kaum Muslim diprediksikan tumbuh antara 11 dan 14 persen populasi Eropa pada 2050. Bagi Jerman, yang telah menerima banyak migran dan pengungsi Muslim dalam beberapa tahun terakhir, persentase Muslim diproyeksikan antara 11 dan 20 persen.
Skenario migrasi "tinggi" tersebut mengasumsikan arus pengungsi seperti tahun 2014 dan 2016 akan akan berlanjut, sementara migrasi reguler juga terus berlangsung. Skenario migrasi "sedang" mengasumsikan arus pengungsi akan berhenti namun migrasi reguler akan berlanjut pada tingkat sebelumnya.
"Migrasi nol dan skenario migrasi tinggi benar-benar merupakan eksperimen pemikiran, apa yang akan terjadi pada kedua ujung spektrum," kata Conrad Hackett, salah satu peneliti utama. "Sepertinya skenario sedang, atau yang sedikit lebih tinggi dari itu, adalah perkiraan yang lebih masuk akal."
Banyak variabel
Antara tahun 2010 dan 2016, ada 7 juta orang dari semua latar belakang agama tiba di Eropa sebagai migran reguler atau pengungsi. Lebih dari setengah (3,7 juta) adalah Muslim. Hanya 1,6 juta dari total 7 juta orang yang punya status pengungsi. Sebagian besar pengungsi adalah Muslim (1,3 juta). Ini mencerminkan kondisi di Suriah, Irak dan Afghanistan yang yang dilanda perang dan konflik berkepanjangan. Yang lainnya datang ke Eropa sebagai migran reguler.
Angka 7 juta migran reguler ditambah pengungsi belum mencakup 1,7 juta pencari suaka. Status mereka belum jelas, karena permohonan suakanya belum tentu diterima. Dari 1,7 jutanüpencari suaka itu, sekitar 1 juta beragama Islam.
Faktor tambahan yang mungkin mempengaruhi jumlah populasi Muslim di masa depan adalah penyatuan kembali keluarga. Pencari suaka yang diterima umumnya diizinkan untuk memboyong keluarga dekat, walaupun di beberapa negara, misalnya Jerman, pemerintah sudah membuat aturan baru dan memberlakukan pembatasan.
"Jika kebijakan penyatuan kembali keluarga tidak berubah, itu akan mendorong jumlah populasi Muslim yang lebih tinggi, tetapi tidak harus mencapai tingkat yang telah kita lihat dalam beberapa tahun terakhir," kata Conrad Hackett.
[Sumber: dw.com]
[Sumber: dw.com]
Post a Comment