Allah SWT telah mengingatkan kita dalam Firman-Nya:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (QS. Al Isra' [17]:36)
Sedangkan di sisi lain, sebagai umat Muslim kita semua tahu bahwa salahsatu pesan Rasulullah SAW menyangkut ilmu adalah agar kita tidak berhenti belajar, sampai saatnya tiba ke liang lahat! Namun untuk itu kiranya ada beberapa catatan yang sangat perlu diperhatikan agar Insya Allah, kita akan mendapatkan manfaat dari mempelajari ilmu.
Jangan belajar agama dari Al Muhdits
Apa arti al Muhdits?
Imam An-Nawawi berkata;
وَأَمَّا الْمُحْدِث – بِكَسْرِ الدَّال – فَهُوَ مَنْ يَأْتِي بِفَسَادٍ فِي الْأَرْض
“Adapun al-Muhdits-dengan dal yang dikasrahkan-adalah orang yang membawa kerusakan di muka bumi.“ [Syarh Shahih Muslim juz 6 hal. 475 Maktabah Syamilah]
Lalu, siapa sajakah al Muhdits itu?
Jangan Mengambil Ilmu Agama Dari Ahli Bid'ah
Orang yang berniat mencari ilmu yang Haq harus memperhatikan dari siapa dia mengambil ilmu. Jangan sampai mengambil ilmu agama dari ahli bid'ah, karena mereka akan menyesatkan, baik disadari atau tanpa disadari, sehingga hal ini akan mengantarkannya kepada jurang kehancuran.
Syaikh Utsaimin berkata bahwa untuk meraih ilmu ada dua jalan yang harus ditempuh:
Pertama: Ilmu tersebut diambil dari kitab-kitab terpercaya, yang ditulis oleh para ulama yang telah dikenal tingkat keilmuan mereka, amanah, dan aqidah mereka bersih dari berbagai macam bid'ah dan khurafat. Cara ini membutuhkan waktu yang lama dan penderitaan yang berat.
Kedua: Ilmu tersebut diambil dari seorang guru yang terpercaya di dalam ilmunya dan agamanya. Jalan ini lebih cepat untuk meraih ilmu. Akan tetapi sangat disayangkan, pada zaman ini banyak para penuntut ilmu mengambil atau mempelajari bahkan mendatangkan-mengundang da'i dari kalangan ahli bid'ah. Atau mereka mempelajari agama dari para orientalis barat beraliran liberal yang berasal dari universitas terkenal di Amerika atau negara sekuler barat pada umumnya. Padahal perbuat itu sangat ditentang oleh ulama salaf.
Ali bin Abi Thalib radhiallahu Anhu berkata:
"Perhatikanlah dari siapa kamu mengambil ilmu ini, karena sesungguhnya ia adalah agama."
Abdullah bin Mas'ud Radhiallahu Anhu berkata:
"Manusia akan selalu berada di atas kebaikan, selama ilmu mereka datang dari para shahabat Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam ". dan dari orang-orang besar (tua) mereka. Jika ilmu datang dari arah orang-orang ahli bid'ah dan hawa nafsu, mereka pasti binasa."
Imam Malik, berkata:
"Ilmu tidak boleh diambil dari empat orang; (1) Orang bodoh yang telah nyata kebodohannya; (2) Shahibu Hawa' (pengikut hawa nafsu) yang mengajak agar mengikuti hawa nafsunya, (3) Orang yang dikenal dustanya dalam pembicaraannya dengan manusia, walaupun ia tidak pernah berdusta atas nama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam, (4) Seorang yang mulia dan shalih yang tidak mengetahui hadits yang dia sampaikan."
Imam Nawawi berkata, menjelaskan Ghibah yang diperbolehkan:
"Jika pencari ilmu atau penuntut ilmu sering mengambil ilmu dari ahli bid'ah atau orang fasiq, sedangkan kita khawatir hal itu akan membahayakan si pencari ilmu tersebut, maka kita wajib menasehatinya dengan menjelaskan keadaan gurunya, dengan syarat dia berniat menasihati."
Syaikh Dr. Ibrahim bin Amir Ruhaili hafizhahullah berkata:
"Maksud peringatan ulama-ulama diatas adalah: Menjaga orang-orang (para penuntut ilmu) dari rusaknya aqidah. Meng-hajr (memboikot-mengisolir) ahli bid'ah yang menyerukan ajaran bid'ahnya, dengan niat mencegah dan menghentikan mereka dari bid'ah."
Semoga Allah SWT selalu membimbing kita kepada ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih.
Dari Majalah As-Sunnah 03 thn X/1427H / Jul.'06
Post a Comment