Menu

Gus Mendem Gus Mendem Author
Title: Khalid Bin Walid
Author: Gus Mendem
Rating 5 of 5 Des:
Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang...




Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.. Amma Ba’du:

Tulisan ini adalah bagian kecil dari biografi seorang tokoh terkemuka umat ini, dia salah seorang pahlawan dan kesatria umat ini, dia salah seorang tokoh shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, dan dari perjalanan hidupnya ini kita akan menggali berbagai pelajaran dan ibroh.

Shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini masuk Islam pada tahun kedelapan hijriyah dan telah terjun dalam puluhan peperangan.

Para sejarawan mencatat, dia tidak pernah kalah dalam satu peperanganpun baik pada saat jahiliyah atau setelah masuk Islam, dia berkata tentang dirinya, “Sungguh dengan tanganku ini telah terpotong sembilan pedang pada saat peperangan Mu’tah sehingga tidak tertinggal di tanganku kecuali sebuah pedang yang berasal dari Yaman.”

Hal ini membuktikan tentang keberaniannya yang brilian dan kekuatan besar yang telah dianugrahkan baginya oleh Allah pada jasadnya. Dan beliau adalah komando pasukan kaum muslimin pada perang yang masyhur yaitu perang Yamamah dan Yarmuk, dan beliau telah melintasi perbatasan negeri Iraq menuju ke Syam dalam lima malam bersama para tentara yang mengikutinya. Inilah salah satu keajaiban komandan perang ini. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menggelarinya dengan sebutan pedang Allah yang terhunus, dan beliau memberitahukan bahwa dia adalah salah satu pedang Allah terhadap orang-orang musyrik dan kaum munafiq.

Dia adalah seorang kesatria, Khalid bin Walid bin Al-Mugiroh Al-Qurasy Al-Makhzumy Al-Makky, anak saudari ummul mukminin Maimunah binti Al-Harits radhiallahu ‘anhu, dia seorang lelaki yang kekar, berpundak lebar, bertubuh kuat, sangat menyerupai Umar bin Al-Khattab radhiallahu ‘anhu. Shahabat memiliki sikap kepahlawanan besar yang mencerminkan dirinya sebagai seorang pemberani dalam membela agama ini, di antara cerita tentang kepahlawanan beliau adalah apa yang terjadi pada perang Mu’tah, pada tahun ke delapan hijriyah, pada tahun dia memeluk Islam. Jumlah tentara kaum muslimin pada saat itu sekitar tiga ribu personil sementara bangsa Romawi memilki dua ratus ribu personil, melihat tidak adanya keseimbangan jumlah tentara kaum muslimin di banding musuh mereka, terkuaklah sikap kesatria dan kepahlawanan kaum muslimin pada peperangan ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan agar pasukan dipimpin oleh Zaid bin Haritsah, dan jika dia terbunuh maka kepeminpinan berpindah kepada Ja’far bin Abi Thalib, dan jika terbunuh maka kepeminpinan digantikan oleh Abdullah bin Rawahah. Semua pemimpin di atas mati syahid pada peperangan ini, lalu bendera diambil alih oleh Tsabit bin Aqrom, dan dia berkata kepada kaum muslimin: Pilihlah seorang lelaki sebagai pemimpin kalian, maka mereka memilih Khalid bin Walid, maka pada peristiwa inilah tampak jelas keberanian dan kejeniusannya. Dia kembali mengatur para pasukan, maka dia merubah strategi dengan menjadikan pasukan sayap kanan berpindah ke sayap kiri dan sebaliknya pasukan sayap kiri berpindah ke sebelah kanan, kemudian sebagian pasukan diposisikan agak mundur, setelah beberapa saat mereka datang seakan pasukan batuan yang baru datang, hal ini guna melemahkan semangat berperang musuh kemudian kesatuan tentara kaum muslimin terlihat menjadi besar atas pasukan kaum Romawi sehingga menyebabkan mereka mundur dan semangat mereka melemah. Dia radhiyallahu ‘anhu telah memperlihatkan berbagai macam bentuk keberanian dan kepahlawanan yang tidak bisa tandingi oleh semangat para pahlawan. Selain itu, dengan keahliannya dan kecerdasannya dia mulai mengarahkan pasukan kaum muslimin untuk mundur secara teratur dengan cara yang unik, dan cukuplah dengan pukulan yang seperti itu, dan beliau melihat agar pasukan kaum muslimin tidak terserang pada sebuah peperangan yang tidak sebanding. Dan Shallallahu ‘alaihi wa sallammenyebut hal itu sebagai kemenangan dan beliau bersabda pada saat menyebut ketiga komandan yang gugur syahid kemudian bendera akan diambil oleh salah satu pedang Allah sehingga Allah memberikan kemenangan bagi kaum muslimin atas musuhnya.

Khalid juga ikut serta dalam peperangan melawan kaum yang murtad, beliau juga ikut berperang menuju Iraq, dan para ulama berbeda pendapat tentang sebab dipecatnya Khalid sebagai komando perang di Syam, dan semoga yang benar adalah apa yang dikatakan oleh Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu: Tidak, aku akan memecat Khalid sehingga masyarakat mengetahui bahwa sesungguhnya Allah membela agamanya tidak dengan Khalid.

Di antara ungkapannya yang agung adalah tidaklah sebuah malam di mana aku bersama seorang pengantin yang aku cintai lebih aku sukai dari sebuah malam yang dingin lagi bersalju dalam sebuah pasukan kaum muhajirin guna menyerang musuh.

Dia pernah menulis sebuah surat kepada kaisar Persia yang mengatakan, “Sungguh aku telah telah datang kepada kalian dengan pasukan yang lebih mencintai kematian sebagaimana orang-orang Persia menyenangi minum khamr.”

Qais bin Hazim berkata, “Aku telah mendengar Khalid berkata, ‘Berjihad telah menghalangiku mempelajari Al-Qur’anul Karim.’”

Abu Zannad berkata, “Pada saat Khalid akan meninggal dunia dia menangis dan berkata, ‘Aku telah mengikuti perang ini dan perang ini bersama pasukan, dan tidak ada satu jengkalpun dari bagian tubuhku kecuali padanya terdapat bekas pukulan pedang atau lemparan panah atau tikaman tombak dan sekarang aku mati di atas ranjangku terjelembab sebagaimana matinya seekor unta. Janganlah mata ini terpejam seperti mata para pengecut. ‘“

Sungguh Khalaid mengharapkan mati syahid dan semoga Allah menyampaikannya pada derajat yang dicita-citakannya.

Dari Sahl bin Abi Umamah bin Hanif dari bapaknya dari kakeknya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang meminta kepada Allah mati syahid dengan sebenarnya maka Allah akan menyampaikannya kepada derajat orang-orang yang mati syahid sekalipun dirinya mati di atas ranjangnya.”

Lalu pada saat wafat, dia tidak meninggalkan kecuali kuda, senjata dan budaknya yang dijadikannya sebagai sedekah dijalan Allah, pada saat berita kematian tersebut sampai kepada Amirul Mu’minin, Umar bin Al-Kattab dia berkata, “Semoga Allah meberikan rahmatnya kepada Abu Sulaiman, sesungguhnya dia seperti apa yang kami perkirakan.”

Dan disebutkan di dalam hadits riwayat Umar bin Al-Khattab tentang zakat bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun Khalid maka dia telah menyimpan baju besinya dan perlengkapan berperangnya di jalan Allah.”

Dia wafat pada tahun 21 H. di Himsh pada usia 52 tahun, semoga Allah memberikan kepada Khalid balasan yang lebih baik dan semoga Allah mempertemukan kita dengannya surga yang mulia, dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.



KISAH LAINNYA



Melakoni jalan hidup tak ubahnya seperti menelusuri jalan setapak di pegunungan. Kadang menurun, suatu saat menanjak melampaui pucuk pohon tertinggi. Saat itulah, semua terlihat kecil. Bahkan, puncak gunung pun ada di telapak kaki. Berhati-hatilah, karena di balik gunung ada jurang.

Kurir Khalifah Umar Al-Khaththab agak heran dengan reaksi Khalid bin Walid. Selepas membaca surat khusus Khalifah, panglima perang Islam yang kesohor itu bicara pelan kepada sang kurir. “Jangan sampaikan pada siapa pun isi surat ini.” Dan kurir itu pun setuju.

Itulah pesan Khalid bin Walid sesaat setelah membaca surat penghentian jabatan panglima perang dirinya. Sama sekali, hal itu bukan lantaran ia menolak titah khalifah yang baru dilantik. Bukan pula karena khawatir kalau popularitasnya akan merosot. Ia cuma ingin menjaga agar semangat pasukan tetap prima. Dan kemenangan Perang Yarmuk yang sedang bergolak pun bisa diraih.

Popularitas Khalid dalam kemiliteran Islam saat itu, memang nyaris tak tertandingi. Ia memang sempurna di bidangnya: ahli siasat perang, mahir segala senjata, piawai dalam berkuda, dan kharismatik di tengah prajuritnya. Benar-benar idola yang pas buat mujahid Islam saat itu.

Keputusan Umar mengganti Khalid justru di saat puncak ketenaran bukan sebagai jegalan. Justru, Umar ingin menyelamatkan Khalid dari fanatisme yang berlebihan. Beliau pun khawatir kalau pasukan Islam mengalami pergeseran motivasi.

Menariknya, semua itu diterima Khalid dengan lapang dada. Dalam hitungan detik, ia bisa memahami maksud surat Umar itu. Ia tuntaskan perang dengan begitu sempurna. Setelah sukses, kepemimpinan pun ia serahkan ke penggantinya: Abu Ubaidah.

Itulah penggalan kisah seorang Khalid bin Walid. Pelajaran berharga buat mereka yang mengalami fitnah popularitas. Sekecil apa pun ketenaran, kalau tidak dibangun dengan pondasi yang kokoh, akan menjadi bencana besar. Setidaknya, buat kebaikan diri sang tokoh.

Kalau merujuk pada sosok Khalid bin Walid, ada beberapa bekal yang bisa diambil pelajaran. Pertama, ketokohan Khalid asli datang dari dalam. Bukan sekadar rekayasa media, bukan juga klaim sepihak. Itulah kelebihan khusus Khalid. Rasulullah saw. dan Khalifah Abu Bakar mengembangkan kelebihan itu pada saluran yang pas.

Kelebihan yang alami itulah yang menjadikan ketokohan Khalid tak terbantahkan. Bahkan, oleh musuh sekali pun. Seorang panglima Romawi, Georgius, pernah mengatakan, “Saya ingin sekali jawaban jujur dari Anda, Wahai Panglima. Apakah Tuhan menurunkan pedang dari langit kepada Nabi Anda dan pedang itu diserahkan khusus buat Anda?” Tentu saja, pertanyaan itu membuat Khalid bin Walid tersenyum.

Kedua, Khalid tidak terobsesi dengan ketokohannya. Ia tidak menjadikan popularitas sebagai tujuan. Itu dianggapnya sebagai bagian dari buah perjuangan. Hal itulah yang pernah diungkapkan Khalid mengomentari pergantiannya, “Saya berjuang untuk kejayaan Islam. Bukan karena Umar!” Jadi, di mana pun posisinya, selama masih bisa ikut berperang, stamina Khalid tetap prima. Itulah nilah ikhlas yang ingin dipegang seorang sahabat Rasul seperti Khalid bin Walid.

Rasulullah saw. mengatakan, “Siapa memurkakan Allah untuk meraih keridhaan manusia maka Allah murka kepadanya dan menjadikan orang yang semula meridhainya menjadi murka kepadanya. Namun, siapa meridhai Allah meskipun dalam kemurkaan manusia maka Allah akan meridhainya dan meridhakan kepadanya orang yang pernah memurkainya. Allah memperindahnya, memperindah ucapan dan perbuatannya.” (HR. Aththabrani)

Ketika popularitas ada di tangan, sebenarnya seseorang sedang berada di puncak godaan. Persis seperti kuli bangunan yang berada di gedung tinggi. Kian tinggi posisinya, semakin besar tiupan angin. Dan kalau jatuh pun akan jauh lebih sakit.

Di antara godaan itu mengatakan, “Anda ini orang besar. Anda tahu apa yang Anda lakukan. Anda tak mungkin salah.” Pada saat yang bersamaan, kalau itu masuk dalam hati dan merembes menjadi sikap diri; orang menjadi ‘ujub. Ia merasa kalau dirinya memang besar. Tak ada yang layak mengatur dirinya. Termasuk, mungkin, oleh Allah swt. sendiri.

Itulah yang pernah diucapkan Iblis. “Saya lebih baik dari Adam. Aku dari api, dan dia dari tanah! Bagaimana mungkin mesti sujud padanya!” Itulah puncak kesalahan dari orang besar. Orang yang terjebak dalam kepopulerannya. Na’udzubillah!

Khalid bin Walid pun akhirnya dipanggil Allah swt. Umar bin Khaththab menangis. Bukan karena menyesal telah mengganti Khalid. Tapi, ia sedih karena tidak sempat mengembalikan jabatan Khalid sebelum akhirnya ‘Si Pedang Allah’ menempati posisi khusus di sisi Allah swt.



Dari Author

Post a Comment

 
Top