Injil Yohanes sangat berbeda dengan tiga Injil lainnya, sedemikian rupa sehingga R.P. Rouguet dalam bukunya Pengantar kepada Injil, setelah memberi tafsiran kepada ketiga Injil yang pertama, mengatakan bahwa Injil Yohanes merupakan "dunia yang lain."
Memang begitu. Sesungguhnya Injil Yohanes merupakan buku yang sangat berlainan; kita dapatkan di dalamnya perbedaan dalam tertib susunannya, dalam hikayatnya, dalam uraian-uraiannya, perbedaan gaya bahasa, perbedaan geografis dan kronologis bahkan perbedaan dalam pandangan teologi (O. Culmann). Dengan begitu maka kata-kata Yesus diriwayatkan oleh Yohanes dan oleh ketiga pengarang Injil lainnya secara berbeda. R.P. Rouguet menjelaskan bahwa "Injil-Injil Sinoptik17 meriwayatkan kata-kata Yesus dalam style yang bernada perintah keras dan lebih dekat dengan gaya orang bicara.
"Dalam Injil Yohanes segala sesuatu bernada "berfikir," sedemikian rupa sehingga kita bertanya apakah Yesus yang bicara atau ide yang dicetuskan Yesus itu kemudian diperpanjang secara tidak sadar dengan pemikiran-pemikiran pengarang Injil? Siapakah pengarang Injil Yohanes? Persoalan ini banyak diperdebatkan dan memang terdapat bermacam-macam pendapat. A. Tricot dan R.P. Rouguet yakin bahwa Injil Yahya dikarang oleh seorang saksi-mata. Pengarangnya adalah Yohanes, anak Zebede , saudara Yakob ini adalah seorang sahabat Yesus yang segi-segi hidupnya sudah terkenal dan terpapar dalam buku-buku pelajaran agama bagi awam.
Seni gambar populer melukiskannya berdampingan dengan Yesus pada waktu santapan terakhir, sebelum pensaliban. Siapa yang dapat menggambarkan bahwa Injil Yohanes bukan karangan Yohanes, sahabat Yesus yang gambarnya tersebar di mana-mana? Bahwa Injil keempat ini ditulis pada waktu yang sangat terlambat tidak menjadi argumentasi formal untuk melawan anggapan di atas. Pendapat yang definitif mengatakan bahwa Injil Yohanes dikarang pada akhir abad pertama. Gambaran bahwa Injil Yohanes ditulis 60 tahun sesudah Yesus dapat terasa sesuai dengan adanya seorang sahabat yang sangat muda pada waktu hidupnya Yesus, dan kemudian berumur panjang hampir satu abad.
R.P. Kannengiesser dalam penyelidikannya tentang kebangkitan Yesus berkesimpulan bahwa tak seorangpun di antara pengarang-pengarang Perjanjian Baru, kecuali Paulus, yang dapat dikatakan saksi mata terhadap kelanjutan Yesus. Walaupun begitu, Yohanes meriwayatkan tentang Yesus menampakkan dirinya kepada 12 sahabatnya, termasuk Yahya sendiri, yang sedang berkumpul, tetapi Thomas tidak hadir (Yahya, 20, 19-24). Kemudian kejadian tersebut terulang; Yesus nampak kepada 12 sahabatnya yang berkumpul lengkap. O. Culmann, dalam bukunya Perjanjian Baru tidak membicarakan hal tersebut.
Terjemahan Ekumenik terhadap Bibel mengatakan bahwa kebanyakan para pengeritik tidak dapat menerima anggapan bahwa Injil Yohanes adalah karangan Yohanes sahabat Yesus; memang tak ada kemungkinan bahwa anggapan awam itu benar. Akan tetapi semua orang berpendapat bahwa teks Injil Yahya itu dikarang oleh beberapa penulis. Ada kemungkinan besar bahwa Injil Yahya yang kita miliki disiarkan oleh murid-murid pengarang. Mereka itu telah menambah fasal 21, dan tidak ada keragu-raguan lagi bahwa mereka juga menambah catatan-catatan (fasal 4, 2 dan mungkin fasal 4, 1, 4, 44, 7, 37b, 11, 2, 19, 35), mengenai hikayat wanita yang berzina, semua orang sependapat bahwa sumber daripada hikayat tak dapat diketahui, dan hikayat itu diselipkan kemudian.
(Walaupun begitu termasuk dalam Injil Kanon). Paragraf 19, 35 nampak sebagai pernyataan dari seorang saksi mata (O. Culmann); ini adalah satu-satunya paragraf yang memberikan kesan tersebut, tetapi para ahli tafsir Injil berpendapat bahwa paragraf tersebut adalah paragraf tambahan. O. Culmann berpendapat bahwa tambahan-tambahan baru nampak dalam Injil Yohanes fasal 21, pasti merupakan karya seorang murid yang memasukkan perubahan dalam tubuh Injil Yohanes. Dengan tidak menyebutkan hipotesa-hipotesa yang diajukan oleh para ahli tafsir Injil, catatan-catatan yang datang dari pengarang-pengarang Kristen yang ternama dan yang mengenai persoalan siapa yang menulis Injil Yohanes, menunjukkan kepada kita bahwa mereka berada dalam kebingungan.
Nilai sejarah daripada riwayat-riwayat Yohanes juga banyak dibantah. Perbedaannya dengan ketiga Injil lainnya adalah besar. O. Culmann mengatakan bahwa Yohanes mempunyai pikiran-pikiran teologi yang berbeda dengan pengarang-pengarang Injil lainnya. Perbedaan teologi ini, menjadi pedoman untuk memilih kata-kata Yesus yang diriwayatkan, dan cara meriwayatkannya. Dengan begitu maka Yohanes sering memperpanjang kata-kata tersebut, dan melukiskan Yesus yang kita ketahui dalam sejarah mengatakan, apa yang dikatakan oleh Ruhul Kudus kepadanya. Bagi ahli tafsir Injil ini, (O. Culmann) itulah sebabnya perbedaan antara Injil Yohanes dan Injil-Injil yang lain.
Sudah terang kita dapat menggambarkan bahwa Yohanes yang menulis Injilnya sesudah pengarang-pengarang lain dapat memilih hikayat-hikayat yang lebih dapat menerangkan idenya; kita tidak perlu heran jika kita tidak menemukan dalam Injil Yohanes hal-hal yang dapat kita temukan dalam Injil-Injil yang lain. Terjemahan Ekumenik menyebutkan beberapa hal semacam itu (halaman 282). Tetapi yang mengherankan kita adalah adanya kekosongan-kekosongan. Kekosongan-kekosongan itu ada yang hampir tak dapat dipercaya seperti hikayat lembaga Ekansti.
Kita tak dapat menggambarkan bahwa hikayat yang sangat penting bagi agama Kristen dan kemudian menjadi tiang (pokok) bagi liturginya yaitu misa, bahwa hikayat tersebut tidak disajikan oleh Yohanes, seorang pengarang Injil yang terbaik. Dan Yohanes hanya puas dengan menceritakan bagaimana Yesus membasuh kaki murid muridnya, meramalkan pengkhianatan Yudas dan pengingkaran Petrus kepadanya. Sebaliknya ada hikayat-hikayat yang diceritakan oleh Yohanes tetapi tak tersebut dalam Injil-Injil yang lain. Terjemahan Ekumenik menyebutkan hikayat-hikayat tersebut pada halaman 283. Mengenai hal ini orang dapat mengatakan bahwa ketiga pengarang Injil Sinoptik tidak dapat menemukan dalam hikayat yang diriwayatkan oleh Yahya sesuatu arti yang penting.
Tetapi kita tentu merasa heran karena membaca Injil Yohanes yang memuat hikayat Yesus yang sudah hidup kembali menampakl;an dirinya kepada murid-muridnya di pinggir danau Tabariah (Yohanes 21, 1-14); hikayat tersebut adalah reproduksi daripada hikayat mencari ikan yang disebutkan oleh Lukas (5, 1-11) dengan banyak tambahan. Yohanes menceritakan hikayat tersebut seakan-akan kejadian yang terjadi pada waktu Yesus masih hidup. Dalam Hikayat ini Lukas menyebutkan bahwa Yohanes juga ada, yakni Yohanes yang kemudian mengarang Injil Yohanes Hikayat Injil Yohanes tersebut merupakan bagian dari fasal 21 yang semua penyelidik sepakat bahwa fasal tersebut adalah tambahan.
Dengan mudah kita dapat menggambarkan bahwa disebutkannya nama Yohanes dalam hikayat Lukas akan dapat memasukkannya secara buat-buatan dalam Injil keempat. Bahwa untuk keperluan tersebut orang harus merubah hikayat dari zaman Yesus masih hidup menjadi hikayat yang diriwayatkan sesudah Yesus tidak ada lagi, hal ini tidak dapat memberhentikan tindakan orang-orang yang bertujuan merobah teks Injil.
Ada lagi suatu perbedaan besar antara Injil Yohanes dengan ketiga lnjil lainnya, yaitu soal berapa lama Yesus melakukan tugasnya. Markus, Matius dan Lukas mengatakan hanya satu tahun, sedangkan Yohanes mengatakan lebih dari dua tahun O. Culmann mengikuti Yohanes.
Terjemahan Ekumenik mengatakan sebagai berikut:
"Injil-Injil Sinoptik menyebutkan periode Galilia yang panjang, kemudian diteruskan dengan perjalanan agak panjang ke Yudea, kemudian menetap sebentar di Yerusalem; sebaliknya Yohanes menceritakan Yesus serirg pindah dari satu daerah ke daerah lain, tetapi lama di Yudea, khususnya di Yerusalem ( I, 19-51 . 2, 13-36. 5, 1-47. 14, 20-31). Ia menyebutkan beberapa keramaian Paskah (2, 13, 5, 1. 6, 4, 11, 55) dan dengan begitu memberi kesan bahwa Yesus bertugas lebih dari dua tahun.
Sekarang, mari sama-sama kita renungkan baik-baik; siapa yang harus lebih kita percaya? Markus, Matius, Lukas, atau Yohanes?
Wallahualambissawab.
[Sumber: Islam Menjawab Fitnah]
Post a Comment