"(Ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai 'Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu (mewafatkanmu) dan mengangkat kamu kepada-Ku." (QS Ali 'Imran [3]:55).
Apakah pengertian yang menyebutkan Isa 'wafat' dalam surah ali Imran ini mengandung makna yang sesungguhnya atau bukan? Mari sama-sama kita telusuri.
Makna 'wafat' yang tepat di sini adalah 'tidur'. Yaitu, Allah mengangkat nabi Isa ke sisi-Nya dalam keadaan tidur. Dalam bahasa Arab, kata 'tidur' sah dipakaikan dalam makna wafat, setidaknya hampir serupa dengan wafat (mati), sebagaimana firman Allah:
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي
قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Ia tahan jiwa (orang) yang telah ia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan." (QS az-Zumar [39]:42)
Ayat ini menjelaskan bahwa manusia (hidup) sesungguhnya wafat di dalam tidur. Saat tertidur - dan ruh terpisah dari jasad - manusia praktis kehilangan kepekaannya sebagai makhluk hidup. Otak meraka sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan gerak atau aktifitas bagian mana pun dari seluruh organ tubuhnya (kecuali hal-hal yang terjadi di alam bawah sadar seperti mengigau, tidur berjalan dan hal-hal sejenis itu).
Saat terbangun dari tidur, atau tepatnya saat ruhnya dikembalikan oleh Allah SWT ke jasad masing-masing, maka kecuali Allah SWT menghendaki lain, segala kemampuan normalnya sebagai manusia akan kembali berfungsi sebagaimana biasanya.
Dalam hadits disebutkan bahwa sebelum beranjak tidur Rasululah SAW selalu berdoa:
"Dengan Nama-Mu wahai Tuhanku, aku baringkan badanku, dan dengan Nama-Mu juga aku mengangkatnya. Kalau Engkau mencabut nyawaku, sayangilah ia, dan jika Engkau belum mencabutnya, jagalah ia sebagaimana Engkau menjaga nyawa hamba-hamba-Mu yang shalih". [1]
Ketika Rasulullah SAW terbangun, ia membaca doa:
"Segala puji bagi Allah Yang telah menghidupkan kami setelah Dia mematikan kami, dan hanya kepada-Nya tempat kembali." [2]
serta membaca:
"Segala puji bagi Allah Yang telah mengembalikan ruhku kepadaku dan Yang telah menyehatkan jasadku." [3]
Dengan adanya hadits-hadits ini jelaslah bahwa makna ayat tersebut adalah:
"Sesungguhnya Aku mematikanmu (seperti rupa yang mati waktu tidur), ketika itu engkau tidak merasakan diangkat ke langit."
Artinya nabi Isa tertidur pulas, dan dalam keadaan tidur pulas itulah Allah mengangkatnya ke langit sebagaimana yang dikehendaki-Nya. Nabi Isa tidak terbangun kecuali setelah sampai di langit. Ulama lain berpendapat, nabi Isa diwafatkan, dengan pengertian mati yang sesungguhnya, namun hanya sebentar. Ketika dalam kondisi tidak bernyawa, ia diangkat ke langit, kemudian ia dibangkitkan, dan kembali hidup.
Lebih jauh tentang hal ini, mari sama-sama kita simak penjelasan berikut:
Mathar al-Warraq menafsirkan ayat "Sesungguhnya Aku mewafatkanmu ..." bermakna mewafatkanmu dari dunia, tapi bukan berarti mati. Penafsiran yang sama juga ditarik oleh Ibnu Jarir: Sesungguhnya wafatnya Isa AS adalah diangkatnya ia dari dunia karena telah ditetapkan bukan sebagai ahli (penghuni) dunia lagi.
Dan atas kuasa Allah SWT setelah itu ia tidak lagi memerlukan segala kebutuhan ahli dunia seperti makan, minum, tidur, dan lain-lain hal yang bersifat manusiawi. Cukup banyak hadits yang mengkabarkan tentang turunnya nabi Isa AS di akhir zaman nanti, dan ia akan menjalankan hukum Islam. Ia akan mematahkan palang-palang salib, memusnahkan babi, meniadakan upeti (pajak), dan yang ia terima hanyalah agama Islam. Hal ini diperkuat oleh firman Allah SWT:
"Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya (sebelum kematian Isa). Dan di hari akhir nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka" (QS. an-Nisa'[4]: 159).
Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Mufti Saudi Arabia, rahimahullah menulis dalam bukunya Majmu' Al Fatawa, Bab: Tauhid dan hal-hal yang berkenaan dengannya (1/433) sebagai berikut:
Para ulama berbeda pendapat mengenai penafsiran kata almutawaffa (dimatikan/diwafatkan) yang ada dalam ayat "(Ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu (mewafatkanmu) dan mengongkat kamu kepada-Ku."
Pendapat-pendapat tersebut di antaranya:
Pertama: Yang dimaksud dengan wafat di sini adalah wafat dalam artian mati, sebab itulah pengertian yang zahir (tekstual) dari ayat tersebut jika tidak disandingkan dengan bukti-bukti terkait lainnya. Dan dikarenakan kata mutawaffa terdapat dalam al-Quran lebih dari sekali, seperti dalam ayat: "Katakanlah: "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu..." (QS. As-Sajadah[32]:11), dan dalam ayat: "Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): "Rasakan olehmu siksa neraka yang membakar" (QS. Al-Anfal[8]:50). Demikian pula di ayat lain, kata waffa juga memiliki pengertian 'mati'. Atas dasar makna inilah penafsiran ayat tersebut memakai uslub (gaya) taqdim dan ta'khir.
Kedua: Dengan makna qabd (berada dalam genggaman). Pendapat ini dinukil Ibnu Jarir dalam kitab tafsirnya dari sekelompok ulama salaf, dan Ibnu Jarir memilih pendapat ini sekaligus mendudukkannya di tingkat pertama dibanding dengan pendapat-pendapat lain. Dengan demikian, makna ayat tersebut adalah sebagai berikut: "Sesungguhnya Akulah yang menggenggammu dari bumi ke alam langit, engkau dalam keadaan hidup kemudian aku mengangkatmu ke sisi-Ku."
Dalam ucapan orang-orang Arab juga terdapat makna yang persis dengan makna waffadalam ayat tersebut, yaitu: "tawaffaitu maali min fulan," maksudnya, aku menggenggam (menguasai) seluruh harta kekayaanku dari si Fulan. Atau dengan kata lain, aku berkuasa sepenuhnya atas kekayaanku dari gangguan si fulan.
Ketiga: Maksud wafat pada ayat tersebut adalah wafat yang berarti 'tidur'. Sebab kata naum(tidur) dalam bahasa Arab dapat diartikan juga sebagai wafat (mati). Maka pemaknaan ayat tersebut adalah tidur dengan merujuk kepada dalil dari ayat-ayat al-Qur'an seperti firman Allah SWT yang artinya: "Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari", dan ayat: "Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka la tahanlah jiwa (orang) yang telah ia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan."
Pendapat yang kedua dan ketiga lebih kuat dari pendapat yang pertama. Kesimpulannya, pendapat yang benar adalah yang didukung oleh dalil-dalil yang jelas, dan dikuatkan dengan fakta, bahwa ia diangkat ke langit dalam keadaan hidup. Dengan kata lain Nabi Isa AS belum pernah mati, dan senantiasa dalam keadaan hidup di langit sampai pada suatu saat nanti akan turun ke bumi untuk melaksanakan tugas yang diembannya sesuai dengan pemberitaan lewat hadits-hadits shahih dari Nabi Muhammad SAW. Setelah menyelesaikan tugas-tugas itu, barulah beliau wafat - sesuai dengan takdir yang sudah ditetapkan Allah.
Dari keterangan ini dapat dimengerti bahwa penafsiran kata "yatawaffa" dengan makna maut (mati dengan dicabut nyawa) adalah pendapat yang lemah, tidak akurat. Sekiranya pun pendapat itu benar, maka sudah barang tentu yang dimaksud adalah wafatnya Isa di akhir zaman nanti. Artinya, penyebutan kata itu sebelum kejadian "pengangkatan" termasuk gaya bahasa taqdim (mendahulukan sesuatu) dengan makna ta'khir (diakhirkan). Sebab sebagaimana diingatkan oleh ulama dan ahli bahasa Arab, huruf "waw" (kata sambung) tidak selamanya mengandung pengertian tartib (urutan).
Sedangkan anggapan bahwa nabi Isa AS tewas dibunuh, atau tewas disalib, ayat-ayat di dalam Al-Quran secara terang dan tegas membatalkan dan menolaknya. Al-Qur'an juga dengan sendirinya menolak pendapat yang mengatakan bahwa nabi Isa AS tidak diangkat ke langit tapi hijrah ke Kashmir (India) dan lama hidup di sana (sampai wafat secara normal) dan tidak akan turun sebelum hari Kiamat. Dan jika pun ada, maka yang akan datang itu adalah"duplikat" nabi Isa.
Pendapat ini benar-benar pendapat batil, menentang ketetapan Allah SWT dan mendustakan ayat-ayat Allah SWT serta hadits Rasulullah SAW yang jelas menyiratkan bahwa Nabi Isa AS senantiasa hidup sampai sekarang dan akan turun di kemudian hari sebagaimana diberitakan oleh Rasulullah SAW.
Berpegang pada keterangan di atas tentunya kita menjadi lebih faham bahwasanya siapa pun yang "mengklaim" nabi Isa AS tewas terbunuh di tiang salib, atau yang mengatakan bahwa nabi Isa AS berhijrah ke negeri Kashmir dan hidup di sana cukup lama sebelum mati dengan cara yang normal - dan setelah mati tidak pula diangkat ke langit - adalah pendapat yang menentang Allah SWT, mendustakan ayat-ayat Allah SWT, serta menafikan hadits Rasulullah SAW.
Kita semua tahu bahwa barangsiapa mendustakan Allah dan Rasul-Nya hukumnya adalah kafir. Oleh karenanya, siapa pun yang (masih) mempercayai pendapat keliru ini hendaknya bersegera ightifar, bertaubat, dan kembali ke jalan yang benar. Kitab Suci al-Quran dan hadits dengan jelas memberitakan bahwa jika seseorang bertaubat dan kembali ke jalan Allah SWT, niscaya ia selamat. Namun jika tidak, maka ia akan mati dalam kekufuran.
Dalil-dalil yang menyatakan bahwa "kematian" Nabi Isa AS tidak seperti yang disangkakan sebagian besar umat Nasrani cukup banyak, bahkan sangat jelas diterangkan oleh Allah SWT sendiri melalui firman-Nya:
"Dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih, lsa putera Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat lsa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. An-Nisa'[4]:157-158)
Dan ini masih dikuatkan oleh hadits-hadits dari Rasulullah SAW yang memberitakan tentang turunnya nabi Isa AS di akhir zaman sebagai hakim yang adil, yang akan membunuh Dajjal Sang Sesat, mematahkan palang salib, membunuh babi, meniadakan upeti (pajak), dan tiada satu agama pun yang ia terima kecuali agama Islam.
Hadits-hadits tersebut adalah hadits mutawatir dan status shahihnya akurat, sebab berasal dari Rasulullah SAW. Para ulama sependapat menerima berita itu untuk diimani karena ada dalil dan mereka sebutkan sendiri di dalam buku-buku aqidahnya.
Adapun yang menolaknya dengan alasan karena haditsnya hadits ahad, juga tidak dapat menolaknya secara penuh, atau mentakwilkan hadits tersebut dengan pengertian bahwa manusia di akhir zaman nanti berpegang kepada akhlak Al-Masih AS, bersikap lembut, penyayang, merangkul orang-orang dengan semangat, tujuan, dan subtansi hukum - bukan dengan teks atau redaksi hukum - jelas merupakan pendapat yang keliru, batil, dan menyalahi pendapat mayoritas ulama Islam. Pendapat ini bahkan terang-terangan menolaknash yang tsabit (fakta) dan mutawatir sehingga dapat dianggap sebagai tindakan kriminal terhadap syariah, menentang ajaran Islam dan nabi yang ma'shum Muhammd SAW. Sebuah bentuk kebodohan jahiliyah yang menilai sesuatu dengan hukum prasangka dan hawa nafsu, atau keluar dari kebenaran serta petunjuk dari Allah SWT.
Orang yang berpegang teguh pada syariat, yang percaya sepenuhnya kepada para nabi dan rasul pembawa syariat, yang menjunjung tinggi hukum serta segala nash ajarannya, tentu tidak mungkin gegabah dan berani membuat pernyataan seperti itu.
Demikian pula dengan pendapat yang menyatakan bahwa hadits pembawa berita tentang turunnya Nabi Isa AS adalah hadits ahaddan tidak dapat dijadikan landasan hukum, adalah pendapat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Pasalnya, hadits-hadits yang memberitakan hal itu cukup banyak, diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits shahih, kitabsunan dan kitab musnad para ulama hadits dengan thariqul hadits serta sanad yang bervariasi, telah mencukupi kriteria mutawatir.
Lalu, bagaimana mungkin orang-orang yang pengetahuannya tidak cukup tentang syariah mengatakan tidak menerima dan menolak untuk berpegang pada hadits-hadits ini?
Sekiranya pun hadits-hadits ini dianggap sebagai hadits ahad, perlu difahami bahwa tidak semua hadits ahad tidak layak dijadikan landasan hukum. Sebab sesuai dengan metode ulama hadits dan ahli hahqiq hadits; maka hadits ahad, jika thariq haditsnya banyak,sanadnya lurus dan tidak cacat, ia sah dijadikan sebagai landasan hukun. Dengan metode ini, hadits-hadits tentang berita turunnya nabi Isa adalah hadits yang status keshahihannya sudah lulus kriteria, sanad dan riwayatnya juga bervariasi. Sehingga tidak ada alasan yang tepat untuk menolak hadits-hadits tersebut. Ia sah dijadikan dalil, baik itu disebut sebagai hadits ahad atau hadits mutawatir.
Dengan demikian, semoga kita menjadi lebih mengerti akan kekeliruan syubhat tentang memaknai "kematian" Nabi Isa AS yang telah diselewengkan dari kebenarannya menurut Islam. Tindakan yang paling parah dan penentangan paling dahsyat terhadap Allah SWT dan Rasulullah SAW adalah pendapat yang mentakwilkan hadits-hadits tersebut kepada pengertian yang tiada sangkut-pautnya dengan dalil-dalil hadits.
Pelaku ini telah menggabungkan dua kesalahan sekaligus, yaitu pendustaan atas nash dan ketidakpercayaannya akan berita yang disampaikan melalui hadits Rasulullah SAW tentang turunnya Nabi Isa AS. Ia tidak menerima bahwa Nabi Isa AS akan menjadi hakim adil untuk sekalian umat manusia, membunuh Dajjal, mematahkan salib, dan lain sebagainya. Secara tidak langsung ia telah mengidentikkan Rasulullah SAW - salahsatu manusia terpilih yang paling mengetahui perkara-perkara syariat Allah di antara umat manusia - sebagai orang yang telah mencampuradukkan hukum, tidak sesuai antara ucapan dan maksud (atau tujuan) ucapannya - padahal redaksi ucapan beliau dalam hadits cukup jelas - lalu perkara ini diartikan sebagai puncak pendustaan, pengelabuan serta penggelapan terhadap umat sehingga tidak selayaknya Nabi Muhammad SAW masuk dalam kriteria seorang rasul Tuhan.
Orang yang mentakwilkan ini persis seperti penganut paham atheis yang menisbahkan para nabi dan rasul sebagai fantasi demi kepentingan mayoritas umat manusia, dan menurut mereka apa yang dipetik dari ucapan para nabi bukanlah redaksi yang sesungguhnya. Paham ini telah ditangkis oleh ahlul ilmi wal iman, mereka telah mencoret paham tersebut dengan pena fakta dan bukti-bukti akurat.
Semoga kita terlindungi dari penyakit hati, terhindar dari kerancuan, dari fitnah-fitnah yang menyesatkan, dan dari godaan syaitan. Marilah kita memohon kepada Allah semoga kita terbebas dari ketundukan terhadap hawa nafsu dan syaitan. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada kekuatan yang dapat menyelamatkan kita kecuali kekuasaan Allah yang Maha Agung dan Maha Perkasa.
Semoga keterangan di atas dapat menjadi rujukan menuju kebenaran dan kejelasan aqidah yang diridhai oleh Allah SWT.
Amin Ya, Rabbal Alamin.
[Dari potongan artikel berjudul Isa Alaihissalam Menurut Al-Qur'an Dan Hadits di Blog Cah Bagus]
CATATAN KAKI:
[1] Hadits HR. Bukhari nomor: 7393 Kitab: Tauhid, Bab: Berdoa dan meminta perlindungan dengan menyertakan Asma'ullah al-Husna. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Muslim dengan nomor hadits: 714. Kitab: Zikir, Doa, Toubat dan Memohon ampun, Bab: Bacaan doa sebelum tidur don ketika berboring'. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Abu Daud dengan nomor hadits: 5050. Kitab: Adab. Bab: Doa sebelum tidur. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Ibnu Majah dengan nomor hadits: 3874. Kitab: Doa, Bab: Doa menjelang tidur. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Ahmad di kitab hadits Musnad (2/246, 422,432), diriwayatkan dari Abu Hurairah ra.
[2] HR. Bukhari (nomor hadits: 7394) Kitab: Tauhid, Bab: Berdoa dan meminta perlindungan dengan menyertakan Asma'ullah al-Husna.' Diriwayatkan dari Huzaifah ra. Muslim dengan nomor hadits: 2811. Kitab: Zikir, Doa, Taubat dan Memohon ompun, Bab: Bacaan doa sebelum tidur dan ketika berboring, diriwayatkan dari alBarra' ra. Abu Daud, dengan nomor hadits: 5049 Kitab Adab, Bab: Doa sebelum tidur, diriwayatkan dari Huzaifah ra. Ibnu Majah, dengan nomor hadits: 3880, Kitab: Doo, Bab: Doa ketika terjaga di tengah malam, diriwayatkan dari Huzaifah ra. Ahmad, dalam kitab hadits Musnad (5/385, 387), diriwayatkan dari Huzaifah ra.30. HR. Turmudzi, dengan nomor hadits: 3398, Kitab: Doa-doa. Nasai, dengan nomor hadits: 866, Bab: Amalan siang dan malam. Ibnu Sinni, dengan nomor hadits: 9. Hadits ini shahih menurut Imam Nawani dalam bukunya Af-Adzkar, nomor: 28. Dan oleh al-Bani, hadits ini statusnya hasan, dalam buku Shahih al-Kalim at Thayyib, nomor: 37.
[3] Pendapat yang tepat yang dipilih Ibnu Jarir-rahimahullah dalam tafsir Jami' al-Bayan (3/256), adalah pendapat yang menafsirkan dengan: "Sesungguhnya aku menarikmu dari bumi dan mengangkatmu ke langit." Alasannya, karena hadits-hadits mutawatir dari Rasulullah SAW di antaranya hadits yang menyebutkan bahwa nabi Isa AS akan turun, dan ia akan membunuh Dajjal, kemudian bertahan di muka bumi dalam jangka waktu tertentu. Sementara menurut Asy-Syaukani rahimahullah dalam tafsir Fathul Qadir (1/344), yang tepat adalah bahwa Allah mengangkat nabi Isa AS ke langit tanpa diwafatkan terlebih dahulu. Pendapat ini didukung oleh mufassir-mufassir dan dipilih oleh Ibnu Jarir at Thabari. Alasannya ialah bahwa hadits shahih dari Rasulullah SAW yang mengabarkan turunnya nabi Isa AS dan akan membunuh Dajjal.
Post a Comment