Penggambaran artistik
Trinitas paling sering diperlihatkan dalam karya seni Kristen dengan Roh Kudus direpresentasikan oleh seekor burung merpati, sebagaimana tercantum dalam kisah Injil mengenai Pembaptisan Yesus, yang hampir selalu ditampilkan dengan sayap-sayap terkembang. Namun, terdapat beberapa penggambaran menggunakan tiga figur manusia pada hampir sepanjang periode seni
Bapa dan Putra biasanya dibedakan dengan usia, dan kemudian dengan busana/jubah, tetapi tidak selalu demikian. Penggambaran Bapa yang lazim sebagai seorang pria yang lebih tua dengan janggut putih kemungkinan bersumber dari Yang Lanjut Usianya dalam Alkitab, yang sering kali dikutip demi membela representasi yang terkadang kontroversial ini. Bagaimanapun, dalam Ortodoksi Timur Yang Lanjut Usianya umumnya dipahami sebagai Allah Putra, bukan Allah Bapa (lihat di bawah)—beberapa gambar Bizantin awal yang menampilkan Kristus sebagai Yang Lanjut Usianya, tetapi ikonografi ini menjadi jarang terlihat. Ketika Bapa digambarkan dalam karya seni, Ia terkadang ditampilkan dengan suatu halo yang berbentuk seperti segitiga sama sisi, bukan lingkaran. Putra sering kali ditampilkan di sebelah kanan Bapa.Kis. 7:56 Ia terkadang direpresentasikan dengan suatu simbol—biasanya Anak Domba (agnus dei)—atau pada crucifix, sehingga Bapa adalah satu-satunya figur manusia yang ditampilkan dalam ukuran penuh. Dalam seni abad pertengahan awal, Bapa terkadang direpresentasikan dengan suatu tangan yang timbul dari awan dengan sikap memberi berkat, misalnya dalam adegan-adegan Pembaptisan Yesus. Belakangan, di Barat, Singgasana Kerahiman (atau "Takhta Kasih Karunia") menjadi suatu penggambaran yang umum. Dalam gaya ini, Bapa (kadang-kadang dalam posisi duduk di atas takhta) ditampilkan sedang menyokong crucifix atau, belakangan, Putra tersalib yang terkulai, mirip Pietà (jenis ini di Jerman dibedakan sebagai Not Gottes) dengan kedua tangan-Nya terentang, sementara Sang Merpati melayang di atas atau di antara Bapa dan Putra. Popularitas subjek ini berlanjut setidaknya sampai abad ke-18.
Pada akhir abad ke-15, berbagai representasi yang lebih besar, selain Takhta Kerahiman, secara efektif dibakukan: suatu figur yang lebih tua dengan jubah polos menunjukkan Bapa, Putra dengan torso yang sebagian telanjang untuk memperlihatkan luka-luka Sengsara-Nya, serta Sang Merpati di atas atau di sekitar Bapa dan Putra. Dalam representasi-representasi sebelumnya, baik Bapa (khususnya) maupun Putra sering kali mengenakan mahkota dan jubah yang kompleks. Terkadang Bapa sendiri yang mengenakan mahkota, atau bahkan tiara kepausan.
Galeri Gambar
Nontrinitarianisme
Nontrinitarianisme (atau antitrinitarianisme) mengacu pada sistem keyakinan Kristiani yang menolak doktrin Trinitas dengan alasan tidak berdasar pada kitab suci. Pandangan-pandangan nontrinitaris sangat beragam berkenaan dengan kodrat Allah, Yesus, dan Roh Kudus. Beberapa pandangan nontrinitaris, seperti Adopsionisme, Monarkianisme, dan Arianisme, telah ada sebelum definisi resmi doktrin Trinitas pada Konsili Nicea (325), Konsili Konstantinopel I (381), dan Konsili Efesus (431). Setelah kemenangan akhir ortodoksi Kekristenan di Konstantinopel pada tahun 381, Arianisme tersingkir dari Kekaisaran dan mempertahankan kedudukannya di antara suku-suku Teutonik. Namun, ketika suku Franka menganut Katolisisme pada tahun 496, paham tersebut menghilang secara bertahap. Nontrinitarianisme di kemudian hari diperbaharui dalam Gnostisisme yang dianut kaum Katar pada abad ke-11 sampai abad ke-13, pada Abad Pencerahan abad ke-18, dan dalam beberapa kolompok yang timbul selama Gerakan Kebangunan Rohani Kedua abad ke-19.
Beberapa denominasi atau kelompok nontrinitaris modern misalnya Kristadelfian, Sains Kristen, Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, Iglesia ni Cristo, Saksi-Saksi Yehuwa, Pentakostal Keesaan, Gereja Allah Hari Ketujuh, dan Persekutuan Kristen Universalis Unitarian.
Pandangan Islam
Islam memandang Yesus sebagai salah seorang nabi, tetapi tidak ilahi, dan Allah harus benar-benar tak terbagi (suatu konsep yang disebut tauhid). Beberapa ayat dari Al-Qur'an digunakan untuk memandang bahwa doktrin Trinitas adalah penghujatan.
Katakanlah, "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa; Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu; Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan; dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia."
— Al-Qur'an, surah 112 (Al-Ikhlas), ayat 1–4
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.
— Al-Qur'an, surah 5 (Al-Ma’idah), ayat 73
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?" Isa menjawab, "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib."
— Al-Qur'an, surah 5 (Al-Ma’idah), ayat 116
Terdapat beragam interpretasi atas ayat-ayat tersebut oleh para akademisi modern. Ayat 5:73 diinterpretasikan sebagai suatu kritik yang mungkin ditujukan pada literatur Siria yang menyebut Yesus sebagai "yang ketiga dari yang tiga" ("the third of the three" menurut terjemahan Inggris atas Surah 5:73) dan dengan demikian menolak pandangan bahwa Yesus adalah ilahi.
Edward Hulmes menuliskan:
Penafsiran Al-Qur'an tentang ortodoksi trinitaris sebagai keyakinan di dalam Bapa, Putra, dan Perawan Maria, kemungkinan lebih karena suatu pengenalan akan peran yang diberikan oleh umat Kristen setempat (lih. Koliridianisme) kepada Maria sebagai ibu dalam arti khusus daripada suatu kesalahpahaman akan Perjanjian Baru itu sendiri.
Terdapat juga perbedaan pendapat mengenai apakah ayat tersebut seharusnya diartikan secara harfiah. Sebagai contoh, Thomas menyatakan bahwa ayat 5:116 tidak untuk dilihat sebagai uraian keyakinan sesungguhnya yang diakukan, tetapi lebih kepada memberikan contoh syirik (mengklaim keilahian atas sesuatu selain Allah) dan suatu "peringatan terhadap devosi berlebihan kepada Yesus dan penghormatan akan Maria yang melampaui batas, suatu pengingat yang terkait dengan tema sentral Al-Qur'an bahwa hanya ada satu Allah dan Dia saja yang harus disembah." Ketika dibaca dalam pengertian ini, maka dapat dipahami sebagai suatu teguran, "Terhadap pengilahian Yesus yang diberikan di bagian lain di dalam Al-Qur'an dan suatu peringatan terhadap pengilahian Maria secara virtual dalam konsili-konsili gereja abad kelima bahwa ia adalah 'pembawa-Allah'."
Pandangan lain
Sesuai tradisinya, Yudaisme mempertahankan suatu tradisi monoteisme dengan mengesampingkan kemungkinan adanya Tritunggal.
[Sumber: Wikipedia]
Post a Comment