Menu

Gus Mendem Gus Mendem Author
Title: Adab Terhadap Al-Quran
Author: Gus Mendem
Rating 5 of 5 Des:
Para pembaca rahimakumullah,  Segala puji bagi Allah Yang membaguskan susunan ciptaan-Nya, Yang menciptakan langit dan bumi, mengatur rezeki...


Para pembaca rahimakumullah, 
Segala puji bagi Allah Yang membaguskan susunan ciptaan-Nya, Yang menciptakan langit dan bumi, mengatur rezeki dan makanan, Yang menurunkan Kitabullah Al-Qur'anul Kariim, Yang menghidupkan dan mematikan, serta Yang memberi pahala atas perbuatan-perbuatan baik.

Shalawat dan salam bagi junjungan kita, Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam beserta ahlul baitnya, para shahabat, para tabi'in, tabi'ut tabi'in serta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Setiap muslim harus meyakini kesucian Kalam Allah, keagungannya, dan keutamaannya di atas seluruh kalam (ucapan). Al-Qur'anul Karim itu Kalam Allah yang di dalamnya tidak ada kebatilan. Al-Qur'an memberi petunjuk jalan yang lurus dan memberi bimbingan kepada umat manusia di dalam menempuh perjalanan hidupnya, agar selamat di dunia dan di akhirat, dan dimasukkan dalam golongan orang-orang yang mendapatkan rahmat dari Allah Ta'ala. Untuk itulah tiada ilmu yang lebih utama dipelajari oleh seorang muslim melebihi keutamaan mempelajari Al-Qur'an. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkan-nya." (HR. Bukhari).

Dalam riwayat Imam Muslim dijelaskan: "Bacalah Al-Qur'an, sesungguhnya Al-Qur'an itu akan menjadi syafa'at di hari Qiyamat bagi yang membacanya (ahlinya)." (HR. Muslim). 

Wajib bagi kita menghalalkan apa yang dihalalkan Al-Qur'an dan meng-haramkan apa yang diharamkannya. Diwajibkan pula beradab dengannya dan berakhlaq terhadapnya. Di saat membaca Al-Qur'an seorang muslim perlu memperhatikan adab-adab berikut ini untuk mendapatkan kesempurnaan pahala dalam membaca Al-Qur'an: 

Agar membacanya dalam keadaan yang sempurna, suci dari najis, dan dengan duduk yang sopan dan tenang. Dalam membaca Al-Qur'an dianjurkan dalam keadaan suci. Namun apabila dia membaca dalam keadaan najis, diperbolehkan dengan Ijma' umat Islam. Imam Haromain berkata; orang yang membaca Al-Qur'an dalam keadaan najis, dia tidak dikatakan mengerjakan hal yang makruh, akan tetapi dia meninggalkan sesuatu yang utama. (At-Tibyan, hal.58-59).
Membacanya dengan pelan (tartil) dan tidak cepat, agar dapat menghayati ayat yang dibaca. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Siapa saja yang membaca Al-Qur'an (khatam) kurang dari tiga hari, berarti dia tidak memahami" (HR. Ahmad dan para penyusun Kitab-Kitab Sunan). 
Dan sebagian kelompok dari generasi pertama membenci pengkhataman Al-Qur'an sehari semalam, dengan dasar hadits di atas. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan Abdullah Ibnu Umar untuk mengkhatamkan Al-Qur'an setiap satu minggu (7 hari). (Muttafaq Alaih). Sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Mas'ud, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit , mereka mengkhatamkan Al-Qur'an sekali dalam seminggu. 

Membaca Al-Qur'an dengan khusyu'. Dengan memeperlihatkan duka cita atau menangis, karena sentuhan pengaruh ayat yang dibaca bisa menyentuh jiwa dan perasaan.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bacalah Al-Qur'an dan menangislah, apabila kamu tidak menangis maka usahakan seakan-akan menangis (karena ayat yang engkau baca)". (HR. Al-Bazzar).

Di dalam sebuah ayat Al-Qur'an, Allah Ta'ala menjelaskan sebagian dari sifat-sifat hambaNya yang shalih: 

وَيَخِرُّونَ لِلأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعاً
"Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu'." (QS Al-Isra' [17]: 109). 


Agar membaguskan suara di dalam membacanya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Hiasilah Al-Qur'an dengan suaramu" (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim). Di dalam hadits lain dijelaskan: "Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan Al-Qur'an" (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Maksud hadits di atas, membaca Al-Qur'an dengan susunan bacaan yang jelas dan terang makhroj hurufnya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai keluar dari ketentuan kaidah Tajwid. Membaca Al-Qur'an dimulai dengan Isti'adzah.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
"Dan bila kamu akan membaca Al-Qur'an, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari (godaan-godaan) syaithan yang terkutuk" (QS An-Nahl [16]: 98). 

Apabila ayat yang dibaca dimulai dari awal surat, setelah isti'adzah terus membaca Basmalah, dan apabila tidak di awal surat, cukup membaca isti'adzah. Khusus surat At-Taubah walaupun dibaca mulai awal surat tidak usah membaca Basmalah, cukup dengan membaca isti'adzah saja. Membaca Al-Qur'an dengan berusaha mengetahui artinya dan memahami inti dari ayat yang dibaca dengan beberapa kandungan ilmu yang ada di dalamnya. Firman Allah Ta'ala: 


أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an, ataukah hati mereka terkunci?"QS Muhammad [47]: 24). 

Membaca Al-Qur'an dengan tidak mengganggu orang yang sedang shalat, dan tidak perlu membacanya dengan suara yang terlalu keras atau di tempat yang banyak orang. Bacalah dengan suara yang lirih atau dalam hati secara khusyu'. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Orang yang terang-terangan (di tempat orang banyak) membaca Al-Qur'an, sama dengan orang yang terang-terangan dalam shadaqah" (HR. Tirmidzi, Nasa'i, dan Ahmad).

Dalam hadits lain dijelaskan: "Ingatlah bahwasanya setiap hari dari kamu munajat kepada Rabbnya, maka janganlah salah satu dari kamu mengganggu yang lain, dan salah satu dari kamu tidak boleh mengangkat suara atas yang lain di dalam membaca (Al-Qur'an)" (HR. Abu Dawud, Nasa'i, Baihaqi dan Hakim), ini hadits shahih dengan syarat Shaikhani (Bukhari-Muslim). Jadi jangan sampai ibadah yang kita lakukan tersebut sia-sia karena kita tidak mengindahkan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam melaksanakan ibadah membaca Al-Qur'an. Misalnya, dengan suara yang keras pada larut malam, yang akhirnya mengganggu orang yang istirahat dan orang yang shalat malam. Dengarkan bacaan Al-Qur'an Jika ada yang membaca Al-Qur'an, maka dengarkanlah bacaannya itu dengan tenang, Allah Ta'ala berfirman: 

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
"Dan tatkala dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah dan diamlah, semoga kamu diberi rahmat" (Al-A'raaf [7]: 204). 

Membaca Al-Qur'an dengan saling bergantian. Apabila ada yang membaca Al-Qur'an, boleh dilakukan membacanya itu secara bergantian, dan yang mendengarkannya harus dengan khusyu' dan tenang. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah berkumpul suatu kaum di dalam rumah-rumah Allah, mereka membaca Al-Qur'an dan saling mempelajarinya kecuali akan turun atas mereka ketenangan, dan mereka diliputi oleh rahmat (Allah), para malaikat menyertai mereka, dan Allah membang-ga-banggakan mereka di kalangan (malaikat) yang ada di sisiNya." (HR. Abu Dawud). 

Berdo'a setelah membaca Al-Qur'an
Dalam sebuah riwayat dijelaskan, bahwa para sahabat apabila setelah khatam membaca Al-Qur'an, mereka berkumpul untuk berdo'a dan mengucapkan: 'Semoga rahmat turun atas selesainya membaca Al-Qur'an'. Dan sebuah hadits dijelaskan, diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallah 'anhu bahwasanya apabila ia telah khatam membaca Al-Qur'an, ia mengumpulkan keluarganya dan berdo'a. (HR Abu Dawud). 

Setiap orang Islam wajib mengatur hidupnya sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan harus dipelihara kesucian dan kemuliaannya, serta dipelajari ayat-ayatnya, dipahami dan dilaksanakan sebagai konsekuensi kita beriman ke-pada Al-Qur'an. (Abu Habiburrahman) 

Sumber: Kitab Minhajul Muslim Fiqih Sunnah At-Tibyan Fi Adaabi Hamlatil Qur'an 


Dari Author

Post a Comment

 
Top