Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Rahmat bagi MUHAMMAD bukanlah suatu kebajikan sunnah, sesuatu yang dapat dikerjakan dan boleh ditinggalkan.
Tidak! Rahmat itu suatu tuntunan wajib dan merupakan tuntutan kewajiban. Karena itulah rahmat dalam prakteknya banyak berperan dalam berbagai manifestasi kebajikan dan kebaktian yang sangat bermanfaat.
Abu Dzaar ra. pernah berkata:
Saya pernah bertanya pada Rasulullah saw: “Ya, Rasulullah! Perbuatan apa yang bisa menyelamatkan orang dari api neraka?” Beliau menjawab: “Iman kepada Allah.” Saya bertanya lagi: “Wahai Nabi Allah, dengan iman itu tentu ada amal perbuatan?”. Jawab beliau: “Hendaklah engkau sedekahkan apa-apa yang diberikan Allah.” Saya bertanya lagi: “Wahai Nabi Allah, kalau orang itu fakir miskin, tidak memiliki sesuatu?”.Beliau menjawab: “Lakukanlah amar ma’ruf dan nahi munkar.” Saya bertanya pula: “Kalau orang itu tidak bisa melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar?” Beliau bersabda pula: “Suruhlah dia mengajar orang yang bodoh.” Saya bertanya lagi: “Jika orang itu tidak bisa melakukannya?” “Suruhlah dia membela orang yang dizalimi orang,” sabda Nabi pula. Saya bertanya lagi: “Kalau orang itu tergolong lemah, tidak sanggup membela orang yang teraniaya?”. Beliau menjawab seraya bertanya: “Perbuatan apa yang engkau inginkan dari rekanmu itu untuk bekal kebajikan? Suruhlah dia jangan menyakiti hati orang lain.” Saya bertanya lagi: “Wahai Rasulullah, apakah perbuatan itu akan memasukkannya kedalam Surga?” Lalu jawabnya lagi menegaskan: “Seorang mukmin yang telah mengerjakan salah satu dari perbuatan itu, akan dituntun masuk ke dalam Surga.”
Kami bisa membayangkan api Neraka yang bernyala-nyala sebagai puncak siksaan lahir atau bathin yang ditimpakan pada para penjahat. Dan Surga sebagai suatu puncak penilaian kebajikan yang merupakan ganjaran lahir atau batin, ataupun keduanya. Dalam hadits ini kami melihat Rasulullah SAW banyak sekali menampilkan rahmat dan amal kebajikan, dan penilaian pahala tidaklah serta merta mensyaratkan orang harus mengerjakan semuanya. Melakukan satu saja diantara berbagai perbuatan amal itu , sudah cukup baik. Ya, hanya satu saja sudah bisa membawa sipelakunya kepuncak sana (Surga). Itulah makna kata-kata agung yang diucapkan beliau pada penutup haditsnya itu.
Senafas dengan kisah diatas, diceritakan pula kisah seorang kelana badui yang datang menanyakan pada beliau, perbuatan apa kiranya yang bisa mendekatkannya ke Surga dan menjauhkannya dari api Neraka. Maka jawab beliau:
“Bicaralah yang lurus (benar) dan sedekahkan yang baik-baik.” Orang itu menjawab: “Demi Allah, saya tidak bisa bicara lurus setiap waktu dan juga tidak mampu memberikan yang baik”. Beliau berkata pula: “Berilah orang lain makan dan budayakan salam.” Orang itu menjawab: “Itu juga berat bagi saya”. “Apa engkau punya unta betina?” Tanya Rasulullah. “Ya.” jawab orang itu. Lantas Rasulullah pun bersabda: “Tuntunlah anak untamu dan bawalah air dalam tempayan. Carilah orang-orang yang susah mendapatkan air minum. Beri mereka minum. Mudah-mudahan untamu tidak mati dan tempayan (tempat air minum) itu tidak rusak sampai engkau mencapai Surga.”
Sebenarnya, melaksanakan memberi rahmat dalam bentuk beban yang paling ringan dan paling mudah dilakukan, akan membersihkan jalan dari berbagai rintangan yang tersembunyi, dan akan membersihkan dari dosa manusia serta akan membebaskan manusia itu dari berbagai tanggung jawab yang berat.
Demikian harapan MUHAMMAD kepada kita para umatnya, dikala beliau menganjurkan dan menyerukan kita agar melakukan rahmat dan hidup dengan rahmat. Dengan jujur dan bagaikan seorang seniman jenius (maestro), beliau melukiskan pengertian rahmat itu dalam kisah yang indah dan menawan hati.
Beliau bercerita sebagai berikut:
“Seorang rahib dari Bani Israel telah beribadat pada Allah di dalam sebuah biara selama enam puluh tahun. Pada suatu hari hujan pun turun dengan lebatnya dan pemandangan sekitar menjadi hijau menyegarkan mata. Sang rahib melepaskan pandangannya keluar biara seraya berkata di dalam hatinya: ‘Kalau aku turun ke luar sambil berzikir menyebut-nyebut nama Allah, tentulah akan menambah kebaikanku.’ Lalu, dia pun turun menuruni tangga sambil membawa bekal berupa dua potong roti. Sesampainya di bawah dia disambut seorang wanita. Maka berbincang-bincanglah mereka. Karena terhanyut suasana dan tak kuat melawan bujuk rayu si wanita, akhirnya sang rahib pun timbul birahinya, lupa diri dan akhirnya ia melakukan perbuatan yang sangat tercela (zina). Kemudian sang rahib pergi ke sebuah kolam untuk mandi. Lantas, datanglah seorang peminta-minta menghampirinya. Karena iba, sang rahib pun menunjuk pada dua potong rotinya agar diambil oleh si peminta-minta yang tampak sangat kelaparan itu. Dan, setelah itu, secara tiba-tiba sang rahib pun meninggal dunia. Lalu, ditimbanglah ibadah/pengabdiannya selama enam puluh tahun itu dan dibandingkan dengan perbuatan keji yang dilakukannya sesaat sebelum kematiannya. Ternyata perbuatan zina yang dilakukannya bersama wanita pelacur itu, mengalahkan semua kebaikannya. Kemudian pahala sedekah dua potong roti kepada si peminta-minta tadi ditambahkan ke dalam timbangan pengabdiannya itu. Dan ternyata timbangan kebaikannya menjadi lebih berat ketimbang keburukannya. Maka dengan rahmat-Nya, dia pun diampuni!”
Alangkah hebatnya MUHAMMAD!
Diletakkannya kedudukan rahmat pada puncak yang begitu agung! Kisah sejuk itu hampir sama dengan kisah lain yang diceritakan MUHAMMAD. Tentang seorang pelacur yang berhasil meraih taubat, mendapat terima kasih, pujian dan Surga dari Allah Azza wa Jalla, hanya karena wanita itu dengan penuh kasih sayang memberi minum kepada seekor anjing yang sedang kehausan.
Apa masih adakah gambaran indah tentang rahmat dan iman melebihi keindahan dan keyakinan ini?
Allah SWT menimbang rahmat orang bukan dari besarnya, akan tetapi berdasarkan penampilan spiritual dari rahmat itu.
Tiap karya seseorang sekalipun nampaknya kecil, bisa menyelamatkan seseorang dari bencana besar, seperti yang disabdakan Rasulullah: “Perbuatan baik mencegah menangnya keburukan.”
Kini, marilah kita ikuti pula sepenggal kisah lain yang mempesonakan tentang rahmat, yang diceritakan Rasulullah:
“Telah dihadapkan seorang hamba yang telah diberi kekayaan. Maka Allah SWT bertanya kepadanya: “Apa yang telah engkau perbuat dengan harta itu selama di dunia?” Ia menjawab: “Engkau telah memberi harta kekayaan pada hamba, dan hamba telah memperdagangkannya dengan penuh kelembutan. Bagi mereka yang mampu, hamba berikan kemudahan, dan bagi mereka yang ada dalam kesusahan, hamba berikan peluang waktu (tenggang). Maka Allah SWT berfirman: “AKU lebih berhak melakukannya dari pada engkau, dan karena perbuatanmu itu maka AKU mengampunimu!”
Pada akhir haditsnya itu, Rasulullah bersabda:
“Dan Allah memasukkan orang itu ke dalam Surga!”
Rasulullah mengulang-ulang cerita itu dalam berbagai bentuk dan gaya. Antara lain dikisahkannya begini:
Ada seseorang yang samasekali tidak pernah melakukan kebaikan, kecuali memberikan pinjaman hutang kepada orang-orang. Dia berpesan kepada pembantu yang ditugaskannya untuk menagih hutang (debt collector) itu: “Tagihlah yang bisa ditagih, tinggalkan yang tidak bisa, dan bebaskanlah. Kiranya Allah akan membebaskan dosa-dosa kami.” Sesudah dia meninggal dunia, Allah bertanya kepadanya: “Hai fulan, Apakah engkau ada melakukan kebaikan?” Dia menjawab: “Tidak, tidak!. “Tapi hamba dulu punya pembantu, dan kerja saya adalah memberikan pinjaman hutang kepada orang-orang. Apabila pembantu saya pergi menagih hutang, salalu hamba pesankan padanya: “Tagihlah yang bisa ditagih, biarkan yang tidak mudah ditagih, dan bebaskanlah. Mudah-mudahan kelak Allah membebaskan kami dari dosa-dosa kami.” Maka Allah berfirman kepadanya: “AKU telah bebaskan engkau!”
Bukankah telah kami katakan pada anda, bahwa rindu MUHAMMAD akan rahmat tidak ada tolak bandingannya? Camkanlah – salam Allah teruntuk beliau -, sesuai kisah diatas, beliau menampilkan wajah seorang manusia yang dalam hidupnya samasekali tidak pernah melakukan kebaikan. Kecuali merahmati orang-orang yang berhutang padanya. Mereka di perlakukan dengan sabar dan tidak didesak-desak agar cepat membayar hutang. Lihatlah bagaimana beliau menggambarkan pahala orang itu. Suatu pengampunan umum. Karena orang itu selalu mengharapkan rahmat Allah yang maha luas.
Sudah sejak mula pertama kami katakan, MUHAMMAD sangat menekankan pada rahmat, apalagi disaat orang sangat membutuhan. Mereka yang keadaannya miskin, ‘alaihis karena kebutuhan hidup terjerat ke dalam hutang. Lantas karena rendahnya penghasilan, mereka tidak mampu membayar hutang. Lantaran hutang itu, mereka merasa sedih di malam hari dan merasa malu serta hina di sang hari. Demi mereka-mereka itulah, MUHAMMAD yang baik hati tampil menutup luka mereka. Memang ia tak bisa berkata langsung pada si pemberi hutang: “Lepaskan hakmu, karena MUHAMMAD shallallahu ‘alaihis salam jagoan dan pendekar hak azasi manusia.” Namun ia punya wewenang untuk memberikan syafa’at kepada si pemberi hutang. Ia bisa memberikan hati dan cintanya, kalau si pemberi hutang bermurah hati mau memberikan keringanan atau kesempatan (tenggang rasa/tenggang waktu) pada orang yang berhutang. Dan sabar menunggu sampai datangnya kemampuan pada orang yang berhutang itu.
Sehubungan dengan itu, seperti telah kami utarakan sebelumnya, beliau banyak bersabda mengenai hikmah dibalik memberikan kemudahan bagi sesama, antara lain sabdanya:
- “Barangsiapa memberikan kemudahan bagi orang-orang yang berada dalam kesulitan di dunia, maka Allah akan memberikan keringanan baginya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa membela hamba-Nya, selama hambanya itu membela saudaranya.”
- “Barangsiapa yang meringankan orang yang dalam kesusahan, atau membebaskannya atau menghapuskan sebagian dari hutangnya, maka Allah akan menanungi orang itu di Hari Kiamat di bawah naungan ‘Arasy-Nya, di saat tidak ada keteduhan selain di bawah naungan-Nya.”
- “Barangsiapa ingin doanya di-ijabah (mustajab) dan kesusahannya dilenyapkan, maka bebaskan orang dari kesempitan!”
- “Siapa di antara kalian yang ingin dilindungi Allah SWT dari percikan api neraka?!” Kami berkata: “Ya, Rasulullah! Tentu kami semuanya ingin.” Lalu sabdanya lagi:
- “Siapa yang meringankan orang susah atau membebaskannya dari kesusahan itu, kelak akan dilindungi Allah SWT dari percikan api neraka.”
- “Seorang hamba muslim yang membayar hutang saudaranya maka Allah akan melepaskan ikatan penggadaiannya pada hari kiamat." (HR. Mashabih Assunnah)
Beliau dengan kearifannya yang sangat tinggi, menganjurkan kepada kita agar sebisa mungkin menghindarkan diri dari kebiasaan berhutang, karena hutang itu dapat menghilangkan ketenteraman dalam batin orang yang berhutang. Sabda beliau:
- “Jangan menimbulkan ketakutan pada dirimu sendiri sesudah terasa olehmu keamanan (ketentraman). Para sahabat bertanya,"Apa yang menimbulkan ketakutan itu, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Hutang!" (HR. Ahmad)
- “Berhati-hatilah dalam berhutang. Sesungguhnya berhutang itu suatu kesedihan pada malam hari dan kerendahan diri (kehinaan) di siang hari.” (HR. Ibnu Babawih dan Al-Baihaqi)
- “Roh seorang mukmin masih terkatung-katung (sesudah wafatnya) sampai hutangnya di dunia dilunasi." (HR. Ahmad)
- “Sebaik-baik kamu ialah yang paling baik dalam membayar hutangnya.” (HR. Bukhari)
Allah menghinakan seorang hamba dengan lilitan hutang.
“Hutang adalah bendera Allah di muka bumi. Apabila Allah hendak menghinakan seorang hamba maka diikatkan ke lehernya." (HR. Ahmad dan Al Hakim)
Semoga shalawat dan salam selalu di limpahkan-Nya bagi junjungan kita Rasulullah SAW beserta ahlul baitnya, para sahabatnya, para tabi’in, tabi’ut tabi’in serta seluruh umat Islam yang taat pada risalahnya hingga di akhir zaman.
Amiin.
[Dari buku NABI MUHAMMAD JUGA MANUSIA karya: Khalid Muhammad Khalid]
Post a Comment